Hadis Jalan Menuju Surga

Hadispedia.id – Pada hadis kedua puluh satu, Imam Nawawi telah menjelaskan hadis tentang pentingnya istiqamah. Tentunya istiqamah sangatlah berat dan berlaku untuk semua hal. Namun, pada hadis kedua puluh dua ini, imam Nawawi seolah mengatakan bahwa keistiqamahan tersebut minimal dengan melakukan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Bahkan hal ini dapat menjadi jalan menuju surga.

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: “أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَرَأَيْتَ إذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلَالَ، وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا؛ أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ؟ قَالَ: نَعَمْ”. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

وَمَعْنَى حَرَّمْتُ الْحَرَامَ: اجْتَنَبْتُهُ. وَمَعْنَى أَحْلَلْتُ الْحَلَالَ: فَعَلْتُهُ مُعْتَقِدًا حِلَّهُ

Dari Abu Abdillah; Jabir bin Abdillah Al-Anshari r.a. “Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw.

Apa pendapatmu, jika aku shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal, dan mengharamkan yang haram. Aku tidak menambahi selain amalan itu. Apakah aku (bisa) masuk surga?’ (H.R. Muslim)

Beliau menjawab, ‘Ya’

Imam Nawawi berkata, “Aku mengharamkan yang haram artinya adalah aku menjauhinya, dan aku menghalalkan yang halal artinya adalah aku melakukannya dengan meyakini kehalalannya.”

Sosok lelaki yang bertanya pada hadis tersebut menurut para pensyarah hadis, seperti imam Ibnu Daqiq di dalam kitab Syarah Al-Arbain dan Dr. Mustafa Dieb di dalam kitab Al-Wafi bernama An-Nu’man bin Qauqal Al-Khaza’i.

Pertanyaan An-Nu’man menunjukkan betapa ia sangat merindukan surga dan ingin memastikan apa yang telah ia lakukan dapat mengantarkannya ke sana atau tidak. Pertanyaan seperti ini kerap kali ditanyakan oleh para sahabat lainnya. Mereka menanyakan kepada Rasulullah saw. amalan apa saja yang dapat memasukkannya ke dalam surga.

Baca juga: Hadis tentang Pentingnya Istiqamah

Dr. Ahmad Ubaidi Hasbillah dalam kitab Fawaid Al-Musthafawiyyah menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan jalan menuju surga adalah istiqamah. Jalan menuju surga bukanlah ekstrim atau terlalu menggampangkan dalam urusan agama.

Beliau juga meluruskan pemahaman tentang hadis ini yang biasanya dipahami bahwa jalan menuju surga hanyalah dengan shalat, puasa, menghalalkan yang halal, dan mengharamkan yang haram saja. Lebih dari itu, maksud hadis ini adalah agar kita dapat istiqamah secara sempurna dalam menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan agama.

Lalu, mengapa An-Nu’man tidak menyebutkan zakat dan haji secara spesifik pada hadis tersebut? Bukankah hal itu termasuk kewajiban yang juga harus dijalankan seperti shalat dan puasa?

Dr. Mustafa Dieb menjelaskan bahwa dimungkinkan sekali ketika itu masih belum diwajibkan zakat dan haji. Bisa juga disebabkan ia tidak mampu melaksanakan ibadah tersebut sehingga tidak diwajibkan untuknya. Sehingga ia hanya menjalankan kewajiban-kewajiban yang ia mampu laksanakan dengan mengharap ridha Allah swt. Bisa juga zakat dan haji itu sudah masuk dalam ungkapan “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.”

Hadis di atas juga menunjukkan tentang pentingnya kualitas dalam beribadah dari pada kuantitas. Lebih baik sedikit meskipun hanya yang wajib-wajib saja tetapi istiqamah, ikhlas, dan sabar dalam menjalankannya dari pada ingin menjalankan banyak ibadah tetapi hanya sekedarnya saja dan tidak istiqamah.

Selain itu, kita juga dapat belajar dari hadis tersebut cara berdakwah Nabi saw. yang mempermudah umatnya bukan mempersulit. Beliau tidak membebankan umatnya dengan amalan-amalan yang mempersulitnya. Mereka cukup disuruh istiqamah dengan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan agama. Sehingga, jawaban Nabi saw. bahwa amalan yang dilakukan oleh An-Nu’man tersebut dapat memasukkannya ke dalam surga sangat membuatnya lega.

Sayangnya, masih ada saja sebagian oknum yang masih mengkafir-kafirkan saudaranya sesama muslim. Padahal mereka sama-sama menjalankan shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Bahkan tidak jarang ada yang saling mencap masuk neraka hanya karena berbeda pandangan saja. Na’udzubillah.

Demikianlah sedikit penjelasan hadis kedua puluh dua dalam kitab Al-Arbain An-Nawawiyyah ini. Semoga kita diberikan kekuatan dan kemudahan oleh Allah dalam menjalankan ibadah-ibadah baik mahdhah maupun ghairu mahdhah dengan istiqamah. Sehingga kita dapat meraih ridha dan surga-Nya. Aamiin. Wa Allahu a’lam bis shawab. 

Annisa Nurul Hasanah
Annisa Nurul Hasanah
Penulis adalah peneliti el-Bukhari Institute

Artikel Terkait

spot_img

Artikel Terbaru