Beranda blog Halaman 12

Hadis No. 132 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abu Daud
Sunan Abu Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab mengusap kedua khuff,

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ الدِّرْهَمِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ دَاوُدَ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَامِرٍ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ، أَنَّ جَرِيرًا، بَالَ، ثُمَّ «تَوَضَّأَ فَمَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ» وَقَالَ: مَا يَمْنَعُنِي أَنْ أَمْسَحَ وَقَدْ «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ»، قَالُوا: إِنَّمَا كَانَ ذَلِكَ قَبْلَ نُزُولِ الْمَائِدَةِ، قَالَ: مَا أَسْلَمْتُ إِلَّا بَعْدَ نُزُولِ الْمَائِدَةِ

Ali bin Al-Husain Ad-Dirhami telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Ibnu Daud telah menceritakan kepada kami, dari Bukair bin Amir, dari Abu Zur’ah bin Amr bin Jarir, bahwa Jarir pernah buang air kecil, kemudian dia berwudhu, lalu mengusap bagian atas khuffnya dan dia berkata, Apakah gerangan yang menghalangiku untuk mengusapnya, padahal aku telah melihat Rasulullah saw. mengusapnya. Para sahabat berkata, “Mengusap kedua khuff itu berlaku sebelum turunnya ayat pada surah Al-Maidah, maka dia menjawab, Aku tidaklah masuk Islam kecuali setelah turunnya surah Al-Maidah tersebut.”

Hadis No. 131 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abu Daud
Sunan Abu Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab mengusap kedua khuff,

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ يَعْنِي ابْنَ حَفْصِ بْنِ عُمَرَ بْنِ سَعْدٍ، سَمِعَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، أَنَّهُ شَهِدَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ يَسْأَلُ بِلَالًا، عَنْ وُضُوءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: كَانَ يَخْرُجُ يَقْضِي حَاجَتَهُ، فَآتِيهِ بِالْمَاءِ فَيَتَوَضَّأُ، وَيَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَمُوقَيْهِ»، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: هُوَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مَوْلَى بَنِي تَيْمِ بْنِ مُرَّةَ

Ubaidullah bin Mu’adz telah menceritakan kepada kami, dia berkata, ayahku telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dari Abu Bakr bin Hafsh bin Umar bin Sa’d, dia pernah mendengar Abu Abdillah dari Abu Abdirrahman As-Sulami, bahwa ia menyaksikan Abdurrahman bin Auf bertanya kepada Bilal tentang wudhunya Rasulullah saw., lalu dia menjawab, “Beliau pernah keluar untuk membuang hajatnya, lalu saya membawakannya air, kemudian beliau berwudhu dan mengusap sorbannya dan kedua sepatunya.” Abu Daud berkata, “Abu Abdillah adalah mantan budak Bani Tamim bin Murrah.”

Hadis No. 130 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abu Daud
Sunan Abu Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab mengusap kedua khuff,

