Hadispedia.id – Memasuki bulan Rajab, selalu ada sebaran informasi tentang hadis-hadis keutamaan puasa di bulan Rajab. Berbagai redaksi bermunculan seputar pahala yang akan didapat jika melaksanakan puasa di bulan Rajab. Dikatakan jika berpuasa sehari maka sama saja puasa setahun. Jika berpuasa seminggu maka pintu neraka akan ditutup untuknya dan begitu seterusnya.
Hadis tersebut terdapat di dalam kitab Syu’ab Al-Iman karya imam Al-Baihaqi.
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ بِشْرانَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَلْمَانَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ دَلَّانَ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَطَرٍ، عَنْ عَبْدِ الْغَفُورِ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ أبيه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ كَانَ كَصِيَامِ سَنَةٍ، وَمَنْ صَامَ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِّقَتْ عَنْهُ سَبْعَةُ أَبْوَابِ جَهَنَّمَ، وَمَنْ صَامَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ صَامَ عَشَرَةَ أَيَّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ، وَمَنْ صَامَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا نَادَى مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: قَدْ غَفَرْتُ لَكَ مَا سَلَفَ فَاسْتَأْنِفِ الْعَمَلَ قَدْ بَدَّلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ، وَمَنْ زَادَ زَادَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَفِي شَهْرِ رَجَبٍ حُمِلَ نُوحٌ فِي السَّفِينَةِ، فَصَامَ نُوحٌ، وَأَمَرَ مَنْ مَعَهُ أَنْ يَصُومُوا، وَجَرَتْ بِهِمُ السَّفِينَةُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ إِلَى آخِرِ ذَلِكَ لِعَشْرٍ خَلَوْنَ مِنَ الْمُحَرَّمِ
Telah mengabarkan kepada kami, Abul Husain bin Bisyran, ia berkata, Ahmab bin Salman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Muhammad bin Dallan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Walid bin Syuja’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Usman bin Mathar telah menceritakan kepada kami, dari Abdul Ghafur dari Abdul Aziz bin Said dari ayahnya, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda,
“Siapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia seperti puasa setahun. Siapa berpuasa tujuh hari, maka tujuh pintu neraka Jahanam ditutup baginya. Siapa puasa delapan hari, maka delapan pintu surga dibuka untuknya. Siapa puasa sepuluh hari, maka segala sesuatu yang diminta, Allah akan memberikannya. Siapa puasa lima belas hari, maka seruan Allah dari langit kepadanya, ‘Sungguh Aku telah mengampuni dosamu yang telah lalu, maka mulailah untuk mengerjakannya. Sungguh Aku telah mengganti kesalahan-kesalahanmu dengan kebaikan-kebaikan. Siapa yang menambahnya, maka Allah pun akan menambahnya. Pada bulan Rajab Nuh diangkut di dalam perahu, maka Nuh pun berpuasa dan ia memerintahkan orang bersamanya untuk berpuasa. Perahu itu berlayar selama enam hingga tanggal sepuluh Muharram.”
Kualitas Hadis
Hadis ini juga diriwayatkan oleh imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Fadhailul Auqat. Menurut imam Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam kitab Tabyinul ‘Ajab bi ma warada fi fadhl Rajab, imam Abdul Aziz Al-Kattani juga meriwayatkan hadis tersebut dalam kitab Fadhailu Rajab. Begitu pula dengan imam Abul Qasim At-Taimi di dalam kitabnya At-Targhib wat Tarhib.
Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis tersebut bermasalah disebabkan karena rawi yang bernama Usman bin Mathar. Hal ini berdasarkan penilaian imam Ibnu Hibban yang menilai ia adalah seorang pendusta. Bahkan para ulama sepakat menilainya dhaif.
Menariknya, imam Al-Baihaqi pun meragukan riwayatnya sendiri pada kitab Syu’abul Imannya. Keraguannya itu berdasarkan pada pernyataan imam Ahmad bin Hanbal yang ia kutip.
وَعِنْدِي حَدِيثٌ آخَرُ فِي ذِكْرِ كُلِّ يَوْمٍ مِنْ رَجَبٍ، وَهُوَ حَدِيثٌ مَوْضُوعٌ لَمْ أُخَرِّجْهُ
“Aku memiliki hadis lain yang menyebutkan keutamaan setiap hari bulan Rajab. Namun itu adalah hadis palsu yang tidak aku sampaikan.”
Riwayat lain yang memiliki redaksi yang hampir sama dengan riwayat imam Al-Baihaqi ini juga terdapat dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir karya imam At-Thabrani. Hanya saja, menurut penelitian imam Al-Haitsami dalam kitab Majma’ al-Zawaid hadis tersebut matruk (semi palsu), karena seorang perawi yang bernama Abdul Ghafur bin Said. Oleh karena itu, maka riwayat imam At-Thabrani tidak dapat menguatkan riwayat imam Al-Baihaqi.
Imam Ibnu Al-Jauzi di dalam kitab Al-Muadhu’atnya juga telah menyinggung tiga riwayat seputar keutamaan puasa di bulan Rajab. Tiga riwayat tersebut adalah dari Anas bin Malik r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., dan Abi Dzar r.a. Menurut penelitiannya, riwayat yang dari Anas bin Malik bukanlah hadis, karena terdapat rawi bernama Aban. Imam Ahmad, An-Nasa’i, dan Ad-Daruquthi menilainya matruk. Ada juga rawi yang bernama Amru bin Azhar yang dinilai oleh imam Ahmad, imam Ad-Daruquthni, dan imam Ibnu Hibban sebagai pemalsu hadis
Sementara riwayat yang dari Ali bin Abi Thalib, Imam Ibnu Al-Jauzi mengatakan hadis ini tidak shahih dari Rasulullah saw. Riwayat dari Abi Dzar pun dinilai tidak shahih oleh Ibn Al-Jauzi karena terdapat rawi bernama Al-Furat bin As-Saib yang dinilai matruk oleh Imam Al-Bukhari.
Menariknya, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam kitab Tabyīn al-Ajab bimā Warad fi Faḍl Rajab mengatakan bahwa tidak ada satu pun hadis yang shahih (valid) serta dapat dijadikan hujjah baik tentang keutamaan bulan Rajab, puasa di dalamnya, maupun shalat pada malam tertentu di dalamnya.
Oleh sebab itu, maka tidak heran jika hadis-hadis terkait keutamaan puasa di bulan Rajab dimuat dalam kitab-kitab khusus hadis palsu. Di antaranya disampaikan oleh imam As-Syaukani dalam kitab Al-Fawaid Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, Imam As-Suyuthi dalam kitab Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi al-Ahadits Al-Maudhu’ah, dan imam Al-Kannani dalam kitab Tanzihus Syariah Al-Marfu’ah an Al-Ahadits As-Syani’ah Al-Maudhu’ah.
Kesunnahan Puasa Bulan Rajab
Meskipun hadis keutamaan puasa di bulan Rajab palsu (maudhu’) atau sekurang-kurangnya matruk (semi palsu), bukan berarti tidak boleh puasa di bulan Rajab. Bahkan puasa di bulan Rajab disunnahkan karena Rasulullah saw. memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk berpuasa di bulan-bulan mulia (Al-Asyhur Al-Hurum). Yakni bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab.
Dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat imam Ibnu Majah dalam kitab Sunannya, seorang sahabat menemui Rasulullah saw. Satu tahun kemudian, orang itu datang lagi menemui Rasulullah saw. dengan penampilan yang telah berubah. Awalnya, badannya gemuk, berubah menjadi kurus. Hingga Rasulullah saw. tidak mengenalinya. Ia pun bertanya kepada Rasulullah saw.
“Wahai Rasulullah, engkau tidak mengenalku?”
“Siapa kamu?” Jawab Rasulullah saw. balik bertanya.
Orang itu menjelaskan bahwa tahun sebelumnya ia pernah menemui Rasulullah saw. Setelah diingat-ingat, Rasulullah saw. mengenali orang itu. Namun, beliau kaget karena kondisinya sudah berubah dari tahun sebelumnya. Rasulullah saw. pun bersabda,
“Siapa yang menyuruh kamu menyiksa diri kamu sehingga menjadi kurus seperti itu?” Tanya Rasulullah saw.
“Saya puasa terus, wahai Rasulullah.”
Mendengar jawaban itu, Rasulullah saw. pun memerintahkan orang itu agar berpuasa di bulan Ramadhan dan sehari setelahnya saja. Namun, orang itu malah mengelak, “Saya kuat, selama-lamanya saya kuat.”
“Puasa Ramadhan dan dua hari setelahnya.”
“Saya kuat ya Rasulullah.” Jawab orang itu menolak.
“Puasa Ramadhan dan tiga hari setelahnya saja.” Rasulullah saw. kembali memberi solusi.
Namun orang itu tetap menolak. Rasulullah saw. akhirnya mengakhiri sabdanya dengan memerintahkan orang itu untuk berpuasa di bulan-bulan yang mulia saja (Al-Asyhur Al-Hurum). Beliau bersabda,
صم أشهر الحرم
“Berpuasalah kamu di bulan-bulan yang haram (mulia)”.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh imam Abu Daud dalam kitab Sunannya dengan redaksi Shum minal hurum. Maka berdasarkan hadis tersebut puasa di bulan Rajab sunnah. Sesungguhnya yang dilarang dalam Islam adalah menyebarkan hadis palsu dan beribadah dengan berlandaskan hadis palsu tersebut. Wa Allahu a’lam bis shawab.