Hadispedia.id – Istilah mutasyabih agaknya lebih populer dalam Ulumul Qur’an, Ulumut Tafsir, dan Ushul Fiqh. Hal ini disebabkan karena terdapat ayat khusus di dalam Al-Qur’an yang menyebut istilah ayat-ayat mutasyabihat (jamak dari mutasyabih) yang merupakan lawan dari ayat-ayat muhkamat.
Istilah ini kemudian dipakai oleh ulama tafsir dan ushuli dan dikembangkan pembahasannya. Secara sederhana, mutasyabih berarti ayat-ayat yang membutuhkan takwil, karena maknanya samar. sedangkan muhkamat adalah ayat-ayat yang jelas maknanya, sehingga tidak membutuhkan takwil.
Dalam ilmu hadis, pengertian mutasyabih dengan pengertian di atas dikenal dengan istilah mukhtalaful hadis, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Nuzhah al-Nazhar. Namun, dalam Ilmu Hadis, juga terdapat istilah mutasyabih dengan pengertian yang berbeda. Mutasyabih dalam ilmu hadis terbagi dua macam:
Pertama, adanya kesamaan nama antara dua orang perawi hadis atau lebih. Kesamaan tersebut dari sisi penulisan dan pelafalan. Akan tetapi, nama bapak dari masing-masingnya berbeda secara pelafalan namun sama dari sisi penulisan.
Di antara perawi hadis yang termasuk dalam kategori ini adalah Muhammad ibn ‘Uqail dan Muhammad ibn ‘Aqil (محمد بن عقيل و محمد بن عقيل). Nama perawinya sama-sama Muhammad. Sama dari sisi penulisan dan pelafalan. Sedangkan nama ayahnya hanya sama dari sisi penulisannya, namun pelafalannya berbeda karena berbeda harokatnya.
Kedua, adanya kesamaaan nama ayah dari dua orang perawi atau lebih, dari sisi pelafalan dan penulisan, akan tetapi nama perawi itu sendiri berbeda dari sisi pelafalan sekalipun penulisannya sama.
Di antara perawi hadis yang termasuk dalam kategori ini adalah Syuraih ibn An-Nu’man dan Suraij ibn An-Numa’an. Jika ditulis dengan teks Arab lama, tanpa menggunakan titik dan harkat, maka tulisannya seperti ini سريج بن النعمان. Nama ayah dari kedua rawi ini adalah sama dari sisi pelafalan dan penulisan, akan tetapi nama rawi itu sendiri berbeda dari sisi pelafalan, meskipun penulisannya sama.
Dari contoh di atas, dapat diketahui bahwa kesamaran antara dua orang rawi yang berbeda atau lebih terjadi karena pengaruh cara penulisan teks arab, dan cara pelafalannya. Oleh karena itu, ulama ilmu hadis, juga memasukkan kesamaan penulisan nun dan ra` ke dalam kategori mutasyabih. Misalnya nama “Hunain” dan “Jabir” jika ditulis dengan tulisan tangan yang kurang rapi, serta tidak diberi titik dan harkat, maka akan terlihat sama.
Pembahasan ini tentu penting untuk diketahui, agar tidak salah orang ketika ingin meneliti seorang perawi hadis. Apalagi antara dua orang yang terlihat sama itu berbeda tingkatan ke’adalahannya. Bisa saja seoarang rawi dianggap orang yang sama, ternyata berbeda. Begitu juga dalam membaca sanad, dengan mengetahui pembahasan ini, dapat dihindari kesalahan dalam membaca. Wa Allahu a’lam bis shawab.