Hadispedia.id – Sekolah hadis el-Bukhari Institute via hadispedia setiap hari Ahad malam Senin pukul 19.30 mengadakan kajian kitab Bulughul Maram bersama Ustadz M. Khairul Huda, Lc., MA. Pada pertemuan ketiga, hadis yang dibaca adalah tentang air dua kulah yang diriwayatkan oleh Sahabat Nabi saw. yang bernama Abdullah bin Umar r.a.
Seperti biasa, Ustadz Huda menjelaskan terlebih dahulu sedikit biografi tentang sahabat periwayat hadis yang dibaca. Abdullah bin Umar r.a. merupakan salah satu sahabat muda dan yang paling banyak meriwayatkan hadis. Beliau meninggal tahun sekitar tahun 74 atau 73 hijriyah. Beliau merupakan putra dari Umar ibn Al-Khattab dan adik dari Sayyidah Hafshah binti Umar, salah satu istri Rasulullah saw.
Abdullah bin Umar r.a. digelari Rasulullah saw. rajulun shalihun (laki-laki yang shalih), karena beliau lebih suka ibadah dari pada perang dan berpolitik. Kalau Sahabat Ibnu Abbas didoakan Rasulullah saw. agar pintar menerjemahkan atau menafsirkan Al-Qur’an. Kalau Sahabat Anas bin Malik didoakan beliau agar banyak rezeki, banyak anak, dan panjang umur.
Kalau Abdullah bin Umar ini didoakan menjadi rajulun shalihun. Abdullah bin Umar r.a. dikenal sebagai orang yang sangat rajin meniru dan meneladani apapun yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Sampai kepada cara beliau BAB, beliau sangat penasaran.
Salah satu riwayat hadisnya adalah tentang air yang dapat digunakan untuk bersuci. Dalam hadis ini disebutkan bahwa
إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ
Ketika air berjumlah minimal dua kulah, maka dia tidak bisa membawa atau mengandung najis. Dalam riwayat lain, redaksinya itu bukan lam yahmil al-khabatsa, tetapi lam yanjus. Hadis ini banyak sekali yang meriwayatkan terutama al-aimmah al-arba’ah/Ashabus Sunan (Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah).
Baca juga: Sekolah Hadis di Tengah Pandemi Bersama El-Bukhari
Perbedaan redaksi tersebut menunjukkan bahwa adanya riwayat bil ma’na di dalam periwayatan hadis. Hal ini jika terjadi di level sahabat, para ulama ahli hadis tidak keberatan. Tetapi, kalau selain di level sahabat, maka hal ini yang menyebabkan para ulama sebagian keberatan.
Adanya perbedaan redaksi dalam hadis atau riwayat bil ma’na ini menunjukkan bahwa redaksinya itu tidak benar-benar dari Rasulullah saw. Tetapi, ada sahabat atau tabi’in yang meriwayatkan dengan redaksi yang memiliki makna yang sama. Seperti kasus pada hadis ini (yahmil al-khabatsa dan lam yanjus).
Selain itu, perbedaan redaksi ini juga menunjukkan kepada kita tentang pentingnya jalur-jalur periwayatan. Satu hadis yang diriwayatkan dari jalur yang berbeda-beda atau yang disebut dengan jam’ur riwayah. Kalau di dalam takhrij hadis, kita diperkenalkan dengan istilah i’tibar, yaitu membandingkan satu riwayat/satu jalur dengan riwayat dari jalur yang lain. Ada istilah di bawah i’tibar itu disebut syawahid ada juga yang disebut mutaba’ah.
Syawahid diartikan ketika ada dua orang sahabat meriwayatkan hadis yang sama. Kalau mutaba’ah adalah jalur periwayatan yang berbeda di selain sahabat. Baik syawahid maupun mutaba’ah itu berfungsi 1) menguatkan riwayat. Kalau riwayatnya itu dhaif, dengan adanya syawahid atau mutaba’ah, ia naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi. Kalau ia statusnya hasan li ghairihi atau li dzatihi, maka ia bisa naik menjadi shahih li ghairihi.
Tetapi, ada yang unik di era modern ini. Di mana Syekh Al-Albani itu tidak menerima konsep taqwiyatul hadis atau penguatan kualitas/tingkatan hadis semacam ini. Bagi beliau, kalau sudah dhaif dalam satu jalur, maka ia dhaif. Tidak bisa saling menguatkan.
Baca juga: Mengenal Istilah I’tibar dalam Penelitian Hadis Nabi
Fungsi syawahid maupun mutaba’ah yang ke 2) menemukan penjelasan. Seperti pada hadis yang redaksinya berbeda-beda. Dengan mengumpulkan riwayat-riwayat yang berbeda-beda jalur ini, kita akan menemukan varian teks redaksinya. Nanti digunakan untuk menjelaskan matan hadis itu antara satu dengan yang lainnya. Seperti hadis ini, dalam riwayat yang pertama disebutkan yahmil al-khabatsa dan lam yanjus. Air yang sudah mencapai dua kulah itu tidak mengandung najis. Artinya apa?, yakni lam yanjus, ia tidak najis.
Selanjutnya, kajian kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih 59 menit ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia.