Imam Bukhari: Belajar Lebih dari Seribu Guru Hingga Lahirkan Karya Fenomenal

Hadispedia.id- Ketika mendengar hadis shahih sering kali disandingkan dengan sebuah nama yakni Imam Bukhari. Ya, hadis-hadis shahih banyak diriwayatkan oleh beliau dan disusun dalam sebuah kitab, salah satu karyanya yang fenomenal berjudul al-Jami’ al-Shahih. Kitab hadisnya ini kemudian menjadi rujukan bagi umat muslim setelah Al-Qur’an.

Biografi Imam Bukhari

Beliau memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah al-Bukhari al-Ja’fi. Lebih dikenal dengan nama al-Bukhari, hal ini disandarkan pada tempat lahirnya yaitu Bukhara (kini dikenal dengan nama Uzbekistan), pada hari Jumat tepatnya tanggal 13 Syawal 194 H/ 810 M. Adapun Abu Abdillah merupakan nama kunyahnya.

Imam Bukhari merupakan putra dari seorang ulama hadis. Ayahnya terkenal dengan ketaqwaan dan sifat wara’nya. Selain itu, ayah Imam Bukhari berguru pada sejumlah ulama termasyhur, seperti Malik bin Anas, Hammad bin Zaid dan Ibn Mubarak. Namun, ayahnya wafat ketika beliau masih kecil dan meninggalkan harta yang berkecukupan. Kemudian harta tersebut digunakan oleh ibunya untuk biaya pendidikan Imam Bukhari. Sementara kakek buyutnya adalah Mughirah diislamkan oleh Yaman al-Ja’fi, seorang Gubernur Bukhara. Oleh karena itu beliau dikatakan al-Ja’fi.

Ketika kecil, Imam Bukhari sempat mengalami kebutaan akibat rasa sakit yang diderita pada matanya. Keadaan ini terus beliau hadapi hingga Allah memberikan kesembuhan pada penglihatannya atas usaha yang tekun dilakukan oleh ibunya.

Baca juga: Mengenal Sosok Usman bin Affan: Perawi Hadis yang Penuh kehati-hatian

Perjalanan Intelektual dan Seribu Guru

Perjalanan intelektual Imam Bukhari diawali sejak usia belia di daerahnya dan telah berhasil menghafalkan Al-Qur’an. Inilah salah satu faktor Imam Bukhari diilhami oleh Allah swt. kesenangan menghafal hadis-hadis Nabi sejak kecil. Beliau meraup ilmu dari ulama setempat, seperti Muhammad bin Salam al-Bikandi, Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Ja’far bin Yaman al-Ju’fi al-Musnidi serta ulama lainnya. 

Pada usia enam belas tahun, Imam Bukhari berhasil menghafal kitab karangan Imam Waki’ dan Ibnul Mubarak. Kemudian pada usia 17 tahun, beliau dipercaya oleh seorang gurunya Muhammad bin Salam al-Bikandi untuk mengoreksi karangan-karangannya. Menginjak usia 18 tahun, Imam Bukhari beserta ibu dan saudaranya melaksanakan ibadah haji, dan beliau memutuskan untuk menetap di sana melanjutkan belajar mendalami hadis Nabi.

Di usia remaja Imam Bukhari menetap di Madinah dan menyusun kitab Tarikh al-Kabir. Perjalanannya dalam mendalami hadis mempertemukannya dengan banyak ulama hadis di berbagai negara. Tidak cukup di Bukhara, Imam Bukhari berkelana ke berbagai negara, di antaranya Madinah, Khurasan, Irak, Mesir, Makkah, Asqala, dan Syam. Dari berbagai negara yang dikunjungi, beliau telah berguru kepada seribu ulama dan mengumpulkan sekitar 600.000 hadis.

Soal banyaknya guru yang beliau datangi, Imam Bukhari mengatakan sendiri, “Aku menulis (hadis) dari seribu lebih syaikh. Dari setiap syaikh itu, aku tulis sepuluh ribu riwayat bahkan lebih. Tidaklah hadis padaku kecuali aku sebutkan sanadnya (juga).”

Beberapa ulama besar yang menjadi guru beliau adalah Imam Ishaq bin Rahawaih, Imam Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Imam Abu Nu’aim Fadhl bin Dukain, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ali bin al-Madani, Imam Yahya bin Ma’in, Imam Makki bin Ibrahim al-Balkhi, Abdan bin Utsman, Imam Abu Ashim an-Nabil, dan Muhammad bin Isa ath-Thabba’.

