Hadispedia.id – Pada hadis kedua puluh empat, imam Nawawi dalam kitab Al-Arbain menghadirkan hadis qudsi. Hadis qudsi adalah hadis yang diriwayatkan Rasulullah saw. dari Allah swt. melalui malaikat Jibril a.s. Namun, redaksinya diserahkan kepada Rasulullah saw. Berbeda dengan Al-Qur’an yang makna dan lafadznya dari Allah swt. Hadis qudsi berikut ini adalah seputar tips dari Allah untuk menjadi hamba-Nya yang sebenar-benarnya.
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: “يَا عِبَادِيْ؛ إِنِّيْ حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا، يَا عِبَادِيْ؛ كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِيْ أَهْدِكُمْ، يَا عِبَادِيْ؛ كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ، فَاسْتَطْعِمُوْنِيْ أَطْعِمْكُمْ، يَا عِبَادِيْ؛ كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ، فَاسْتَكْسُوْنِيْ أَكْسُكُمْ، يَا عِبَادِيْ؛ إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا، فَاسْتَغْفِرُوْنِيْ أَغْفِرُ لَكُمْ، يَا عِبَادِيْ؛ إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوْا ضُرِّيْ فَتَضُرُّوْنِيْ، وَلَنْ تَبْلُغُوْا نَفْعِيْ فَتَنْفَعُوْنِيْ، يَا عِبَادِيْ؛ لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوْا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ. مَا زَادَ ذَلِكَ فِيْ مُلْكِيْ شَيْئًا، يَا عِبَادِيْ؛ لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوْا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ. مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِيْ شَيْئًا، يَا عِبَادِي؛ لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُم وَآخِرَكُمُ، وَإنْسَكُم وَجِنَّكُمْ، قَامُوْا فِيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِيْ، فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ. مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِيْ إلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ، يَا عِبَادِيْ؛ إنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيْهَا لَكُمْ، ثُمَّ أُوَفِّيْكُمْ إيَّاهَا، فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُوْمَنَّ إلَّا نَفْسَهُ” رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Abu Dzar Al-Ghifari r.a. berkata, Nabi saw. mensabdakan firman Allah swt.,
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman kepada diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian. Karena itu, jangan saling menzalimi.
‘Wahai hamba-Ku, kalian semua tersesat, kecuali yang Ku-beri petunjuk. Karena itu, mintalah petunjuk kepada-Ku, pasti Ku-beri petunjuk.
Wahai hamba-Ku, kalian semua lapar, kecuali yang Ku-beri makan. Karena itu, mintalah makan kepada-Ku, pasti Ku-beri makan.
Wahai hamba-Ku, kalian semua telanjang, kecuali yang Ku-beri pakaian. Karena itu, mintalah pakaian kepada-Ku, pasti Ku-beri pakaian.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semua berbuat salah di malam dan siang hari. Sedangkan Aku mengampuni semua dosa. Karena itu, mintalah ampun kepada-Ku, pasti Ku-ampuni.
Wahai hamba-Ku, kalian tidak dapat menjangkau kemudharatan-Ku. Karena itu, sedikitpun kalian tidak mampu menimpakan mudharat kepada-Ku. Kalian juga tidak dapat menjangkau kemanfaatan-Ku. Karena itu, kalian sedikitpun tidak mampu memberi manfaat kepada-Ku.
Wahai hamba-Ku, andaikan kalian semua, yang pertama dan terakhir, dari bangsa manusia dan jin, menjadi seperti orang yang paling bertakwa di antara kalian, sama sekali tidak menambah kekuasaan-Ku.
Wahai hamba-Ku, andaikan kalian semua, yang pertama dan terakhir, dari bangsa dan jin, menjadi seperti orang paling jahat di antara kalian, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Ku.
Wahai hamba-Ku, andaikan kalian semua, yang pertama dan terakhir, dari bangsa manusia dan jin, berkumpul di satu daratan, mengajukan permintaan kepada-Ku, lalu masing-masing aku kabulkan permintaannya. Hal itu sama sekali tidak mengurangi kekayaan-Ku, kecuali hanya seperti jarum yang dicelupkan ke laut.
