Hadispedia.id – Setan dibelenggu saat Ramadhan. Informasi ini sering kita dengar ketika memasuki bulan Ramadhan. Namun, kenapa masih saja terdengar berita kejahatan di sana sini? Bukankah seharusnya kejahatan itu sudah tidak ada dengan dibelenggunya para setan? Sehingga, tidak ada lagi yang menggoda umat Islam?
Informasi tentang pembelengguan setan itu memang berdasarkan hadis riwayat Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.”
Redaksi hadis tersebut merupakan riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahihnya dan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya. Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa’nya serta Imam Ad-Darimi dan Imam An-Nasa’i dalam kitab Sunannya pun meriwayatkan hadis tersebut meskipun terdapat sedikit perbedaan redaksi. Begitu juga dengan Imam At-Tirmidzi dalam kitab Sunannya, namun redaksinya cukup banyak perbedaanya. Hanya saja semuanya menggunakan kata صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ (setan-setan dibelenggu).
Sedangkan Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya, riwayat lain dari Imam Muslim, dan satu riwayat dari Imam An-Nasa’i menggunakan kata سُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ setan-setan dirantai.
Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim mengutip pendapat Al-Qadhi Iyadh yang mengatakan bahwa hadis ini dapat dipahami secara tekstual dan makna yang sebenarnya. Dibukanya pintu-pintu surga, ditututupnya pintu-pintu neraka, dan dibelenggunya setan-setan adalah tanda masuknya bulan Ramadhan dan bukti pengagungan terhadap kemuliaannya. Dibelenggunya setan-setan bertujuan untuk mencegah mereka dari upaya menyakiti dan menggoda orang-orang yang beriman.
Al-Qadhi Iyadh juga mengatakan bahwa hadis tersebut dapat dipahami secara majazi (makna kiasan atau konotatif), yakni ungkapan tersebut merupakan isyarat atas banyaknya pahala dan ampunan. Sedangkan upaya setan-setan untuk menggoda dan menyakiti terbatasi, sehingga mereka seperti terbelenggu.
Mereka terbelenggu untuk melakukan sesuatu, namun tidak terbelenggu untuk melakukan sesuatu yang lain. Mereka juga terbelenggu untuk menggoda manusia yang satu, namun mereka tidak terbelenggu bagi manusia yang lain. Pemahaman majazi ini dikuatkan oleh riwayat (Imam Muslim) yang kedua “Pintu-pintu rahmat dibuka” dan riwayat hadis lain “Setan-setan yang durhaka dibelenggu.”
Baca juga: Hadis Keutamaan Doa Sapu Jagat
Imam An-Nawawi masih mengutip pendapat Al-Qadhi Iyadh yang mengatakan, “Mungkin dibukanya pintu-pintu surga dipahami sebagai ungkapan tentang ibadah-ibadah yang dibukakan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya di bulan ini, namun tidak bulan lain, seperti puasa, qiyam lail (shalat tarawih), melakukan kebaikan-kebaikan, dan banyak menahan diri dari hal-hal yang menyalahi aturan-Nya. Semua ini dapat menyebabkan seseorang masuk surga sekaligus menuju pintu-pintunya. Begitu pula ditutupnya pintu-pintu neraka dan dibelenggunya setan-setan merupakan ungkapan tentang upaya mereka (hamba-hamba Allah) dalam menahan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan agama.
Pendapat Al-Qadhi Iyadh tersebut juga dikutip oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (Syarah Sunan At-Tirmidzi) dan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari.
Imam Ibnu Hajar juga mengutip pendapat Al-Hulaimi yang berkata, “Kemungkinan maksud dari ungkapan setan-setan (pada hadis di atas) adalah setan-setan pencuri berita langit. Pembelengguan mereka terjadi pada malam bulan Ramadhan, tidak di siang harinya. Karenanya, mereka tidak dapat mencuri berita langit ketika waktu penurunan Al-Qur’an. Kemudian, merekapun dibelenggu dengan ketat untuk menjaga berita langit.”
Mungkin juga yang dimaksud adalah setan-setan itu tidak maksimal menggoda umat Muslim sebagaimana di luar Ramadhan karena mereka disibukkan berpuasa dengan mengekang syahwat, membaca Al-Qur’an, dan zikir.”
Sementara selain imam Al-Hulaimi ada yang mengatakan bahwa maksud dari setan-setan itu adalah sebagian dari mereka saja. Yaitu setan-setan yang durhaka. Hal ini sebagaimana terdapat dalam riwayat Imam At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Imam Al-Hakim dari jalur Al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah. Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الجِنِّ
“Jika datang malam pertama dari bulan Ramadhan, setan-setan dan jin yang durhaka dibelenggu.”
Sedangkan riwayat An-Nasa’i dari jalur Abu Qilabah dari Abu Hurairah r.a. menggunakan redaksi
وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ
“Setan-setan yang durhaka di belenggu di dalamnya (bulan Ramadhan)”
Lebih lanjut, Imam Ibnu Hajar juga mengutip pendapat Az-Zain bin Al-Munir yang berpendapat bahwa pemahaman tekstual itu lebih tepat dan tidak perlu mengalihkannya dari makna aslinya. Selain itu, Imam Ibnu Hajar juga mengutip pendapat Imam Al-Qurthubi yang lebih mengunggulkan pemahaman tekstual terhadap hadis di atas.
Imam Al-Qurthubi berkata, “Jika ditanyakan ‘Bagaimana mungkin (di artikan secara tekstual yakni setan-setan benar-benar dibelenggu) sementara kami melihat banyak sekali keburukan dan kemaksiatan masih terjadi di bulan Ramadhan.? Seandainya setan-setan dibelenggu, tentu hal itu tidak akan terjadi!.
Jawabannya adalah kemaksiatan itu sedikit terjadi pada orang-orang yang berpuasa yang menjaga syarat serta adab puasa. Atau sebagian setan dibelenggu, yaitu mereka yang durhaka saja. tidak semuanya sebagaimana sebagian riwayat tersebut di atas. Atau maksudnya adalah sedikitnya angka kejahatan di dalam bulan Ramadhan dan hal ini dapat diindra. Maka frekuensi terjadinya kejahatan itu lebih sedikit di banding di luar bulan Ramadhan. Dibelenggunya seluruh setan-setan tidak berarti kejahatan dan kemaksiatan tidak akan terjadi. Sebab ada faktor-faktor selain setan, seperti jiwa-jiwa yang kotor, kebiasaan-kebiasaan buruk, dan setan-setan dari golongan manusia.”
Imam Ibnu Hajar juga mengutip pendapat ulama lain yang mengatakan bahwa dibelenggunya setan-setan di bulan Ramadhan itu merupakan sebuah isyarat untuk menghapus alasan yang dibuat mukallaf (muslim yang berakal sehat dan baligh). Sehingga, seakan-akan dikatakan kepadanya, “Setan-setan telah ditahan darimu, maka kamu tidak dapat membuat alasan mengatasnamakan mereka dalam meninggalkan ketaatan dan melakukan kemaksiatan.”
Baca juga: Salman Al-Farisi Masuk Islam Sebab Hal Ini
Berdasarkan penjelasan di atas, maka maksud dari setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan memiliki beragam makna. Ada kalanya bermakna denotatif atau sebenarnya. Bisa pula bermakna konotatif atau majaz.
Jadi, bisa saja setan-setan itu memang dibelenggu, namun jiwa manusia itulah yang kotor sehingga tidak mampu menahan diri untuk berbuat maksiat. Bisa pula makna dari setan-setan dibelenggu adalah sebagai gambaran betapa sibuknya umat Muslim menjalankan puasa dan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan dan banyaknya ampunan serta pahala yang disediakan di bulan ini, sehingga seakan-akan setan-setan itu terbelenggu tidak dapat mengganggu mereka. Wa Allahu a’lam bis shawab.