Beranda blog Halaman 88

Mengenal Seorang Panglima Hadis Syekh Nuruddin ‘Itr

0
Syekh Nuruddin ‘Itr
Syekh Nuruddin ‘Itr

Hadispedia.id- Syekh Nuruddin ‘Itr, begitulah akrab dikenal. Kedalaman ilmunya, ketenangannya dan kewibawaanya menjadikan beliau masyhur hingga penjuru negeri. Bukan hanya di Syira, hampir seluruh umat Rasulullah di belahan bumi lainya merasakan dalam nan luasnya ilmu yang dimiliki. Beliau layak saya sebut sebagai panglima hadis. Bagaimana tidak,  parau dan lemah karna usia yang semakin redup tak sedikitpun melahap kobar semangatnya untuk meneruskan perjuangan mendampingi umat.

Memang, tidak ada yang abadi didunia ini, tepat pada Rabu 23 September 2020 kemarin, merupakan batas perjananan hidup beliau di bumi ini, pada usianya yang ke-83 tahun al-‘allamah benar-benar memecahkan tangis duka bagi seluruh umat. kini Islam telah kehilangan salah satu panglima keilmuannya.

Mari kita mengenang kembali perjalanan beliau semasa hidup, Ulama’ hadis bernama lengkap Nuruddin Muhammad Hasan ‘Itr dengan ribuan pemikiran yang menemani dunia keilmuan Islam hingga abad ini dilahirkan di Kota kuno Aleppo, Suriah pada tahun 1937 M/ 1256 H. Marga al-Hasani dengan akidah Asy’ariyah dan bermazhab Hanafi rupanya membentuk didikan serta tradisi keagamaan yang saleh dengan keilmuan yang kuat.

Baca juga: Unsur-Unsur Dasar Sebuah Hadis

Sejak kecil, sang ayah Al-Hajj Muhammad Itr yang termasuk salah satu murid dari Asy-Syekh Al-alllamah Muhammad Najib Sirajuddin, gemar mengajak putranya untuk menghadiri  majelis-majelis pengajian para Ulama. Tentu, latar belakang keluarga yang demikian kini menjadikan beliau seorang sufi yang produktif menulis, gemar mengamalkan ilmu, dengan kepakaran disiplin ilmu hadis yang tidak diragukan lagi.

Sesuai harapan ayahnya yang mendamba seorang putra bertekad kokoh untuk berkhidmat kepada agama, di masa mudanya Syekh Nuruddin memilih menghabiskan waktunya untuk meraup ilmu dari banyak ulama’. Kecerdasan dan ketekunan yang dimiliki menjadikan  beliau lulus dengan predikat cumlaude di jenjang pendidikan menengah di Madrasah Tsanawiyah Syar’iyah al-Khasrawiyah. Kelebihan yang dimiliki menggiring beliau untuk menjejakkan studinya ke kota padang pasir, Universitas Al-Azhar Mesir yang konon menjadi tempat kiprah intelektualnya.

Gelar license pada tahun 1958 berhasil diraih selama empat tahun, gelar doktoral dari jurusan tafsir dan hadis dengan predikat cumlaude mumtaz ma’a syaraf, berhasil diraih pada tahun 1964 dan melanjutkan disertasi dengan kategori muatan isi dan metodologi yang baik sehingga tidak jarang menjadi rujukan para pengkaji metodologi ulama hadis.

Baca juga: Apa itu Hadis Mutawatir?

Guru-guru Syekh Nuruddin ‘Itr

Kecerdasan dan kesalehan pribadinya membuat kalangan masyayikh ulama-ulama besar Azhar terpukau kala itu, di antara guru-guru beliau adalah:

Syekh Abdul Wahab Al-Buhairi, Syekh Mustafa Mujahid, Syekh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid dan Syekh Abdullah Sirajuddin Al-Husaini yang sekaligus merupakan paman beliau. Di antara guru-guru beliau Syekh Abdullah Sirajuddinlah yang berpengaruh dalam membentuk kecerdasan ilmunya.

Syahdan, usai menimba ilmu di Azhar beliau menjadi dosen hadis dan tafsir di dua Fakultas sekaligus, Fakultas Syariah Universitas Damaskus dan Fakultas Sastra di Universitas Aleppo. Selain menjadi pengajar di Madinah dan Damaskus, beliau juga mengajar di sejumlah Universitas Arab dan Islam tapi  dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Tidak hanya itu, beliau juga menjadi dosen pembimbing tesis dan disertasi, karena beliau sangat teliti dan detail dalam memberikan penilaian. Di sisi lain, Syekh Nuruddin ‘Itr juga mengisi pengajian majelis di beberapa masjid.

Baca juga: Mengenal Sosok Usman bin Affan: Perawi Hadis yang Penuh kehati-hatian

Karya-karya Syekh Nuruddin ‘Itr

Syekh Nuruddin ‘Itr sudah banyak menulis karyanya lebih dari 50 kitab. Di antara kitab-kitab beliau yang paling masyhur adalah Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadits, dalam ilmu Musthalah Hadis kitab ini dikenal sebagai fase sejarah baru setelah fase Syekh Islam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Ada satu kitab karangan beliau yang dianggap sebagai hadiah istimewa bagi metodologi Hadis Tahlili yaitu kitab beliau yang berjudul I’Ilam Al-Anam Syarh Bulugh Al-Maram. Karya beliau identik dengan kategorisasi bab per bab serta berisikan informasi yang padat dan jelas. Kebanyakan karangan beliau dijadikan sebagai buku pegangan mata kuliah di kalangan Universitas seperti Universitas Damaskus dan Universitas Al-Azhar.

Karya-karyanya abadi meski beliau kini telah pergi. Di antara karangan beliau adalah: Syarah ‘Ilal At-Tirmidzi, Al-Imam at-Tirmidzi wa Al-Muwazanah bayna Jami’ahu wa Sholihin, I’lam Anam (Kitab penjelasan hadis-hadis dalam kitab Bulughul Maram), Al-Mughni fi Ad-Dlu’afa li Al-Imam Adz-Dzahabi, dan Manhaj An-Naqd fi ulum Al-Hadis. Wallahu a’lam.

Apa itu Hadis Mutawatir?

0
Hadis Mutawatir
Hadis Mutawatir

Hadispedia.id – Berdasarkan kuantitas (jumlah) rawi-nya, hadis dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad. Khusus pada tulisan ini, penulis hanya akan menjelaskan pengertian dari Hadis Mutawatir. Apa itu Hadis Mutawatir? Mahmud Thahhan dalam karyanya Taisir Musthalah al-Hadis mendefinisikannya sebagai berikut,

ما رواه عدد كثير تُحِيل العادة تواطؤهم على الكذب

Hadis Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang dengan standar tidak mungkinnya mereka bersepakat dalam kebohongan”.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah hadis disebut Mutawatir ketika ia melengkapi syarat berikut.

Pertama, rawi-nya banyak. Artinya hadis ini diriwayatkan oleh banyak informan pada masing-masing tingkatan sanadnya, baik pada tingkatan sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, dan seterusnya. Para ahli hadis berbeda pendapat dalam menentukan standar banyak di sini, namun mayoritas mereka membatasinya menjadi sepuluh rawi permasing-masing tingkatan. Dalam kata lain sebuah hadis akan berstatus Mutawatir jika rawi pada tingkatan sahabatnya berjumlah sepuluh orang, Begitu juga pada tingkatan tabi’in, tabi’ tabi’in, dan seterusnya.

Kedua, ketidakmungkinan para rawi tersebut berbohong dalam menyampaikan informasinya. Ketidakmungkinan tersebut bisa dilihat dari asal, golongan dan mazhab mereka yang berbeda-beda. Mustahil secara akal mereka membuat konspirasi terkait sebuah kebohongan, padahal mereka mempunyai latar belakang yang beraneka ragam. Sehingga dengan demikian, sebuah berita yang disampaikan oleh banyak orang tapi berasal dari kelompok yang sama dan memungkinkan mereka untuk berbohong bukan tergolong sebagai Hadis Mutawatir.

Ketiga, konten hadisnya harus berisi informasi yang dapat diperoleh dengan menggunakan panca indra, karena hadis yang bersifat filosofis atau pemahaman akal tidak dapat dikategorikan sebagai Hadis Mutawatir, karena bisa saja hal itu merupakan tafsiran atau pemahaman pribadi dari para rawinya.

Demikianlah penjelasan dari apa itu Hadis Mutawatir. Hadis Mutawatir akan menghasilkan berita yang bersifat kuat (dharuri/ilmu al-yaqin) kebenarannya, karena disampaikan oleh banyak orang. Hal ini rasional karena tidak mungkin sebuah berita bohong (sebut hoax) disampaikan secara bersama-sama oleh orang-orang yang berasal dari daerah yang berbeda-beda. Hal ini tentu disesuaikan dengan konteks zaman dahulu yang belum memiliki teknologi dan media sosial yang canggih seperti sekarang. Allahu a’lam.

Unsur-Unsur Dasar Sebuah Hadis

0
unsur-unsur dasar sebuah hadis
unsur-unsur dasar sebuah hadis

Hadispedia.id – Unsur-unsur dasar sebuah hadis. Secara umum, sebuah riwayat dapat dikatakan sebagai hadis manakala ia melengkapi setidaknya lima unsur penting berikut, yaitu rawi, sanad, mukharrij, shiyaghul ada’ dan matan hadis. Rawi adalah informan yang menyampaikan hadis dari Nabi Muhammad Saw yang terdiri dari sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, dan seterusnya. Sanad adalah silsilah atau kumpulan rawi dari sahabat hingga kepada orang terakhir yang meriwayatkannya. Dan mukharrij adalah rawi terakhir yang menuliskan riwayat yang ia dapat dalam sebuah catatan/karya pribadinya.

Sementara itu shiyaghul ada’ adalah redaksi yang dipakai oleh seorang rawi dalam meriwayatkan sebuah hadis. Sedangkan matan adalah redaksi dari riwayat yang disampaikan oleh masing-masing rawi. Kelima unsur tersebut pada tahapan selanjutnya mempunyai kajian-kajian khusus yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari riwayat itu sendiri. Untuk memudahkan pembaca, istilah-istilah tersebut bisa dilihat pada contoh hadis riwayat Imam al-Bukhari berikut ini :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.

Imam al-Bukhari berkata : Telah bercerita kepada kami Musaddad, ia berkata : Telah bercerita kepada kami Yahya, dari Syu’bah, dari Qatadah, dari Anas ra, dari Nabi Muhammad Saw. Dan dari Husayn al-Mu’allim, ia berkata : Telah bercerita kepada kami Qatadah, dari Anas, dari Nabi Muhammad Saw, beliau bersabda : Tidak sempurna iman salah seorang kalian sehingga ia mencintai saudaranya sama seperti dia mencintai dirinya sendiri”.

Baca juga: Posisi Hadis dalam Hukum Islam

Nama-nama seperti Musaddad, Yahya, Syu’bah, Qatadah, Husayn al-Mu’allim, dan Anas disebut dengan rawi atau informan hadis.

Kumpulan silsilah atau rangkaian nama-nama rawi dari Musaddad hingga kepada Anas ibn Malik disebut dengan sanad. Sanad inilah nantinya yang akan menentukan kualitas dari hadis ini apakah shahih, hasan, atau dhoif.

Sedangkan Imam al-Bukhari dalam hadis ini berstatus sebagai mukharrij atau rawi terakhir yang membukukan hadis ini dalam kitab beliau sendiri yaitu Kitab Shahih al-Bukhari. Nama-nama lain yang juga berstatus sebagai mukharrij dalam dunia hadis adalah Imam Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Majah dan imam-imam ahli hadis lainnya.

Adapun yang masuk kategori shiyaghul ada’ dalam hadis di atas adalah lafadz-lafadz seperti haddatsana, ‘an, qala, dan lain-lain. Redaksi-redaksi ini nantinya akan mempengaruhi kualitas sebuah sanad, khususnya dalam hal apakah sanad tersebut bersambung sampai kepada Nabi atau terputus.

Baca juga: Pembelajar Hadis Wajib Kuasai Tiga Ilmu Ini!

Sementara itu yang disebut sebagai matan hadis pada hadis di atas adalah redaksi “Tidak sempurna iman salah seorang kalian sehingga ia mencintai saudaranya sama seperti dia mencintai dirinya sendiri”. Redaksi inilah yang nantinya akan diamalkan sebagai hadis Nabi, tentunya setelah menganalisa kualitas sanad-nya apakah berstatus shahih, hasan atau dhoif. Demikianlah unsur-unsur dasar sebuah hadis. Allahu A’lam

Samakah Istilah Hadis, Sunnah, Khabar, dan Atsar?

0
Hadis Sunnah Khabar dan Atsar
Hadis Sunnah Khabar dan Atsar

Hadispedia.id – Samakah istilah hadis, sunnah, khabar, dan atsar? Sebelum mengurai perbedaannya, ada baiknya penulis menjelaskan pengertian umum dari hadis. Ibn Hajar al-‘Atsqalani (852 H) dalam mukadimah Kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari menyebutkan bahwa hadis adalah :

المراد بالحديث في عرف الشرع ما يضاف إلى النبي صلى الله عليه وسلم.

Yang dimaksud dengan hadis menurut istilah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad Saw”.

Sementara itu Mahmud Thahhan menambahkan pengertian tersebut dengan segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat. Berdasarkan pengertian ini hadis pada tataran selanjutnya dibagi menjadi hadis qauli (hadis yang berisi perkataan Nabi), hadis fi’li (hadis yang berisi perbuatan Nabi), hadis taqriri (hadis yang berisi ketetapan Nabi), dan hadis sifat (hadis yang berisi keterangan sifat-sifat Nabi).

Baca juga: Posisi Hadis dalam Hukum Islam

Sementara itu istilah sunnah, khabar dan atsar menurut mayoritas para ahli adalah sinonim dari hadis. Hanya saja sebagian yang lain ada yang membedakannya seperti yang pernah disajikan oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi (911 H) dalam mukadimah kitab Tadrib al-Rawinya. Di antara perbedaan itu adalah :

Pertama, sunnah adalah istilah untuk tradisi yang hidup dan dicontohkan secara turun-temurun dari Nabi, sahabat, tabi’in dan seterusnya. Biasanya sunnah dilakukan secara berulang dan tetap berdasarkan riwayat yang shahih. Sementara itu istilah hadis lebih umum karena mencakup segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi, sekalipun itu tidak menjadi tradisi atau dilakukan hanya sekali atau dua kali saja oleh Nabi Muhammad Saw. Dapat dibahasakan bahwa setiap sunnah adalah hadis dan tidak setiap hadis menjadi sunnah.

Kedua, khabar menurut sebagian ahli hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari selain Nabi, khususnya sahabat dan tabi’in. Ahli Fikih Khurasan menyebutkan secara khusus bahwa khabar adalah istilah lain untuk Hadis Marfu’. Sedangkan Mahmud Thahan mengutip sebuah pendapat dari segolongan ahli hadis bahwa khabar adalah sebuah riwayat yang berasal dari Nabi Muhammad Saw dan juga selain Nabi, seperti sahabat-sahabat beliau serta para tabi’in yang menyampaikan sesuatu terkait ajaran agama.

Baca juga: Kitab-kitab Populer dalam Ilmu Hadis

Ketiga, atsar menurut sebagian ahli hadis adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada sahabat dan tabi’in, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Ahli Fikih Khurasan mengkhususkan atsar sebagai istilah lain untuk Hadis Mauquf. Sedangkan sekelompok ahli hadis menganggapnya sama dengan Hadis Marfu’ dan Mauquf. Sedangkan Jamaluddin al-Qasimi dalam karyanya Qawaid al-Tahdits mengutip pendapat yang menyebutkan bahwa atsar secara umum adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada sahabat atau Nabi secara mutlak.

Samakah istilah hadis, sunnah, khabar, dan atsar?. Berdasarkan penjelasan di atas, tampaknya tidak ada kata sepakat dalam perbedaan keempat istilah tersebut. Masing-masingnya dipahami secara berbeda tergantung siapa yang mendefinisikannya. Namun yang pasti semuanya merujuk kepada semua riwayat terkait ajaran agama Islam yang dinisbatkan kepada otoritas keagamaan, yaitu Nabi Muhammad Saw, sahabat dan para tabi’in yang hidup setelah mereka. Allahu A’lam

Sosok Abu Hurairah, Sahabat Nabi yang Penuh Perhatian dalam Periwayatan Hadis

0
Sosok Abu Hurairah ra, Sahabat Nabi SAW
Sosok Abu Hurairah ra, Sahabat Nabi SAW

Hadispedia.id- Abu Hurairah r.a. merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw. yang mungkin sering kita dengar namanya. Terlebih saat membaca atau mendengarkan hadis, seringkali nama Abu Hurairah disebut sebagai sahabat yang meriwayatkannya. Oleh karenanya kita perlu mengenal lebih jauh sosok Abu Hurairah dan peranannya dalam penyebaran hadis sehingga bisa kita pelajari hingga sekarang.

Mengenal Abu Hurairah r.a.

Nama Abu Hurairah merupakan julukan bagi seseorang yang bernama Abd Rahman bin Shakhr. Di sebutkan dalam kitab Tabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad bahwa nama asli Abu Hurairah  cukup beragam . Ia lahir di tahun 1598 M atau 9 tahun sebelum Hijriah. Ia berasal dari kabilah al-Dausi yang bermukim di Yaman. Ia memeluk agama Islam pada tahun 7 Hijriayah melalui Thufail bin ‘Amir ad-Dausi, salah satu pimpinan sukunya. 

Nama Abu Hurairah merupakan kunyah (julukan) karena ia menemukan seekor kucing yang kemudian ia masukkan ke dalam lengan bajunya. Perhatiannya terhadap kucing itulah yang menjadikan ia dijuluki Abu Hurairah. Penjelasan ini setidaknya bisa ditemukan dalam Tahdzib al-kamal karya Yusuf al-Mizzi.

Baca juga: Pembelajar Hadis Wajib Kuasai Tiga Ilmu Ini

Setelah ia masuk Islam, ia bergegas menemui Rasulullah saw. di Madinah berniat untuk belajar sepenuh hati. Ia tinggal bersama ahlu as-Shuffah di Masjid Nabawi sehingga tiap waktu selepas shalat, ia mendengarkan pelajaran yang berharga dari-Nya melalui Nabi Muhammad saw.

Karena ia termasuk ahlu as-Shuffah, Abu Hurairah r.a. dalam kesehariannya termasuk pribadi yang sederhana, bahkan dapat disebut fakir miskin. Namun meski demikian, ia terlihat sangat sabar dalam menghadapinya, bahkan hal itu menimbulkan sikap penyantun dan pemurah.

Peranannya dalam Penyebaran Hadis

Tekadnya yang kuat untuk belajar Islam membuat Abu Hurairah r.a. selalu menyertai Rasulullah saw. selama kurang lebih empat tahun. Waktu tesebut terbagi menjadi tiga tahun bersama Rasul dan satahun pergi untuk berdakwah ke Bahrain atas perintah Rasulullah saw.

Dalam Siyar al-a’lam al-NubalaImam adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Abu Hurairah merupakan seorang imam, ahli fiqih, mujtahid dan salah satu pengahafal hadis. Ini senada dengan pendapat Mustafa al-A’zami dalam kitabnya yang berjudul Dirāsāt fī al-Hadīts al-Nabawī wa Tārīkh Tadwīnihi yang menyatakan demikian. 

Abu Hurairah r.a. pada awalnya nampak tidak memiliki buku-buku hadis karena ia pernah berkata bahwa tidak seorang pun yang lebih tahu tentang Hadis Nabi dari Abdullah Ibn ‘Amr, sebab ia menghafal dan menulisnya, sedang Abu Hurairah r.a. hanya menghafalnya saja. Ini diperkuat dengan ungkapan Abdullah bin ‘Amr yang mengatakan bahwa Abu Hurairah tidak menyimpan buku-buku hadis.

Baca juga: Apa Itu Ilmu Musthalah Hadis?

Namun, lebih lanjut al-‘Azami menyatakan bahwa pada masa belakangan, Abu Hurairah r.a. mempunyai kitab-kitab hadis. Ini diperkuat dengan berbagai riwayat yang membuktikan akan hal itu. Hal ini bisa disimpulkan bahwa di masa Awal Abu Hurairah r.a. cukup mengandalkan hafalannya dalam menghimpun hadis, tidak seperti Abdullah ibn ‘Amr yang tiap mendengarkan hadis selalu ia tulis. Namun Abu Hurairah r.a. baru menulis hadis pada masa belakangan kemudian disimpannya.

Orang-orang yang Menerima Hadis dari Abu Hurairah

Abu Hurairah r.a. merupakan sosok sahabat yang bisa dibilang paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw. Salah seorang yang pernah menulis kitab hadis dari Abu Hurairah r.a. adalah Basyir bin Nahik. Basyir mengatakan bahwa ia menulis sebuah kitab hadis dari Abu Hurairah r.a. Ketika hendak berpisah dari Abu Hurairah, ia bertanya, “Apakah saya boleh meriwayatkan isi kitab itu?”, maka Abu Hurairah r.a. membolehkannya.

Ada juga Abdul Aziz bin Hurmuz yang menulis surat kepada Tamim al-Jasyani dengan mencantumkan hadis-hadis yang diterima dari Abu Hurairah. Muhammad bin Sirrin juga memiliki kitab yang berisi hadis-hadis riwayat Abu Hurairah. Kitab tersebut diawali dengan kalimat “inilah hadis-hadis yang saya terima dari Abu Hurairah”.

Selain itu, masih banyak yang meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah ra, baik dari kalangan sahabat maupun golongan tabi’in. Di antaranya yang disebutkan oleh adz-Zahabi adalah Ibrahim bin Ismail, Aswad bin Hilal, Anas bin Hakim, Anas bin Malik, Tsabit bin ‘Iyyash, Jabir bin Abdullah dan masih banyak lagi yang meriwayatkan darinya. Wallahu A’lam.

Mengenal Sosok Usman bin Affan: Perawi Hadis yang Penuh kehati-hatian

0
Mengenal Sosok Usman bin Affan: Perawi Hadis
Mengenal Sosok Usman bin Affan: Perawi Hadis

Saat kita mempelajari sejarah Islam khususnya dalam bahasan para sahabat, maka kita pasti mengenal sosok Usman bin Affan, salah seorang sahabat terdekat Nabi saw dan menjadi khalifah ketiga sepeninggal sahabat Umar ra. Peranannya dalam pembukuan al-Quran menjadi sangat berguna hingga masa sekarang. Namun bukan hanya fokus terhadap al-Quran, Ia juga menaruh perhatian lebih terhadap hadis.

Biografi Usman bin Affan

Usman bin Affan merupakan salah seorang sahabat Rasulullah saw yang dikenal sebagai khalifah ke tiga setelah menggantikan sahabat Umar ra. Ia menjabat sebagai khalifah selama 12 tahun (644-656 M). Ia memiliki nama lengkap Usman bin Affan bin abu al-Ash bin Umaiyyah bin Abd Syams bin Abd Manaf. Ia lahir pada tahun keenam tahun gajah sehingga selisih lima tahun lebih muda dengan Nabi Muhammad. Secara garis keturunan, ia bertemu dengan nasab Rasulullah saw pada Abdu Manaf.

Usman bin Affan juga biasa dipangil Abu Abdllah dan memiliki julukan Dzunnurain (pemilik dua cahaya). Julukan ini disematkan kepadanya karena ia menikah dengan dua putri Rasulullah saw yang benama Raqayyah dan Ummu Kulthum.

Utsman terpilih menjadi khalifah ketiga berdasarkan suara mayoritas dari hasil Musyawarah tim yang anggotanya dipilih oleh sahabat Umar ra sebelum ia wafat. Akhirnya ia terpilih menjadi penerus perjauangan Umar ra dalam usia yang cukup tua yakni 70 tahun.

Namun pada masa pemerintannya, bangsa Arab mengalami perkembangan cukup pesat terlebih dalam bidang ekonomi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan semakin luasnya wilayah yang dinaunginya. Pola masyarakat yang awalnya hidup cukup bersahaja menuju model masyarakat perkotaan.

Di masa kepemimpinannya, 12 tahun cukup lah lama. Terlebih pemerintahan Usman mulai terjadi pergolakan di tengah-tengah masa tersebut. Menjalankan pemerintahan di usia senja memanglah sulit sehingga Usman ra meminta beberapa bantuan dari keluargannya untuk menjalankan pemerintahan.Kebijakan yang diambil oleh khalifah Usman ra ini ternyata menimbulkan konflikdan perpecahan. Ditambah pengaruh keluarga yang mendominasi mengakibatkan sebagian sahabat mengalami kekecewaan.

Baca juga: Hadis Segala Perbuatan Ditentukan Niatnya

Keutamaan Sahabat Usman ra

Di kalangan suku Quraisy, ia merupakan salah seorang saudagar yang paling kaya. Di masa sebelum dan setelah datangnya Islam, ia termasuk orang kaya yang sangat pemurah dan giat dalam berderma. Bahkan Nabi Muhammad saw sangat mengagumi sifat dan sikap Usman yang pemurah, dermawan dan sederhana.

Imam as-Suyuthi menggambarkan dalam tarikh Khulafa bahwa perjuangan Usman ra dalam membela Islam bukan sekedar dengan hartanya melainkan juga segenap raga dan nyawanya. Ia sangat senang memberika hartanya demi kepentingan Islam hingga pernah mengirimkan setengah pasukan ke medan perang dengan hartanya, mebagikan 300 unta dan 50 kuda tunggangan.

Sahabat Usman termasuk ke dalam 10 orang yang dikabarkan akan masuk surga. Ia dalam menjalani kehidupan sangat lah takut akan siksa dan azab-Nya. Pada waktu perang uhud, ia berdiri bersama Rasulullah saw bersama Abu bakar dan Umar ra, secara tiba-tiba gunung tersebut bergetar

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حَدَّثَهُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَعِدَ أُحُدًا، وَأَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ فَرَجَفَ بِهِمْ، فَقَالَ: اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ، وَصِدِّيقٌ، وَشَهِيدَانِ

“telah bercerita dari Muhammad bin Basyar, telaah bercerita dari yahya, dari Said, dari Qatadah bahwa Anas ibn Malik pernah bercerita kepada mereka bahwa Rasulullah saw saat mendaki gunung Uhud diikuti Abu bakar, Umar dan Usman, lalu gunung Uhud tersebut bergetar, maka beliau bersabda: “Tenaglah wahai Uhud, karena diatasmu sekarang ada Nabi, Asshiddiq (Abu Bakar) dan dua orang Syahid (Umar ra dan Usman ra)” (HR. Bukhari)

Dikisahkan pula dalam riwayat yang dihimpun dalam Shahih Muslim bahwa suatu ketika Rasul Saw sedang duduk bersantai di rumah Aisyah ra dalam keadaan kedua paha/betis beliau tersingkap (terbuka). Kemudian Abu Bakar dan Umar minta izin untuk masuk ke dalam ruangan. Maka Rasul mengijinkannya dan beliau masih dengan kondisi paha tersingkap.

Baca juga: Riwayat Hadis Tentang Doa Ketika Mengetahui Musibah Orang Lain

Namun saat kemudian Usman meminta izin untuk masuk, Rasul mengizinkannya dan langsung merapikan pakaiannya yang tersingkap tadi. Hal itu kemudian ditanyakan oleh aisyah hingga akhirnya Rasul saw menjawab,

أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ

“tidaklah aku malu kepada orang yang malaikat saja malu kepadanya”

Perannya dalam Penyebaran Hadis

Pada masa khulafa al-Rasyidin, periwayatan hadis bisa dibilang sangat jarang. Terlebih pada masa itu sedang gencar-gencarnya dilakukan penulisan wahyu al-Quran disebabkan banyaknya para penghafal al-Quran yang gugur di medan perang.

Pada zaman ini Periwayatan hadis dikatakan sedikit karena karena penyebarannya begitu ketat dan penuh kehati-hatian. Sama halnya ketika di masa pemerintahan Khalifah Usman ra, ia juga sangat berhati-hati dan penuh ketelitian dalam menerima hadis. Ibnu Hajar menuliskan dalam Fathul Barry bahwa sahabat Usman ra pernah mengatakan dalam sebuah khutbah supaya para sahabat tidak banyak meriwayatkan hadis.

Baca juga: Posisi Hadis dalam Hukum Islam

Memang dalam beberapa literatur sejarah, era Usman bin Affan merupakan era pembukuan al-Quran secara tersturktur dan sistematis. Bahkan Usman ra cukup gencar untuk menyeragamkan mushaf-mushaf yang tersebar pada masa itu. Namun bukan berarti ia mengenyampingkan peranan hadis.

Kehati-hatiannya dalam menerima hadis serta peringatan kepada para sahabat yang lain agar tidak sembarangan dalam meriwayatkan hadis menjadi bukti kepeduliannya dalam hadis. Jika dilihat dalam kitab sahihain saja(sahih al-Bukhari dan sahih al-Muslim), maka banyak ditemukan hadis-hadis yang diriwayatkan dari shabat Usman bin Affan. Wallahu Alam.

Bagaimana Peran Ibu dalam Pembentukan Karakter Anak dalam Hadis?

0
Peran Ibu dalam Pembentukan Karakter Anak dalam Hadis
Peran Ibu dalam Pembentukan Karakter Anak dalam Hadis

Hadispedia.id- Pembentukan karakter seorang anak telah dijelaskan dalam Musnad al-Shihab al-Quda’iy. Kitab ini dikarang oleh Muhammad ibn Salamah bin Ja’far ibn Ali al-Qadiy Abu Abdullah al-Quda’iy atau terkenal dengan nama al-Quda’iy. Merupakan kumpulan dari beberapa hadis yang membahas tentang hikmah, wasiat-wasiat, tata krama, perumpamaan dan nasihat-nasihat. Salah satunya yaitu nasihat dalam pembentukan karakter anak.

Karakter seorang anak diturunkan dari orang tua. Sebagaimana pola didik yang diterapkan, akan sangat mempengaruhi karakter anak. Karakter dalam hal ini dipahami sebagai awal pembentukan kepribadian yang lebih baik. Dengan kata lain, pembentukan karakter dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan dalam keluarga. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dalam struktur masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Ibu mempunyai peran penting dalam pembentukan karakter anak. Karena ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama anaknya. Seorang ibu yang baik akan mendidik anaknya menjadi kepribadian yang baik. Sebaliknya seorang ibu yang kurang baik akan berakibat kurang baik pula pada kepribadian seorang anak.

Baca juga: Riwayat Hadis Tentang Penyebab Hati yang Gelisah, Begini Penjelasannya!

Seperti yang terdapat dalam hadis khadra’ al-diman dalam Musnad al-Shihab al-Quda’iy No. Indeks 957: 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِيَّاكُمْ وَخَضْرَاءَ الدِّمَنِ ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا خَضْرَاءُ الدِّمَنِ؟ قَالَ: الْمَرْأَةُ الْحَسْنَاءُ فِي الْمَنْبَتِ السُّوءِ

Dari Abi Sa’id al-Khudriy, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Berhati-hatilah kamu sekalian pada khadra’ al-diman.” Maka dikatakan, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud khadra’ al-diman?” Beliau menjawab, “Yaitu wanita yang tampak dhahirnya cantik tapi ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang buruk.”

Dimana perempuan senantiasa harus diwaspadai sebagai awal mula kehidupan bagi anak-anak yang akan dilahirkannya kelak. Karena perempuan cantik yang tumbuh di lingkungan buruk akan melahirkan habit yang buruk juga. Dalam hal ini ibu yang tumbuh pada lingkungan buruk akan membentuk karakter anaknya berkepribadian kurang baik.

Hadis ini jika ditinjau dari persambungan sanadnya bisa dikatakan munqathi’ atau terputus. Karena terdapat perawi kelima yaitu al-Waqidiy, seorang rawi yang matruk sehingga gugur dalam periwayatannya. Dan terdapat perawi yang tidak muttasil atau terputus periwayatannya yaitu al-Shihab al-Quda’iy dari Muhammad ibn Ahmad al-Asbahaniy dari Abu Sa’id al-Hasan ibn Ali.

Baca juga: Hadis Segala Perbuatan Ditentukan Niatnya

Selanjutnya, perawi keempat dalam hadis ini yaitu Yahya ibn Sa’id ibn Dinar, perawi kesembilan yaitu Abu ‘Ibad adz-Dzunnun dan perawi kesepuluh Abu Sa’id al-Hasan ibn Ali tergolong perawi yang majhul ain. Karena tidak ada yang men-ta’dil juga men-jarh mereka. Sehingga hadis yang diriwayatkan disebut hadis majhul. Hukum hadis majhul pada prinsipnya adalah dhaif, tidak dapat dijadikan hujjah.

Hadis yang tidak dapat dijadikan hujjah secara hukum tidak dapat diterima (mardud). Namun dhaif secara sanad belum tentu dhaif secara matan. Dalam teks matan hadis ini jika dibandingkan dengan hadis lain yang mempunyai tema sama, tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada pelafalan hadisnya.

Tidak bertentangan dengan akal. Tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Tidak terdapat syadz dan memenuhi kriteria kesahihan matan. Sehingga matan hadis ini dapat diterima dan dapat dijadikan hujjah untuk fadla’il a’mal. Ibnu Hajar al-Asqalaniy termasuk salah satu ulama ahli hadis yang membolehkan berhujjah dengan hadis dhaif untuk fadla’il a’mal (keutamaan amal). Bukan untuk menetapkan syariat seperti halal haram dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah.

Di samping itu, hadis ini diperkuat oleh Al-Qur’an dalam Surat al-Tin ayat 4. Disebutkan dalam Tafsir al-Misbah Quraish Shihab bahwa orang tua mempunyai peran penting dalam pembentukan anak-anaknya. Termasuk dalam pembentukan keadaan fisik maupun psikisnya. Zaghlul an-Najjar dalam bukunya “Pembuktian Sains dalam Sunnah” juga menyebutkan keturunan dan didikan dari orang tua merupakan dua faktor yang dominan dalam pembentukan kepribadian anak.

Baca juga: Hadis Tahapan Penciptaan Manusia dan Amalan Terakhirnya

Pernyataan tersebut dipertegas kembali dalam hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan al-Dailami

اُنْظُرْ فِي أَيِ نِصَابٍ تَضَعُ وَلَدَكَ فَاِنَّ الْعِرْقَ دَسَّاسٌ

“Perhatikan tempat menumpahkan benihmu (sperma), karena sesungguhnya karakter dan watak orang tua menurun kepada anak”.

Maka peran orang tua terutama ibu dalam mendidik anaknya sangat penting untuk pembentukan karakter seorang anak. Meskipun hadis khadra’ al-diman ini dalam jalur sanadnya dhaif tidak berarti bahwa hadis ini tidak perlu diterapkan dalam bermasyarakat. Bahkan hadis ini bisa menjadi pengetahuan buat acuan guna hati-hati dalam memilih seorang pasangan. Cantik secara dhahir bukan hal utama namun keluarga atau keturunan lebih penting. Dari keluargalah karakter dan kepribadian itu terbentuk.

Hadis tentang Penyebab Hati yang Gelisah

0
Penyebab Gelisah menurut Hadis
Penyebab Gelisah menurut Hadis

Hadispedia.id– Kegelisahan muncul karena kurangnya perhatian, dan juga ada faktor kondisi yang kurag pas di hati. Seperti yang sudah biasanya, bahwa gelisah ini bisa terjadi karena kesehatan yang tidak stabil. Namun, bagaimana Islam memandang gelisah yang berlarut-larut yang menjadikan langkah kita kurang yakin. Lebih jelasnya, apa penyebab hati yang gelisah menurut Islam?

Sesuai dengan makna dasarnya, qalb (hati) adalah sesuatu yang bolak-balik. Dia tidak berpendirian tetap, dan selalu berubah-ubah. Pagi dalam keadaan taat, sore kembali berbuat maksiat. Kemarin sudah bertaubat, hari ini kembali berdosa.  Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya,

 عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، يَقُولُ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ، يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ» ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

 Amr bin Ash mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalbu Bani Adam berada di antara dua jemari dari jari jemari ar-Rahman. Dia membolak-balikkannya sebagaimana Dia kehendaki.” Kemudian Rasulullah saw. berdoa, (Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubanaa ‘ala tho’atik.) Ya Allah, Dzat Yang Memalingkan Hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!”(H.R. Muslim)

Pada hadis di atas dijelaskan bahwa hati bisa berbolak balik, dan ketika Rasulullah saw. merasakan demikian, maka beliau berdoa sesuai yang ada pada hadis tersebut.

Dan, akhirnya bukanlah hal yang aneh, jika kemudian hati menjadi gelisah. Tanda kegelisahan hati adalah hidup yang terasa hambar. Segala sesuatu dijalani dengan hampa. Makan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak. Oleh karena itu, saatnya kita kenali, mengapa hati selalu gelisah.

Baca juga: Kitab-kitab Populer dalam Ilmu Hadis

Status Hadis Tentang Tanda Hati Selalu Gelisah

Pada kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal disebutkan riwayat sebagaimana berikut.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا الْإِيمَانُ؟ قَالَ: «إِذَا سَرَّتْكَ حَسَنَتُكَ، وَسَاءَتْكَ سَيِّئَتُكَ فَأَنْتَ مُؤْمِنٌ» . قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا الْإِثْمُ؟ قَالَ: «إِذَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ شَيْءٌ فَدَعْهُ

Dari Abu Umamah bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., Apa iman itu? Beliau bersabda, “Bila kebaikanmu menggembirakanmu dan kejelekanmu meresahkanmu berarti engkau mukmin.” Orang itu bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa itu dosa? Beliau bersabda, “Bila sesuatu menggelisahkan hatimu, tinggalkanlah.”

Hadis di atas riwayat dari Abu Umamah al-Bahli. Status hadis dinyatakan shahih. Kemudian di takhrij pada kitab Musnad Ahmad oleh Imam Ahmad, dan juga pada kitab Mustadrak karangan al-Hakim an-Naisaburi, serta kitab Mu’jam al-Kabir karangan imam Ath-Thabrani.

Pada hadis tersebut dijelaskan, bahwa tanda dosa adalah bila sesuatu yang kita lakukan, itu menggelisahkan hati. Maka, Rasulullah saw. memerintahkan untuk meninggalan pekerjaan yang dapat menyebakan hati gelisah.

Baca juga: Cara Memilih Calon Suami atau Istri Berdasarkan Hadis Nabi

Seringkali ini terjadi pada masyarakat awam, yang mencurakan bahwa ada kegelisahan yang dia alami ketika sedang mengerjakan sesuatu, namun jika Anda atau siapapun merasa belum mengerti apa yang Anda lakukan ini salah atau benar. Maka, anda bisa berpatokan pada hati, karena yang namanya hati meski dapat dibolak-balikkan, namun tidak bisa berbohong dengan apa yang kita rasakan. Jika hati merasa gelisah, diapun tidak bisa berkata sedang gembira riang.

Dzikir Mengatasi Rasa Gelisah Karena Dosa

Selain dengan cara pada hadis di atas, yakni mengucapkan doa sesuai yang diucapkan oleh Rasulullah saw., yaitu

 اللهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Ya Allah, Dzat Yang Memalingkan Hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!

Dzikir yang dapat dibaca ketika hatimu gelisah adalah sebagaimana dalam riwayat berikut ini

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengucapkan ‘Subhanallah wabihamdihi (Mahasuci Allah dan segala pujian hanya untuk-Nya) sehari seratus kali, maka kesalahan-kesalahannya akan terampuni walaupun sebanyak buih di lautan.”

Pada kitab Shahih al-Jami’, dijelaskan, suatu kaum yang duduk untuk berdzikir kepada Allah swt., kemudian ia berdiri, niscaya akan dikatakan kepadanya, berdirilah, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian. Kesalahan dan kalalaian digantikan dengan kebaikan. Semoga kita salah satu yang bisa istiqamah dalam berdzikir. Wallahu a’lam.

Hadis tentang Doa Ketika Mengetahui Musibah Orang Lain

0
Hadis Tentang Doa Ketika Mengetahui Musibah Orang Lain
Hadis Tentang Doa Ketika Mengetahui Musibah Orang Lain

Hadispedia.id – Manusia tidak terlepas yang namanya musibah, Rasulullah saw. seorang kekasih mulia Allah swt. saja, juga tidak terhindar dari musibah. Apalah jika menjadi manusia biasa, seyogyanya harus semakin memantapkan hatinya bahwa banyak dosa yang ada pada dirinya. Selain itu, Rasulullah saw. juga mengajarkan pada umatnya, bahwa perlunya doa ketika mengetahui musibah orang lain. Selain mendoakan orang lain, juga agar kita terhindar dari mara bahaya dan musibah. Sebagaimana hadis pada kitab Jami’ al-Kabir karangan Imam at-Tirmidzi,

،عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ رَأَى مُبْتَلًى، فَقَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ، وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً، لَمْ يُصِبْهُ ذَلِكَ البَلاَءُ

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa melihat orang yang tertimpa musibah kemudian mengucapkan; Al HAMDULILLAAHILLAADZII ‘AAFAANII MIMMAABTALAAKA BIHI WA FADHDHALANII ‘ALAA KATSIIRIN MIMMAN KHALAQA TAFDHIILAN (segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari musibah yang diberikan kepadamu, dan melebihkanku atas kebanyakan orang yang Dia ciptakan) maka ia tidak tertimpa musibah tersebut.” Abu Isa berkata, “Hadis ini adalah hadis hasan gharib dari jalur ini.”

Pada hadis di atas jelas, bahwa Rasulullah saw. mengutus umatnya untuk mendoakan kepada orang lain yang terkena musibah. Dengan doa yang sudah tertera di atas.

Baca juga: Pembelajar Hadis Wajib Kuasai Tiga Ilmu Ini

Status Hadis Tentang Doa Ketika Mengetahui Musibah Orang Lain

Pada hadis di atas tertera pada kitab Jami’ al-Kabir bahwa hadis tersebut memiliki status Hasan Gharib. Namun ditinjau dari sisi matan, hadis itu memiliki penguat karena adanya riwayat bi al-ma`na yang mendukung makna hadis tersebut.

Kemudian jika menurut Imam Tirmidzi mendefinisikannya sebagai hadis yang perawinya tidak ada yang dicurigai atau tidak ada yang tertuduh pembohong, tidak bertentangan dengan hadis lain, dan diriwayatkan lebih dari satu sanad. Imam at-Tirmidzi juga menulis kitab kumpulan hadis hasan atau kitab yang menjelaskan hadis hasan. Kitab tersebut yaitu kitab  Jami’ al-Tirmidzi yang lebih sering disebut dengan nama Sunan al-Tirmidzi.

Baca juga: Kitab-kitab Populer dalam Ilmu Hadis

Etika Ketika Mendoakan Musibah Orang Lain

Pada kitab Al-Adzkar karangan Imam Nawawi, menyebutkan, sebagaimana para ulama menganjurkan ketika mendoakan musibah orang lain dengan nada yang pelan. Maksudnya hanya dirinya saja yang mendengar dan tidak boleh orang yang sedang terkena musibah mendengar. Tujuannya agar tidak menyakiti atau menyinggung perasaan orang yang lagi terkena bencana tersebut.

Karena biasanya orang yang terkena musibah, pikirannya belum terkontrol dan belum bisa menetralkan pikirannya. Biasanya mereka senang jika ada dukungan orang lain di sekitarnya. Maka, ucapkan doa baik kita di dalam hati saja. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Adab Melangsungkan Akad Pernikahan Menurut Hadis

0
Adab Melangsungkan Akad Pernikahan Menurut Hadis
Adab Melangsungkan Akad Pernikahan Menurut Hadis

Hadipedia.id- Ketika sepasang mempelai akan melangsungkan akad pernikahan, sebaiknya mereka memberikan berita pernikahannya kepada seluruh keluarga, kerabat, tetangga dan teman-temannya. Budaya ini memang diatur dalam Islam. Islam menyunnahkan kita agar mengumumkan berita pernikahan kita kepada khalayak ramai dengan tujuan menghindari fitnah. Hal demikian juga merupakan adab melangsungkan akad pernikahan.

Nabi saw. bersabda, “Pemisah antara yang halal dan haram adalah kemasyhuran. Pernikahan dihalalkan oleh agama dan merayakannya dipuji dan diberkati. Berbeda dengan zina, suatu perkara yang dilarang. Jika orang lain mendengar berita hubungan seseorang yang berdasar pada zina, hal tersebut menjadi aib. Apalagi jika disiarkan secara terang-terangan, maka secara otomatis orang lain mencaci dan mencibir perbuatan tersebut.” (Tuhfatul Ahwadhi)

Ketika akan melangsungkan akad pernikahan, sebaiknya dipilih waktu yang terbaik agar akad yang dilaksanakan bertambah keberkahannya. Dalam hadis Nabi saw., yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah r.a. bahwa Nabi melangsungkan pernikahan di bulan Syawal dan memulai hubungan bersama istrinya juga di bulan Syawal. Sebagaimana hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : تَزَوَّجَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ شَوَّالَ وَبَنَى بِيْ فِيْ شَوَّالَ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّيْ؟ قَالَ: وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِيْ شَوَّالَ

Dari Aisyah r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. menikahiku dan mulai hubungan denganku pada bulan Syawal. Maka tidak ada di antara istri-istri Rasulullah saw. yang lebih mendapatkan keberuntungan dari padaku.” Perawi berkata, “Oleh sebab itu, Aisyah sangat senang menikahkan para wanita di bulan Syawal.” (H.R. Muslim)

Selain itu, menikah pada bulan Syawal juga menjadi pembeda bagi kaum jahiliyah yang menganggap bahwa menikah pada bulan Syawal terlarang dan dihindari. (Syarah Nawawi ala Muslim)

Baca juga: Cara Memilih Calon Suami atau Istri Berdasarkan Hadis Nabi

Mengadakan Walimatul ‘Urs

Sebagian ulama menyatakan bahwa mengadakan walimah hukumnya wajib, hal ini didasarkan pada hadis:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِهِ أَثَرُ صُفْرَةٍ فَسَأَلَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنَ الأَنْصَارِ قَالَ كَمْ سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ زِنَةَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاة

Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ‘Abdurrahman bin ‘Auf menginformasikan kepada Rasulullah saw. bahwa ia menikah dengan seorang perempuan Anshar. Beliau bertanya; “Berapa mas kawin yang kau berikan untuknya?” Ia menjawab, “Perhiasan dari emas. Rasulullah saw. bersabda, “Laksanakan walimah walau hanya menyembelih satu kambing.”  (HR. Bukhari)

Kata berwalimahlah walau hanya dengan satu kambing, mengindikasikan bahwa perkara itu wajib dilakukan semampunya. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa walimah tidak wajib, karena tidak ditemukan hadis pendukung yang menyatakan bahwa walimah wajib dilaksanakan. Imam Thabrani menyatakan “Al-walimatu haq” dan dianjurkan untuk dilaksanakan. Walimah merupakan sunnah yang utama, tidak wajib dilakukan sebagaimana pendapat ulama sebelumnya. Terlepas dari kontroversi tentang hukum walimah, sebaiknya seseorang yang telah melangsungkan akad pernikahan mengadakan walimah, hal ini bertujuan untuk mendapatkan doa dan dukungan moral dari keluarga dan orang-orang dekat.  

Baca juga: Pembelajar Hadis Wajib Kuasai Tiga Ilmu Ini

Jangan melaksanakan walimah melebihi satu hari, karena dapat mengakibatkan sum’ah dan riya’. Walimah cukup dilaksanakan dalam satu hari saja. Hal ini berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar bahwa Nabi bersabda, “Ketika kalian diundang dalam walimah maka wajib memenuhinya, dan walimah itu tidak mencapai tiga hari.” (H.R. Abu Daud)