Hadispedia.id – Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan setiap muslim yang baligh dan berakal. Dalil kewajibannya termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183. Sedangkan dalil hadisnya adalah riwayat Ibnu Umar r.a. di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa “Islam dibangun di atas lima perkara,” antara lain di dalamnya disebutkan “dan puasa Ramadhan”.
Puasa Ramadhan diwajibkan pertama kali kepada Nabi Muhammad dan kaum muslimin pada tahun ke-2 Hijriyah. Puasa sendiri secara bahasa berarti menahan diri. Sedangkan menurut syara’, puasa adalah menahan diri dari kedua jenis syahwat, yakni syahwat perut dan kemaluan sejak terbit fajar yang kedua sampai dengan tenggelamnya matahari yang disertai niat.
Terkait dengan pembahasan puasa, imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Bulughul Maram mengawali pembahasan bab puasa dengan hadis berikut ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لاَ تَقَدَّمُوْا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ” متفق عليه.
Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu mendahului puasa Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi lelaki yang (biasa) melakukan puasa (tertentu), maka hendaklah dia berpuasa.” Muttafaqun ‘Alaih
Imam As-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam syarah Bulughul Maram mengatakan bahwa hadis ini menjadi dalil keharaman berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan. Sebagian ulama juga melarang puasa sejak tanggal 16 Sya’ban atau lima belas hari menjelang Ramadhan. Hal ini berdasarkan pada hadis riwayat Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Jika sudah memasuki pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (H.R. Para Imam pemilik kitab Sunan dan lainnya). Disebutkan pula bahwa larangan puasa pada pertengahan bulan Sya’ban berhukum makruh, sementara dua atau satu hari menjelang Ramadhan itu haram.
Sementara itu, dalam kitab Ibanatul Ahkam dijelaskan bahwa hikmah Nabi saw. melarang berpuasa sehari atau lebih dari itu sebelum Ramadhan adalah agar amalan sunat tidak bercampur dengan amalan fardu. Di samping itu juga agar tidak ditambahkan ke dalam Ramadhan hal-hal yang seharusnya tidak termasuk di dalamnya.
Ibadah puasa itu berkaitan dengan ru’yah (melihat anak bulan). Barang siapa yang mendahuluinya dengan berpuasa sehari atau dua hari (meskipun) dengan niat berhati-hati, maka dia melakukan perbuatan yang menentang hukum syariat Islam.
Meskipun demikian, Nabi saw. di akhir redaksi sabda beliau membolehkan seseorang yang mempunyai kebiasaan berpuasa. Misalnya, dia biasa melakukan puasa ad-dahr (puasa setahun), puasa senin kamis, atau puasa sunnah lainnya. Maka, dia diperbolehkan melakukan puasa pada hari itu (yang bertepatan pada sehari atau dua hari menjelang Ramadhan) demi memelihara kebiasaaannya, karena amalan yang paling disukai Allah adalah amal yang dilakukan secara terus menerus.
Demikianlah hadis larangan berpuasa menjelang Ramadhan. Meskipun dengan alasan sebagai langkah berjaga-jaga khawatir memang sudah masuk Ramadhan, karena itu berarti sama dengan menentang ketetapan syariat Islam dan mencampuradukkan antara sunat dengan fardu. Lagi pula, penetapan Ramadhan sudah ditentukan oleh hisab dan ru’yatul hilal. Kecuali bagi orang yang sudah biasa berpuasa, maka boleh baginya berpuasa menurut kebiasaannya meskipun bertepatan sehari atau dua hari menjelang Ramadhan. Apalagi bagi yang masih memiliki hutang puasa. Wa Allahu a’lam bis shawab.