Tekad dan kesungguhannya dalam mendalami hadis beliau lakukan hingga mengunjungi kota Baghdad delapan kali. Dalam setiap kedatangannya ke kota Baghdad, Imam Bukhari berjumpa dan berkumpul dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Beberapa faktor yang membuat Imam Bukhari memiliki banyaknya guru di antaranya karena ia belajar sejak usia belia dan mendatangi para ulama di berbagai negara.

Baca juga: Mengenal Seorang Panglima Hadis Syekh Nuruddin ‘Itr

Masyhur dengan Kekuatan Hafalan

Perjalanannya dalam mendalami hadis ke berbagai negara, nama Imam Bukhari terkenal di kalangan para ulama. Dalam menghafal hadis, beliau tidak hanya menghafal matannya, akan tetapi lengkap dengan sanad bahkan biografi dari pada perawi yang menukil hadis. Banyak pula  yang mengisahkan bahwa dengan kecerdasan dan daya ingat kuatnya membuat Imam Bukhari mampu menghafal suatu buku hanya dengan sekali membacanya. Kecerdasan dan kekuatan hafalannya yang tak dapat lagi diragukan, membuat banyak ulama ingin menguji kemampuannya. 

Dikisahkan suatu hari ketika Imam Bukhari berada di kota Baghdad semua orang berkumpul untuk menyaksikan kemampuan beliau dalam menghafal. Para ulama telah mempersiapkan hadis-hadis yang akan diajukan kepada Imam Bukhari tetapi dengan sanad dan matan yang sengaja diubah. Setiap orang memegang hadis untuk diajukan kepada beliau. Satu persatu pertanyaan dijawab oleh Imam Bukhari. Hingga setiap mendapati hadis yang telah diubah sanad dan matannya beliau menjawab dengan, “Aku tidak mengenalnya”.

Awalnya, semua orang meremehkan kemampuan beliau. Namun, setelah semua pertanyaan selesai, Imam Bukhari menjelaskan satu persatu hadis dan mengoreksi setiap hadis yang matan dan sanadnya telah diubah. “Hadismu yang pertama seharusnya demikian, yang kedua demikian, yang ketiga demikian.” Beliau satukan antara sanad dan matan yang sesuai. Hingga para ulama dan semua orang yang hadir berdecak kagum akan kemampuannya.

Tak hanya di Baghdad, ketika Imam Bukhari di Samarkand, beliau mengalami hal yang serupa. Sekitar empat ratus ulama hadis di sana menguji beliau dengan hadis-hadis yang sanad dan nama perawi telah dicampuradukkan. Menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam Penduduk Irak dan menempatkan matan pada bukan sanadnya. Lalu para ulama membacakan hadis dan sanadnya. Dengan cekatan, beliau mengoreksi satu demi satu dan menempatkan hadis serta matannya degan sesuai.

Dengan kejadian tersebut tidak ada keraguan akan kekuatan hafalan dan kecerdasaannya Imam Bukhari. Tentang ini, Abu Ja’far pernah menanyakan kepada beliau, “Apakah engkau hafal seluruh riwayat yang engkau masukkan dalam kitabmu?” Imam Bukhari menjawab, “Tidak ada yang kabur dari hafalanku seluruhnya.”

Untuk mendapatkan ingatan yang kuat, Imam Bukhari berkata, “Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat (menguatkan) hafalan daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah tulisan. Karena kecerdasaannnya, beliau mendapatkan beberapa gelar di antaranya; Syaikhul Islam, Imam para huffazh, dan Amirul mukminin dalam bidang hadis.

Baca juga: Apa itu Hadis Mutawatir?

Wafatnya Imam Bukhari

Pada masa akhir hidupnya, Imam Bukhari banyak mengalami kekerasan dan dipaksa oleh pemerintah untuk meninggalkan negaranya. Kemudian pada tahun 256 H, tepatnya tanggal 30 Ramadhan malam ‘Idul Fitri pada usia 62 tahun di daerah Khirtand, yaitu suatu daerah tidak jauh dari Samarkand. Wallahu a’lam.

Linda Wahyuni Adam
Linda Wahyuni Adam
Linda Wahyuni Adam, Alumni Duta Gemari Baca Batch 4 dan Mahasiswa Ilmu Alquran Tafsir IKHAC.

Artikel Terkait

spot_img

Artikel Terbaru