Hadispedia.id – Al-Imam An-Nasa’i berkata dalam kitab Sunan-nya pada bab larangan membelakangi kiblat ketika buang hajat,
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا
Muhammad bin Manshur telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Atha’ bin Yazid dari Abu Ayyub bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya pada saat buang air besar atau buang air kecil, tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat.”
Penjelasan:
Posisi Nabi saw. saat itu adalah berada di Madinah. Sementara, letak geografis Madinah dari Makkah adalah arah utara. Sehingga, Nabi saw. memerintahkan agar menghadap timur atau barat.
Oleh sebab itu, maka hadis tersebut tidak dapat diterapkan secara tekstual, sebab tidak sesuai dengan letak tempat Rasulullah saw. menyampaikan hadis tersebut. Misalnya di Indonesia, letak Indonesia dari Makkah adalah arah timur. Apabila kita mengamalkan hadis ‘Menghadaplah ke timur atau barat” secara tekstual, maka pengertiannya adalah “Menghadaplah ke kiblat atau membelakanginya”.
Maka, makna hadis di atas ketika kita hendak mempraktekkannya dalam konteks Indonesia adalah “Menghadaplah ke utara atau selatan”. Sehingga, orang yang buang hajat tidak menghadap kiblat atau membelakanginya.
Pemahaman hadis seperti ini disebut oleh almarhum KH. Ali Mustafa Ya’qub di dalam kitab At-Thuruq As-Shahihah fi Fahm As-Sunnah An-Nabawiyah dengan metode Geografi dalam Hadis. Hadis-hadis yang perlu dipahami dengan menggunakan ilmu geografi agar tidak keliru dalam memahaminya.