Hadispedia.id – Selain menjadi sumber hukum primer, Al-Qur’an juga menjadi petunjuk dan pelita hati bagi umat Islam. Keindahan tiap ayat-ayatnya serta kandungan-kandungan nilai ajarannya mengindikasikan kedudukannya sebagai kitab suci pedoman hidup umat Islam di seluruh dunia. Namun, eksistensi dari Al-Qur’an tersebut juga tidak akan ada artinya jika umat Islam enggan bersungguh-sungguh ‘memelihara’ keberadaannya dalam hati mereka.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ قَابُوسَ بْنِ أَبِي ظَبْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ القُرْآنِ كَالبَيْتِ الخَرِبِ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Qabus bin Abi Dhabyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada sedikitpun Al-Qur’an ibarat rumah yang runtuh”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi (w. 279 H) dalam al-Jami’ As-Shahih Sunan At-Tirmidzi, pada salah satu bab keutamaan Al-Qur’an (أبواب فضائل القرآن), nomor hadis 2913, jilid 5. Hadis ini juga ditemukan dalam Al-Mustadrak ‘ala As-Shahihain karya Abu Abdullah Al-Hakim An-Naisaburi (w. 405 H) pada pembahasan ‘Keutamaan-keutamaan Al-Qur’an (كتاب فضائل القرآن)’. Dengan redaksi matan yang sedikit berbeda, hadis ini juga terdapat dalam Sunan Ad-Darimi pada bab ‘Keutamaan Orang yang Membaca Al-Qur’an (باب فضل من قرأ القرآن)’, dan Musnad Ahmad bin Hanbal pada pembahasan ‘Musnad Bani Hasyim’, pada bab ‘Awal Musnad Abdullah bin Abbas’:
حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ قَابُوسَ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الرَّجُلَ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ القُرْآنِ ، كَالْبَيْتِ الْخَرِبِ
Dari segi sanad hadis, Imam At-Tirmidzi memberikan komentar status hadis dengan menyebut “حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ”, yang berarti hadis ini shahih dari segi satu sanad dan hadis hasan dari segi sanad lain. Sedangkan menurut riwayat Ahmad, Ad-Darimi, dan Al-Hakim, hadis ini disebut sebagai “صَحِيْحُ الإسْناد”, yaitu hadis yang shahih sanadnya.
Jarir bin ‘Abdu Al-Hamid adalah rawi yang tsiqah, sedangkan Qabus bin Abi Dzabyan Al-Kufi adalah rawi dhaif karena statusnya disebutkan “فَيْهِ لَينٌ”. Adapun ‘أبيه’ yang dimaksud di sini adalah ayah Qabus yang bernama Husain bin Jundab Al-Kufi, merupakan seorang rawi tsiqqah, seperti halnya Abdullah bin Abbas.
Walaupun terdapat rawi yang layyin namun hal ini tidak terlalu berpengaruh pada status hadis, karena kedhaifannya berhubungan dengan hafalan rawi tersebut yang lemah bukan tentang ‘adalah-nya. Selain itu, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dalam Mustadrak-nya, yang mana kriteria perawinya sesuai dengan kriteria Imam Al-Bukhari dan Muslim. Oleh karenanya, hadis ini bisa disebut sebagai hadis shahih atau minimal hadis hasan.
Dari segi matan hadis, Abul ‘Ula Muhammad bin Abdul Rahman bin Abdul Rahim Al-Mubarakfuri (w. 1353 H) dalam kitabnya Tuhfat Al-Ahwadzi Syarh Jami’ At-Tirmidzi, menyebutkan lafadz ‘jaufihi’ berarti ‘qalbihi’ atau hatinya. Hal ini untuk menonjolkan arti suatu tempat daripada suatu keadaan. Adapun lafadz ‘al-Kharib’ berarti runtuh, roboh, dan hancur. Perumpamaan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa hati yang di dalamnya terdapat Al-Qur’an ibarat sebuah bangunan atau rumah yang dihias dan diisi dengan sedikit maupun banyaknya perabotan di dalamnya. Sedangkan jika rumah tersebut dibiarkan kosong tanpa ada penghuni, perabotan maupun hiasan-hiasan, maka ia akan kotor dan lapuk, hanya tinggal menunggu kerusakan serta kehancurannya.
Begitu pun hati yang dibiarkan kosong tanpa ada Al-Qur’an di dalamnya, ia akan ‘mati’ dan tertutup dalam menerima ajaran-ajaran Islam, sampai tiba saat kehancurannya seperti rumah yang dibiarkan kosong oleh penghuninya. Maka sudah seharusnya hati manusia diisi dan dihiasi dengan mempertebal keimanan dan meningkatkan rasa cinta kepada Allah dengan cara membaca dan mentadabburi kalam-kalam-Nya, sehingga ia akan terus hidup dipenuhi pelita Al-Qur’an di dalam hatinya.
Dalam kitab Dalil Al-Falihin li Thuruqi Riyadh As-Shalihin karya Muhammad bin ‘Alan al-Shadiqi As-Syafi’i (w. 1057 H) disebutkan, hadis ini juga merupakan anjuran untuk menghafalkan Al-Qur’an baik sebagian maupun secara keseluruhan dan bersungguh-sungguh di dalamnya. Hal ini bertujuan agar hati kita tidak roboh dan rusak karena kosong tanpa ada hiasan berupa hafalan Al-Qur’an di dalamnya, seperti rumah yang dibiarkan terbengkalai karena tidak ada penghuni dan kegunaannya. Oleh karena itu, hati kita juga harus tetap dirawat dan dijaga agar tidak rapuh dan tetap ‘berpenghuni’ melalui kehadiran kalam-kalam-Nya, dengan cara senantiasa membaca, menghafal, dan yang terpenting dengan mengamalkan nilai-nilai kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a’lam.