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عُرْوَةَ بْنَ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، يَذْكُرُ عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَكْبِهِ وَمَعِي إِدَاوَةٌ فَخَرَجَ لِحَاجَتِهِ، ثُمَّ أَقْبَلَ فَتَلَقَّيْتُهُ بِالْإِدَاوَةِ فَأَفْرَغْتُ عَلَيْهِ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يُخْرِجَ ذِرَاعَيْهِ، وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ مِنْ صُوفٍ مِنْ جِبَابِ الرُّومِ، ضَيِّقَةُ الْكُمَّيْنِ، فَضَاقَتْ فَادَّرَعَهُمَا ادِّرَاعًا، ثُمَّ أَهْوَيْتُ إِلَى الْخُفَّيْنِ لِأَنْزَعَهُمَا، فَقَالَ لِي: «دَعِ الْخُفَّيْنِ، فَإِنِّي أَدْخَلْتُ الْقَدَمَيْنِ الْخُفَّيْنِ وَهُمَا طَاهِرَتَانِ فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا»، قَالَ أَبِي: قَالَ الشَّعْبِيُّ: شَهِدَ لِي عُرْوَةُ، عَلَى أَبِيهِ، وَشَهِدَ أَبُوهُ، عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، وَعَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى، أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ، قَالَ: تَخَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ هَذِهِ الْقِصَّةَ، قَالَ: فَأَتَيْنَا النَّاسَ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ يُصَلِّي بِهِمُ الصُّبْحَ [ص:39]، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَادَ أَنْ يَتَأَخَّرَ، فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ أَنْ يَمْضِيَ، قَالَ: فَصَلَّيْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهُ رَكْعَةً، فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى الرَّكْعَةَ الَّتِي سُبِقَ بِهَا، وَلَمْ يَزِدْ عَلَيْهَا، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ، وَابْنُ الزُّبَيْرِ، وَابْنُ عُمَرَ، يَقُولُونَ: «مَنْ أَدْرَكَ الْفَرْدَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ سَجْدَتَا السَّهْوِ

Musaddad telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami, dia berkata, ayahku telah menceritakan kepadaku, dari Asy-Sya’bi, dia berkata, aku mendengar Urwah bin Al-Mughirah bin Syu’bah menyebutkan dari ayahnya, dia berkata, Kami pernah bersama Rasulullah saw. dalam suatu rombongan, dan saya yang membawa tempat air. Lalu beliau pergi untuk buang hajat. Ketika beliau datang, saya menemui beliau sambil membawakan tempat air tersebut. Saya tuangkan tempat air itu untuk beliau, lalu beliau membasuh kedua telapak tangan dan muka. Kemudian beliau hendak mengeluarkan kedua lengannya sementara ketika itu beliau memakai jubah wol dari Romawi yang sempit kedua lengannya, maka beliau melepaskan kedua lengan itu. Setelah itu aku menunduk ke arah kedua khuff beliau untuk melepasnya. Maka beliau bersabda kepadaku, “Biarkanlah kedua khuff itu, karena saya memasukkan kedua kakiku ke dalam kedua khuff itu dalam keadaan suci kedua-duanya, beliau hanya mengusap bagian atas kedua khuff tersebut. Ayahku berkata, As-Sya’bi berkata, ‘Urwah bersaksi padaku atas ayahnya, dan ayahnya bersaksi atas Rasulullah saw.

Hudbah bin Khalid telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Hammam telah menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Al-Hasan dan dari Zurarah bin Aufa, bahwa Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, Rasulullah saw. pernah terlambat, lalu dia menyebutkan kisah ini, dia berkata, kemudian kami mendatangi orang-orang dan ternyata Abdurrahman bin Auf sedang shalat Shubuh bersama mereka. Tatkala Abdurrahman melihat Nabi saw., dia hendak mundur, namun beliau memberi isyarat kepadanya agar meneruskan shalatnya. Dia berkata, Maka saya bersama Nabi saw. shalat satu rakaat di belakang Abdurrahman, tatkala dia salam, Nabi saw. berdiri untuk melakukan shalat yang tertinggal, dan dia tidak menambahkannya. Abu Daud berkata, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu Az-Zubair, dan Ibnu Umar mengatakan bahwa barang siapa yang mendapati shalat sendirian (setelah bersama imam), maka dia harus melakukan sujud sahwi.

Hadis No. 129 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abu Daud
Sunan Abu Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab mengusap kedua khuff,

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ، ح وَحَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ، عَنِ التَّيْمِيِّ، حَدَّثَنَا بَكْرٌ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ ابْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «تَوَضَّأَ وَمَسَحَ نَاصِيَتَهُ – وَذَكَرَ – فَوْقَ الْعِمَامَةِ»، قَالَ: عَنِ الْمُعْتَمِرِ، سَمِعْتُ أَبِي، يُحَدِّثُ عَنْ بَكْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ ابْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، عَنِ الْمُغِيرَةِ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَمْسَحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ، وَعَلَى نَاصِيَتِهِ وَعَلَى عِمَامَتِهِ»، قَالَ بَكْرٌ: وَقَدْ سَمِعْتُهُ مِنَ ابْنِ الْمُغِيرَةِ

Musaddad telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ha’ (at-tahwil). Musaddad telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Al-Mu’tamir telah menceritakan kepada kami, dari At-Taimi, dia berkata, Bakr telah menceritakan kepada kami, dari Al-Hasan, dari Ibn Al-Mughirah bin Syu’bah, dari Al-Mughirah bin Syu’bah, bahwa Rasulullah saw. berwudhu dan mengusap ubun-ubunnya -Al-Mughirah menyebutkan-, di atas serbannya. Dia berkata dari Al-Mu’tamir, saya telah mendengar ayahku menceritakan hadis dari Bakr bin Abdullah, dari Al-Hasan, dari Ibnu Al-Mughirah bin Syu’bah, dari Al-Mughirah, bahwa Rasulullah saw. biasanya mengusap kedua khuff dan bagian atas ubun-ubun, serta bagian atas sorbannya. Bakr mengatakan, “Sungguh, saya telah mendengarnya dari Ibnu Al-Mughirah.”

Biografi Muhammad Rasyid Ridha

0
Rasyid Ridha
Rasyid Ridha

Hadispedia.id – Rasyid Ridha merupakan seorang ulama ahli hadis dan fikih yang mempunyai pemikiran modernisme dan bermadzhab sunni Syafi’i. Ia memiliki nama lengkap Sayyid Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn Muhammad Bahauddin. Termasuk keturunan dari keluarga terhormat yang lahir di kota Qalamun pada tanggal 27 Jumadil Awal 1282 H/ 23 September 1865 M. Kota kelahirannya termasuk daerah yang mempunyai tradisi Sunni yang sangat kuat. Kedua orang tuanya termasuk keturunan Rasulullah saw dari jalur al-Husain putra dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah putri nabi Muhammad saw. Ayahnya yang bernama Sayyid Ali Ridha merupakan seorang Sunni yang bermadhab Syafi’i. Jadi sejak kecil Rasyid Ridha sudah dikelilingi dengan tradisi sunni yang mempengaruhi terhadap pemikirannya.

Latar Belakang Pendidikan

Sejak kecil, Rasyid Ridha sudah mulai belajar menulis, berhitung, tidak lupa belajar Al-Quran, nahwu, serta menghafal beberapa juz al-Qur’an di taman pendidikan yang dinamai dengan al-Kuttab. Pada usia tujuh tahun, Rasyid Ridha sekolah di tingkat Ibtidaiyyah al-Rasyidiyah yang berada di kotanya. Di sini, ia belajar ilmu nahwu, sharaf, aqidah, ilmu hisab, fikih, dan ilmu lainnya. Selain itu, ia juga belajar bahasa Turki sebagai pengantarnya karena kota Lubnan saat itu berada di bawah kekuasaan kerajaan Turki. Akan tetapi, Rasyid Ridha meninggalkan sekolah tersebut, kemudian pindah ke madrasah al-Wataniyyah  al-Islamiyyah. Madrasah ini merupakan sekolah unggulan yang menggunakan bahasa Arab dalam proses pembelajarannya, kecuali saat materinya bahasa Turki dan Prancis.

Kecerdasan dan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan sudah muncul sejak masa kecilnya, itu dibuktikan dengan waktu masa kecilnya Rasyid Ridha yang lebih sering dihabiskan untuk belajar dan membaca buku dari pada bermain dengan teman sebayanya. Ketika umur Rasyid Ridha beranjak remaja, Ia mulai mendalami kitab-kitab adab dan kitab-kitab tasawuf, seperti kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Abu Hamid al-Ghazali. Kitab ini juga yang memberi dampak baik terhadap Rasyid Ridha mengenai agama, akhlak, ilmu, dan pengamalannya. Pada tahun 1897 M, Rasyid Ridha pergi ke Mesir untuk menimba ilmu kepada Muhammad Abduh sampai pada tahun 1905 M.

Pemikirannya tentang Ilmu Hadis

Rasyid Ridha tidak menyebutkan secara jelas kaidah atau indikator sebuah hadis bisa dikatakan shahih. Tapi kita bisa lihat pada karya-karya beliau dalam mengaplikasikan hadis nabi. Jelasnya Ia sangat berhati-hati dalam memaknai sebuah hadis karena hadis sebagai sumber hukum kedua dalam agama Islam, yang harus diteliti secara seksama agar dapat diketahui antara hadis yang shahih dan tidak shahih.

Meskipun ada hadis yang tidak shahih, Rasyid Ridha tetap memuliakan karena hadis-hadis nabi itu sangat menakjubkan yang bisa memperlihatkan kefasihan dan kearifannya. Dalam mengamalkan sebuah hadis, Ia memilih hadis yang autentik dan menafsirkannya sesuai dengan kemaslahatan umat muslim yang berlandasan pada Al-Qur’an dan ilmu syariat. Menurutnya, melakukan ijtihad terhadap kualitas hadis, hanya boleh dilakukan terhadap hadis-hadis yang memiliki satu atau beberapa sanad saja, baik periwayatannya meragukan atau tidak.

Karya-Karyanya

Selama masa hidupnya Rasyid Ridha banyak menghasilkan banyak karya di antaranya:

  1. Al-Wahyu al-Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad)
  2. Yusr al-Islam wa Usul at-Tasyri’ al-‘Am (Kemudahan Agama Islam dan Dasar-Dasar Umum Penetapan Hukum Islam)
  3. Zikra al-Maulid an-Nabawi (Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW)
  4. Tarikh al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh ‘Abduh (Sejarah Guru Syaikh Muhammad Abduh)
  5. Al-Khilafah wa al-Imamah al-Uzma (Kekhalifahan dan Imam-Imam Besar)
  6. Al-Muhawarah al-Muslih wa al-Muqallid (Dialog antara Kaum Pembaharu dan Konservatif)
  7. Haquq al-Mar’ah As-Salihah (Hak-Hak Wanita Muslim)
  8. Nida’ Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan Terhadap Kaum Wanita)

Biografi Singkat Syaikh Al-Albani

0
Syeikh Al-Albani
Syeikh Al-Albani

Syaikh al-Albani adalah seorang ahli hadis kontemporer yang bernama lengkap Muhammad Nasr al-Din Ibn Nuh Najati al-Albani. Ia akrab di telinga para umat Islam dengan julukan al-Albani, nama ini dinisbatkan kepada negara tempat asalnya yaitu Albania. Albani lahir pada tahun 1914 M di kota Ashqudirah sebuah nama ibu kota yang berada di negara Albania di masa lampau.  Ayahnya bernama Haji Nuh al-Najati merupakan seorang ulama yang alim dalam bidang ilmu syari’at dan salah satu pemuka mazhab Hanafi. Pendidikan al-Albani hanya sampai tingkat Ibtidaiyyah, karena untuk pendidikan selanjutnya, Ia banyak melakukan studi intensif kepada para masyayikh yang berada di sekitar tempat tinggalnya.

Pendidikan Syaikh al-Albani

Ulama hadis yang mempunyai nama julukan syaikh Albani ini tumbuh dari keluarga kurang mampu. Meskipun dari segi ekonominya tidak baik, bukan berarti mematahkan semangat ayahnya untuk menjadikan Albani sebagai seorang yang ahli ilmu dalam agamanya. Ketika berumur kurang lebih 9 tahun, ayahnya memasukan ke madrasah Jam’iyyah al-‘Is’af al-Khairi, sampai tamat dalam menyelesaikan pembelajaran di madrasah tersebut. Selepas dari menyelesaikan sekolah dasarnya, Ayah Albani membuatkan kurikulum khusus agar putranya bisa lebih fokus dalam belajar ilmu agama. Melalui ayahnya ini, Ia belajar Al-Quran beserta ilmu tajwidnya, ilmu sharaf dan ilmu fiqh yang bermadzhab Hanafi.

Pembelajaran al-Albani tidak berhenti di situ, Ia juga belajar kepada ulama-ulama yang ada di daerah tempat tinggalnya. Termasuk belajar bahasa Arab kepada Syaikh Sa’id al-Burhaini dengan menggunakan kitab Maraqi al-Falah, serta berbagai kitab ilmu Balaghah. Selain itu, ia juga mendapatkan ijazah ilmu hadis dari ulama terkenal yang bernama Syaikh al-Tabbakh. Dari sini lah, Albani mulai mempelajari ilmu hadis. Di saat menginjak umur 20 tahun, Ia mulai berkonsentrasi terhadap ilmu hadis. Hal ini merupakan pengaruh dari ketertarikan Albani terhadap pembahasan yang ada dalam majalah al-Manar terbitan dari Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, berupa sebuah makalah studi kritik hadis terhadap kitab Ihya ‘Ulum al-Din karangan imam Ghazali.

Kehebatan ilmu hadis yang sangat luar biasa mampu memikat hati Albani, sehingga memudarlah ideologi madzhab Hanafi yang telah lama ditanamkan oleh ayahnya. Semenjak itu al-Albani bukan lah seseorang yang mengacu kepada madzhab Hanafi. Setiap ada hukum agama yang muncul dari pendapat tertentu, pasti akan dicerna terlebih dahulu dengan berlandasan pada kesahihan hadis Nabi Muhammad saw. Di samping itu, al-Albani sering menghadiri majelis ilmu dan acara seminar-seminar ulama besar Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar seorang tokoh ulama yang sangat ahli dalam ilmu hadis beserta sanadnya. Melalui acara tersebut, banyak manfaat yang bisa diambil oleh al-Albani sehingga tampaklah kecerdasannya dalam bidang ilmu hadis.

Pemikiran al-Albani Terhadap Ilmu Hadis

Al-Albani sering melihat tulisan-tulisan Islami dengan menyantumkan hadis-hadis yang dinisbatkan kepada nabi Muhammad saw. tanpa menyertakan sumber kitab hadisnya, dengan alasan semua hadis itu shahih. Padahal realitinya di antara beragam hadis masih terdapat hadis yang lemah dan palsu. Melihat adanya kejadian ini, al-Albani memberikan keritikan bahwa tidak dibenarkan bagi seorang muslim yang menisbatkan suatu hadis kepada nabi Muhammad saw. melainkan setelah menemukan keontetikan hadis tersebut yang sesuai dengan kaidah para ahli hadis. Ia mengeluarkan pendapat ini berlandasan pada sebuah hadis nabi sebagaimana berikut.

عَنْ ابن عَبَّاسٍ عن النبي ﷺ قال : اِتَّقُوا الحَدِيْثَ عَنِّي إِلَّا مَا عَلِمْتُمْ، فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Dari Ibnu Abbas dari Nabi Muhammad saw “Takutlah menyampaikan hadis dariku, kecuali apa yang telah kamu ketahui. Sebab, barang siapa dengan sengaja berdusta kepada ku, maka hendaklah Ia menyiapkan tempat duduknya di dalam neraka” (HR. Abi Syaiban dengan sanad shahih seperti yang telah disebutkan dalam kitab Faidh Al Qadir).

Pembahasan mengenai keontetikan hadis, al-Albani memberikan dua pedoman untuk mengetahui keadaan hadis tersebut. Pertama, seseorang harus meneliti sanad beserta periwayatan hadisnya dan disesuaikan dengan kaidah dasar ilmu hadis. Keshahihan atau kedha’ifan sebuah hadis bukan di sebabkan taqlid terhadap imam tertentu yang menshahihkan atau mendha’ifkan nya. Kedua, berpedoman pada kitab tertentu yang sengaja disusun secara khusus oleh penulisnya untuk mengumpulkan hadis-hadis shahih. Seperti kitab Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim). Atau bisa juga berpedoman pada perkataan para peneliti hadis di kalangan ulama hadis seperti Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Hatim. Pedoman yang kedua ini masih membutuhkan sedikit kesungguhan dalam memeriksa kembali sumber hadisnya.

Karya-Karya al-Albani

Al-Albani berkecimpung dalam ilmu hadis beserta ilmu Islam lainnya kurang lebih selama enam puluh tahun dan telah membuahkan karya-karya besar di antaranya:

  1. Irwa’ al-Galil fi Takhrij al-Hadis Manar al-Sabil
  2. Tamaam al-Minnah fi al-Ta’fiq ‘ala Fiqh al-Sunnah
  3. Talkhish Shifat Shalat al-Nabawi
  4. Silsilah al-Hadis al-Da’ifah wa al-Maudu’ah wa Atsaruha al-Sayyi’ fi al-Ummah.
  5. Tahqiq Ma’na al-Sunnah karya Sulaiman al-Nadwi. Albani mentakhrij hadis-hadisnya.
  6. At-Targhib wa Tarhib
  7. Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah
  8. Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi
  9. Sahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud
  10. Talkhis Ahkam al-Jana’iz

 

 

 

 

 

Hadis No. 128 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abu Daud
Sunan Abu Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab mengusap kedua khuff,

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، حَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ زِيَادٍ، أَنَّ عُرْوَةَ بْنَ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَاهُ الْمُغِيرَةَ، يَقُولُ: عَدَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا مَعَهُ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَعَدَلْتُ مَعَهُ، فَأَنَاخَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَبَرَّزَ، ثُمَّ جَاءَ فَسَكَبْتُ عَلَى يَدِهِ مِنَ الإِدَاوَةِ، فَغَسَلَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ، ثُمَّ حَسَرَ عَنْ ذِرَاعَيْهِ، فَضَاقَ كُمَّا جُبَّتِهِ، فَأَدْخَلَ يَدَيْهِ فَأَخْرَجَهُمَا مِنْ تَحْتِ الْجُبَّةِ، فَغَسَلَهُمَا إِلَى الْمِرْفَقِ، وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ تَوَضَّأَ عَلَى خُفَّيْهِ، ثُمَّ رَكِبَ، فَأَقْبَلْنَا نَسِيرُ حَتَّى نَجِدَ النَّاسَ فِي الصَّلَاةِ قَدْ قَدَّمُوا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، فَصَلَّى بِهِمْ حِينَ كَانَ وَقْتُ الصَّلَاةِ وَوَجَدْنَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ وَقَدْ رَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ، فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَصَفَّ مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَصَلَّى وَرَاءَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ الرَّكْعَةَ الثَّانِيَةَ، ثُمَّ سَلَّمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاتِهِ فَفَزِعَ الْمُسْلِمُونَ، فَأَكْثَرُوا التَّسْبِيحَ لِأَنَّهُمْ سَبَقُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالصَّلَاةِ، فَلَمَّا سَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ لَهُمْ: «قَدْ أَصَبْتُمْ – أَوْ قَدْ أَحْسَنْتُمْ

Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Abdullah bin Wahb telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Yunus bin Yazid telah mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dia berkata, Abbad bin Ziyad telah menceritakan kepadaku, bahwa Urwah bin Al-Mughirah bin Syu’bah telah mengabarkan kepadanya, bahwa dia pernah mendengar ayahnya; Al-Mughirah berkata, “Pada waktu perang Tabuk sebelum fajar Rasulullah saw. pernah berjalan menyimpang dari jalan (para sahabat), maka aku turut menyimpang dari jalan menyertai beliau. Lalu Nabi saw. menderumkan kendaraan beliau, lalu beliau buang hajat. Setelah selesai, aku tuangkan ke tangan beliau air dari bejana. Beliau membasuh kedua telapak tangannya lalu mencuci muka. Setelah itu beliau menyingsingkan kedua lengan jubah beliau yang terbuka dan terasa sempit, maka beliau memasukkan keduanya kembali kemudian mengeluarkan keduanya dari bawah jubah, lantas beliau membasuh kedua tangan sampai ke siku, dan mengusap kepala, lalu mengusap bagian atas khuf beliau. Setelah itu beliau naik kendaraan, dan kami meneruskan perjalanan, hingga kami mendapati orang-orang (para sahabat) tengah mengerjakan shalat, mereka angkat Abdurrahman bin Auf sebagai imam, dia mengerjakan shalat bersama mereka pada awal waktunya dan kami mendapatkan Abdurrahman bin Auf telah mengerjakan satu rakaat shalat Shubuh bersama mereka. Maka datanglah Rasulullah saw. dan masuk ke dalam shaf bersama kaum muslimin dan mengerjakan shalat di belakang Abdurrahman bin Auf untuk rakaat yang kedua. Setelah Abdurrahman salam, lalu banyak di antara mereka yang membaca “Subhanallah”, karena mereka telah mendahului Nabi saw. dalam shalat. Setelah Rasulullah saw. salam, beliau bersabda, “Benar apa yang kalian lakukan” atau “Bagus apa yang kalian lakukan.”

Hadis No. 91 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab marah pada saat memberikan pengarahan dan pelajaran jika dipandang ada suatu perkara yang dibenci,

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ المَلِكِ بْنُ عَمْرٍو العَقَدِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ المَدِينِيُّ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ يَزِيدَ مَوْلَى المُنْبَعِثِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الجُهَنِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَهُ رَجُلٌ عَنِ اللُّقَطَةِ، فَقَالَ: «اعْرِفْ وِكَاءَهَا، أَوْ قَالَ وِعَاءَهَا، وَعِفَاصَهَا، ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً، ثُمَّ اسْتَمْتِعْ بِهَا، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَأَدِّهَا إِلَيْهِ» قَالَ: فَضَالَّةُ الإِبِلِ؟ فَغَضِبَ حَتَّى احْمَرَّتْ وَجْنَتَاهُ، أَوْ قَالَ احْمَرَّ وَجْهُهُ، فَقَالَ: «وَمَا لَكَ وَلَهَا، مَعَهَا سِقَاؤُهَا وَحِذَاؤُهَا، تَرِدُ المَاءَ وَتَرْعَى الشَّجَرَ، فَذَرْهَا حَتَّى يَلْقَاهَا رَبُّهَا» قَالَ: فَضَالَّةُ الغَنَمِ؟ قَالَ: لَكَ، أَوْ لِأَخِيكَ، أَوْ لِلذِّئْبِ

Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Abdul Malik bin Amr Al-Aqadi telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Sulaiman bin Bilal Al-Madini telah menceritakan kepada kami, dari Rabiah bin Abu Abdirrahman, dari Yazid maula Al-Munba’its, dari Zaid bin Khalid Al-Juhaini, bahwa Nabi saw. pernah ditanya oleh seseorang tentang barang temuan. Maka Nabi saw. bersabda, “Kenalilah tali pengikatnya, atau beliau bersabda, kantong dan tutupnya, kemudian umumkan selama satu tahun, setelah itu pergunakanlah. Jika datang pemiliknya maka berikanlah kepadanya.” Orang itu bertanya, “Bagaimana dengan orang yang menemukan unta?” Maka Nabi saw. marah hingga nampak merah mukanya, lalu berkata, “Apa urusanmu dengan unta itu?, sedang dia selalu membawa air di perutnya, bersepatu sehingga dapat hilir mudik mencari minum dan makan rerumputan, maka biarkanlah dia hingga pemiliknya datang mengambilnya.” Orang itu bertanya lagi tentang menemukan kambing, maka beliau menjawab, “Itu untuk kamu, saudaramu, atau untuk serigala?”