Wahai hamba-Ku, semua itu adalah amal perbuatan kalian. Aku hitung lalu Kuberi balasan. Karena itu, barang siapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa mendapatkan selain itu, hendaklah tidak mencela kecuali dirinya sendiri.” (H.R. Muslim)
Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah dalam kitab Al-Fawaid Al-Musthafawiyyah menjelaskan bahwa pada hadis qudsi tersebut, betapa Allah swt. sangat memuliakan hamba-hambaNya. Hal ini dapat dilihat dari cara Allah swt. memanggil dengan panggilan Ya ‘Ibadi’ (wahai hamba-hamba-Ku).
Allah swt. memanggil dengan disandarkan langsung kepada Dzatnya, bukan kepada nama-Nya, seperti Ya Ibadallah (Wahai hamba-hamba Allah). Allah swt. juga tidak memanggil dengan panggilan Ya ayyuhal muslimun (wahai orang-orang Islam) dan Ya ayyuhan nas (wahai manusia).
Baca juga: Hadis Jalan Menuju Surga
Ibaratnya seperti ketika bapak dan ibu kita memanggil dengan panggilan ‘Anakku’, pasti perasaan kita sangat senang. Betapa mereka memuliakan kita dengan panggilan itu. Sebuah panggilan yang mengindikasikan dalamnya rasa kasih sayang yang mereka miliki kepada kita. Begitu pula perasaan yang seharusnya ada pada diri kita saat membaca hadis qudsi tersebut. Allah swt. memanggil kita dengan panggilan sayang ‘Wahai hamba-hamba-Ku’.
Lebih lanjut, Dr. Ahmad Ubaidi Hasbillah juga menerangkan bahwa semua dari kita adalah hamba-hamba Allah swt. Namun, masalahnya adalah apakah kita sudah menjadi hamba-hambaNya yang sebenar-sebenarnya? Pada posisi manakah kita di hadapan-Nya? Sebagaimana kita ketahui bahwa semua manusia memang hamba Allah. Baik ia taat atau maksiat, baik laki-laki atau perempuan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Namun, semua itu masih dalam kategori hamba secara umum, belum hamba Allah swt. yang hakiki.
Oleh sebab itu, panggilan hamba-Ku pada hadis tersebut mengindikasikan secara tidak langsung bahwa Allah swt. mengingatkan kita agar menjadi hamba-Nya yang sebenar-benarnya. Yakni dengan tidak melakukan syirik dalam kondisi apapun. Sebagaimana pesan pertama dalam hadis qudsi tersebut, Allah swt. melarang berbuat zalim.
Zalim adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan perbuatan zalim yang paling besar adalah berbuat syirik. Yakni memosisikan makhluk pada posisi Sang Pencipta. Syirik itu ada kalanya yang jalli (jelas), seperti orang menyembah patung, pohon, atau batu. Ada juga syirik khafi (samar), seperti bersandar sepenuhnya pada harta.
Baca juga: Kitab-kitab Populer dalam Ilmu Hadis
Pada hadis tersebut, Allah swt. juga mengingatkan kepada kita bahwa segala sesuatu itu adalah milik-Nya dan atas kehendak-Nya. Baik itu hidayah, makanan, pakaian, ampunan, dan lainnya. Sehingga, kita tidak boleh putus asa dalam menjalani hidup ini, karena semuanya adalah milik Allah swt. Hanya kepada-Nya lah tempat meminta segala sesuatu, bukan kepada selain-Nya.
Selain itu, kita pun tidak boleh sombong ketika memiliki harta yang melimpah atau ilmu yang luas. Lagi-lagi semua itu adalah anugerah yang diberikan Allah swt. yang kapanpun Dia boleh mengambilnya. Maka, sudah semestinya ucapan rasa syukur senantiasa kita haturkan kepada-Nya. Wa Allahu a’lam bis shawab.