Dalil Hadis Anjuran untuk Takjil/Menyegerakan Berbuka Puasa

Hadispedia.id – Takjil. satu kata yang sering kita dengar saat bulan puasa. Takjil diambil dari Bahasa Arab (تَعْجِيْل)  yang artinya menyegerakan. Namun, Di Indonesia kata takjil sudah identik dengan “makanan buka puasa“.

Bahkan tidak jarang setiap sore, banyak penjual takjil di sepanjang jalan, seperti kolak, es buah, gorengan, dan makanan-makanan ringan untuk berbuka puasa. Takjil/menyegerakan berbuka puasa memang salah satu anjuran agama Islam. Berikut adalah salah satu dalilnya dalam hadis Nabi saw.

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ”. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلِلتِّرْمِذِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَحَبُّ عِبَادِيْ إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا

Dari Sahl bin Sa’d r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang-orang senantiasa dalam kebajikan selagi mereka menyegerakan berbuka puasa.” (Muttafaqun ‘alaih)

Menurut riwayat Imam At-Tirmidzi yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda, Allah swt. berfirman (dalam hadis qudsi), “Hamba Allah yang paling Aku sukai adalah yang paling bersegera berbuka.”

Salah satu bukti kesempurnaan iman seseorang dan tanda bahwa dia senantiasa dalam kebaikan adalah berpegang teguh kepada Sunah Nabi saw. Salah satu Sunah Nabi saw. adalah takjil/menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur sebagaimana dinyatakan dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal.

Kesunnahan takjil merupakan bentuk belas kasihan Allah swt. dan Rasul-Nya kepada orang yang berpuasa. Di samping itu, hal ini dapat memberikan kekuatan kepada mereka agar dapat melaksanakan amal ibadah-ibadah selanjutnya.

Baca juga: Dalil Hadis Bolehnya Niat Puasa Sunah di Siang Hari

Bahkan dalam hadis kedua di atas disebutkan bahwa Allah swt. sangat mencintai hamba-hambaNya yang mau menyegerakan berbuka. Kenapa demikian? Rasulullah saw. dalam riwayat Imam Abu Daud menjelaskan penyebabnya, “Karena orang Yahudi dan Nasrani senantiasa mengakhirkan waktu berbuka hingga munculnya bintang-bintang.” Artinya, Rasulullah saw. ingin agar umatnya tidak melakukan hal yang sama dengan mereka.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani dulu menambahkan waktu ibadah mereka (memperpanjang waktu puasa dan mengulur waktu berbuka) hingga mengakibatkan mereka tidak mampu menunaikannya karena mempersulit diri mereka. Sementara umat Islam diperintahkan untuk berbeda dengan tradisi mereka. Yaitu menyegerakan berbuka puasa jika telah mendengar adzan maghrib.

Fiqhul Hadis

  1. Disunnahkan menyegerakan berbuka puasa apabila sudah terbukti bahwa matahari telah tenggelam/memasuki waktu maghrib.
  2. Makruh mengakhirkan berbuka bagi orang yang sengaja melakukannya dengan alasan berhati-hati atau untuk tujuan lebih meyakinkan lagi.
  3. Memberitahukan sesuatu yang dilakukan oleh sekumpulan ahli bid’ah (suka mengakhirkan berbuka puasa) adalah salah satu tanda kenabian.
  4. Hadis ini tidak berkaitan dengan orang yang ingin melakukan puasa wishal. Seseorang yang hendak berpuasa wishal diberikan rukhsah untuk mengakhirkan buka puasa. Adapun takjil/menyegerakan berbuka adalah lebih afdhal, karena hal ini mengandung belas kasihan terhadap orang yang berpuasa dan mampu memberikan kekuatan kepadanya untuk mengerjakan amal ibadah.

Demikianlah salah satu kesunahan yang mudah sekali untuk kita laksanakan, yaitu takjil/menyegerakan berbuka puasa. Artinya, ketika sudah mendengar adzan maghrib atau tanda sirene berbuka puasa, maka hendaknya langsung berbuka. Meskipun dengan makanan dan minuman yang sederhana seperti segelas air putih. Bukan malah mengulur-ulur waktu. Dengan demikian, semoga kita termasuk hamba Allah yang dicintai-Nya sebagaimana dalam hadis qudsi di atas. Wa Allahu a’lam bis shawab.

NB: Disarikan dari kitab Ibanatul Ahkam; Syarah Kitab Bulughul Maram karya Hasan Sulaiman An-Nuri dan Alawi Abbas Al-Maliki juz 2 halaman 292-293 dan kitab Subulus Salam karya Imam As-Shan’ani juz 2 halaman 154.

Annisa Nurul Hasanah
Annisa Nurul Hasanah
Penulis adalah peneliti el-Bukhari Institute

Artikel Terkait

spot_img

Artikel Terbaru