Hadispedia.id – Pada pertemuan kedua kajian kitab Bulughul Maram, pembahasannya adalah seputar hadis standar kesucian air. Hal ini disebabkan karena Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani memulai kitabnya dengan pembahasan at-thaharah atau bersuci dan bab pertamanya adalah tentang air.
Hadis kedua pada kitab Bulughul Maram yang dibacakan oleh Ustadz M. Khairul Huda adalah tentang air itu suci mensucikan dan tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun. Hadis ini riwayat Sahabat Nabi yang bernama Abu Sa’id Al-Khudri r.a.
Beliau berasal dari suku Anshar, penduduk Madinah asli. Ayahnya sudah masuk Islam dan wafat pada perang Uhud. Beliau menjadi yatim setelah itu. Saat itu, usia beliau masih 13 tahun. Beliau pernah mengajukan diri untuk ikut perang pada saat itu dan ditolak oleh Rasulullah saw.
Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. itu bukan penghobby perang. Tidak ingin membentuk milisi anak. Tidak punya tujuan mengorbankan anak-anak atau memiliterisasi anak. Dunia hari ini pun melarang militerisasi anak. Ini sudah dilakukan dan dituntunkan Rasulullah saw. 1400 tahun yang lalu bahwa tentara anak bukanlah sesuatu yang baik. Tidak perlu dijadikan strategi untuk mendapatkan kemenangan.
Baca juga: Sekolah Hadis El-Bukhari Institute Membuka Pendaftaran Member Baru
Abu Sa’id Al-Khudri r.a. meninggal pada tahun 70 an hijriyah. Artinya beliau termasuk sahabat muda dan banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw. Umumnya memang sahabat yang meriwayatkan hadis itu yang umurnya panjang, wafatnya di atas tahun 50 hijriyah. Mereka menjadi Al-Muktsiruna minas shahabah atau sahabat-sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, misalnya adalah sahabat Abu Hurairah.
Abu Hurairah r.a. masuk Islam pada tahun 7 H. meninggalnya di atas tahun 50 an dan riwayatnya sangat banyak, bahkan yang terbanyak. Kemudian sayyidah Aisyah r.a. juga begitu, Ibnu Umar r.a., dan Anas bin Malik r.a., beliau malah 80 an hijriyah.
Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri r.a. ini adalah hadis tentang air sumur Budha’ah atau Bidha’ah, bunyi hadisnya ini:
إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْء
Asbabul wurud hadis ini itu ada beberapa. Tetapi untuk riwayat Abu Sa’id Al-Khudri r.a. ini sababul wurudnya adalah tentang sumur Budha’ah atau Bidha’ah. Sebuah sumur yang ada di kota Madinah yang berada di dataran rendah. Jadi, kalau ada hujan deras, air di kota Madinah ini mengalir ke arah sumur Bidha’ah ini.
Air itu membawa kotaran-kotaran yang ada di kota Madinah. Digambarkan ada di sana bangkai dan bekas pembalut perempuan yang haid. Artinya sumur ini kemasukan barang najis dan kotoran. Tapi, air sumur ini digunakan oleh warga kota Madinah untuk berbagai macam aktifitas termasuk bersuci, berwudhu, dan mandi besar juga.
Baca juga: Lebih Dekat dengan Sekolah Hadis El-Bukhari Institute
Akhirnya muncul pertanyaan dan kegelisahan dari kalangan sahabat. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah saw. tentang status sumur Bidha’ah itu. Apakah suci ataukah najis. Lalu, Rasulullah saw. memberikan jawaban sebagaimana hadis di atas, yakni air itu suci dan mensucikan. Beliau menggunakan lafadz thahuurun ini merupakan bentuk mubalaghah. Yakni secara dzatiyahnya suci dan ia fungsional bisa digunakan untuk membersihkan untuk yang lainnya. Al-Ma’ pada hadis tersebut yang dimaksud adalah sumur Bidha’ah. Dalam ilmu Nahwu al nya adalah lit ta’rif. Yaitu al yang definitif yang menunjukkan pengertian tertentu. Jadi, bukan seluruh air, tapi air tertentu.
La yunajjisuhu syaiun, tidak membuatnya najis sesuatu apapun. Artinya sesuatu najis dan kotoran yang masuk ke dalamnya tidak membuatnya najis. Inilah asbabul wurudnya. Tetapi, dalam konteks fikih hadis yang pertama digeneralisir. Karena ada kaidah Al-‘Ibrah bi umumil lafadz la bi khususis sabab bahwasannya yang diprioritaskan adalah keumuman lafadznya, bukan kekhususan sababnya. Jadi, al-ma’ di sini adalah semua air, tidak hanya sumur Bidha’ah itu pada dasarnya adalah thahurun; suci dan mensucikan.
Selanjutnya, kajian kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih 45 menit ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia.