Dalil Hadis Keharusan Niat Puasa di Malam Hari Sebelum Fajar Terbit

Hadispedia.id – Pada hadis berikut ini, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Bulughul Maram memaparkan hadis yang dijadikan dasar agar niat puasa di malam hari. Bagaimana bunyi hadisnya? Apakah meliputi puasa sunnah dan fardu harus niat di malam hari?

عَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا  أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ رَوَاهُ الْخَمْسَةُ وَمَالَ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ إِلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ

وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اللَّيْلِ

Dari Hafshah Ummu al-Mukminin r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Siapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (H.R. Imam al-Khamsah. Imam At-Tirmidzi dan imam An-Nasa’i lebih cenderung menguatkan hadis ini mauquf. Sementara Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Hibban memastikan hadis tersebut marfu’.)

Menurut riwayat Imam Ad-Daruquthni disebutkan sebagai berikut, “Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkannya sejak malam hari.”

Penjelasan Hadis

Secara umum, dalam hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang tidak niat puasa di malam hari, maka puasanya tidak sah. Baik puasa sunnah maupun fardlu, baik ketika bulan Ramadhan ataupun bulan yang selainnya, puasa sunnat maupun puasa nadzar. Namun, terkait hal ini, ulama berbeda pendapat.

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan bahwa tidak wajib berniat pada malam hari dalam puasa sunat. Namun, wajib berniat pada malam hari dalam puasa fardlu, karena hadis ini hanya membatasinya dalam puasa fardlu saja, bukan berkaitan dengan puasa sunnat. Mereka melandaskan pendapatnya dengan berdasarkan hadis Sayyidah Aisyah r.a. yang akan diterangkan pada pembahasan hadis selanjutnya.

Baca juga : Dalil Hadis Pentingnya Pemimpin Mengumumkan Penetapan Awal Ramadhan

Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya mengatakan bahwa sah melakukan puasa dengan berniat pada waktu malam hari dan siang hari selagi matahari belum tergelincir dari pertengahan langit (sebelum waktu dhuhur). Dengan catatan, puasa yang dimaksud ada kaitannya dengan waktu tertentu, misalnya puasa Ramadhan, puasa nazar tertentu, dan puasa sunat mutlak. Mereka melandaskan pendapatnya dengan berdasarkan firman Allah swt.

….وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ….

“….. Dan makan minumlah kamu hingga jelas bagi kamu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam ….. “ (Q.S. Al-Baqarah: 187)

Berdasarkan ayat tersebut, Allah swt. telah membolehkan makan dan minum hingga fajar terbit, kemudian menyuruh berpuasa sesudah lafadz “”ثُمَّ yang maknanya menunjukkan pengertian tarakhi (lambat), hingga dipastikan niat menjadi azimah/tekad sesudah fajar. Mereka menafsirkan hadis ini dan hadis-hadis yang selainnya dengan pemahaman yang meniadakan keutamaan, yakni tidak afdal puasa seseorang yang tidak meniatkannya pada waktu malam hari.

Atau, makna yang dimaksudkan adalah larangan mendahulukan niat sebelum malam hari. Maka, seandainya seseorang melakukan niat puasa sebelum matahari tenggelam dan dia hendak berpuasa pada keesokan harinya, maka puasanya tidak sah. Atau, maknanya adalah yang ditujukan kepada puasa yang tidak mempunyai waktu tertentu, misalnya puasa qadha’, puasa kafarat, dan puasa nazar mutlak (tidak tertentu waktunya).

Baca juga : Hadis Saksi Rukyatul Hilal Cukup Satu Orang

Imam Malik dan murid-muridnya mengatakan bahwa apabila seseorag berniat pada permulaan malam Ramadhan untuk bepuasa di seluruh bulan Ramadhan, maka itu sudah mencukupi, dan dia tidak perlu lagi berniat setiap malam. Tetapi, dia disunatkan memperbarui niat setiap malam karena diqiyaskan kepada ibadah haji dan rakaat-rakaat shalat, sebab masing-masing ibadah haji dan shalat cukup hanya dengan satu kali niat. Mereka mengatakan demikian dengan berdasarkan kepada hadis “Sesungguhnya bagi setiap orang itu hanyalah apa yang telah diniatkannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Mereka mengatakan bahwa apabila seseorang berniat hendak berpuasa selama satu bulan penuh, maka dia wajib melakukan itu dengan syarat hendaklah puasa yang dilakukannya tidak terputus-putus, sebaliknya berturut-turut. Jika puasa secara berturut-turut tidak dapat dilakukan karena sakit, haid, atau berpergian, maka niatnya wajib diperbarui di sisa hari-hari yang dia belum berpuasa. Wa Allahu a’lam bis shawab.

NB: Disarikan dari kitab Ibanatul Ahkam; Syarah Kitab Bulughul Maram karya Hasan Sulaiman An-Nuri dan Alawi Abbas Al-Maliki juz 2 halaman 289-291.

Annisa Nurul Hasanah
Penulis adalah peneliti el-Bukhari Institute
Exit mobile version