Hadis No. 90 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab marah pada saat memberikan pengarahan dan pelajaran jika dipandang ada suatu perkara yang dibenci,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنِ ابْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ، لاَ أَكَادُ أُدْرِكُ الصَّلاَةَ مِمَّا يُطَوِّلُ بِنَا فُلاَنٌ، فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْعِظَةٍ أَشَدَّ غَضَبًا مِنْ يَوْمِئِذٍ، فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ مُنَفِّرُونَ، فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ، فَإِنَّ فِيهِمُ المَرِيضَ، وَالضَّعِيفَ، وَذَا الحَاجَةِ

Muhammad bin Katsir telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Sufyan telah mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Abi Khalid, dari Qais bin Abu Hazim, dari Abu Mas’ud Al-Anshari, dia berkata, seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, aku hampir tidak sanggup shalat yang dipimpin seseorang dengan bacaaannya yang panjang.” Maka aku belum pernah melihat Nabi saw. memberi peringatan dengan lebih marah dari yang disampaikannya hari itu, beliau bersabda, “Wahai manusia, kalian membuat orang lari menjauh. Maka, barang siapa menjadi imam orang-orang, maka ringankanlah, karena di antara mereka ada orang sakit, orang lemah, dan orang yang punya keperluan.”

Hadis No. 89 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab saling bergantian dalam menuntut ilmu,

حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، ح قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: وَقَالَ ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ عُمَرَ، قَالَ: كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنَ الأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهِيَ مِنْ عَوَالِي المَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ مِنَ الوَحْيِ وَغَيْرِهِ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ، فَنَزَلَ صَاحِبِي الأَنْصَارِيُّ يَوْمَ نَوْبَتِهِ، فَضَرَبَ بَابِي ضَرْبًا شَدِيدًا، فَقَالَ: أَثَمَّ هُوَ؟ فَفَزِعْتُ فَخَرَجْتُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ عَظِيمٌ. قَالَ: فَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَإِذَا هِيَ تَبْكِي، فَقُلْتُ: طَلَّقَكُنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَتْ: لاَ أَدْرِي، ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ: أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ؟ قَالَ: «لاَ» فَقُلْتُ: اللَّهُ أَكْبَرُ

Abul Yaman telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Syuaib telah mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, ha’ (at-tahwil), Abu Abdillah berkata, Ibnu Wahb berkata, Yunus telah mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Ubaidullah bin Abdullah bin Abu Tsaur, dari Abdullah bin Abbas, dari umar, dia berkata, “Aku dan tetanggaku dari Anshar berada di desa Banu Umayyah bin Zaid, dia termasuk orang kepercayaan di Madinah, kami saling bergantian menimba ilmu dari Rasullullah saw., sehari aku yang menemui beliau dan hari lain dia yang menemui beliau. Jika giliranku tiba, aku menanyakan seputar wahyu yang turun hari itu dan perkara lainnya. Dan jika giliran tetanggaku tiba, ia pun melakukan hal yang sama. Ketika hari giliran tetanggaku tiba, dia datang kepadaku dengan mengetuk pintuku dengan sangat keras, seraya berkata, “Apakah dia ada di sana?” Maka aku kaget dan keluar menemuinya. Dia berkata, “Telah terjadi persoalan yang gawat! Umar berkata, “Aku pergi menemui Hafshah, dan ternyata dia sedang menangis, aku bertanya kepadanya, “Apakah Rasulullah saw. menceraikanmu?” Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Maka aku menemui Nabi saw. sambil berdiri aku tanyakan, “Apakah engkau menceraikan istri-istri engkau?” Nabi saw. menjawab, “Tidak”. Maka aku ucapkan, “Allah Maha Besar.”