Sayyidah Aisyah dan Kepakarannya dalam Bidang Hadis

Hadispedia.id – Bagi umat Islam, sudah semestinya sangat mengenal sang Ummul Mu’minin istri Rasulullah saw. ini, yakni Sayyidah Aisyah ra. Ia merupakan sosok yang memiliki posisi sangat penting bagi perjalanan dakwah Rasulullah saw. hingga sepeninggal Rasul, ia masih berperan dalam melanjutkan misi dakwah suaminya.

Biografi Sayyidah Aisyah r.a.

Aisyah merupakan seorang putri dari sahabat Nabi saw. yakni Abu Bakr as-Shiddiq. Sedangkan ibunya ialah Ummu Ruman. Mereka berdua termasuk keluarga terkemuka di kalangan kaum Quraisy. Ayah dan ibu Aisyah masih dalam satu nasab keluarga dan bertemu pada Kinanah, yang juga merupakan kakek buyut Rasulullah saw. Sehingga mereka masih dalam satu nasab yang sama.

Mengenai sejarah kelahirannya, hampir belum ditemukan catatan pasti tentang kelahiran Aisyah. Namun demikian, para ulama mencoba memastikan tahun kelahirannya dengan melihat berbagai riwayat tentang pernikahan Rasulullah saw. dengan Aisyah. Dan versi yang cukup diyakini bahwa Aisyah lahir pada bulan Syawwal tahun kesembilan hijriyah atau bertepatan dengan bulan juli tahun 614 M. Setidaknya itu yang dipaparkan oleh Sulaiman an-Nadawi dalam kitabnya Sirah as-Sayyidah ‘Aisyah Ummul Mu’minin r.a.

Sejak masa kecil Aisyah, Rasulullah saw. sudah memperhatikannya, terlebih karena kejeniusannya. Dalam Sunan Abi Daud tercantum suatu riwayat yang bercerita tentang masa kanak-kanak Aisyah. Suatu ketika, Aisyah sedang bermain boneka hingga Rasulullah saw. bertanya kepadanya, “Apa ini wahai Aisyah?”. “Kuda” jawab Aisyah. Maka Rasulullah saw. menanyainya lagi, “Apakah kuda memiliki dua sayap?”. Akhirnya Aisyah memberikan jawaban, “Bukankah kuda Nabi Sulaiman memiliki sayap?”. Mendengar jawaban spontan dan akurat tersebut membuat Rasulullah saw. tertawa. Jawaban tersebut memberikan gambaran akan kecerdasan serta luasnya wawasan Aisyah.

Keutamaan Sayyidah Aisyah r.a.

Sayyidah Aisyah merupakan salah seorang istri Rasulullah saw. Mengenai usia pernikahannya, para ulama memiliki beragam pendapat. Semisal dalam Shahih Bukhari dan Muslim dikatakan bahwa pernikahan itu dilangsungkan saat Aisyah menginjak umur 6 tahun dan baru hidup serumah dengan Rasulullah saw. saat usia 9 tahun. Sedangkan imam at-Thabari menyatakan bahwa Aisyah menikah saat berusia 10 tahun dan baru berkumpul dengan Rasulullah saw. saat berusia 13 tahun.

Selama pernikannya dengan Rasulullah saw., ia tidak dikaruniai seorang anak, sehingga ia mengadopsi keponakannya yakni Abdullah bin Zubair, putra dari saudarinya yang bernama Asma’ binti Abu Bakr. Ia juga mengangkat Qasim bin Abdurrahman yang juga masih keponakannya.

Mengenai kecerdasannya memang sudah tidak diragukan lagi. Ia bisa disetarakan dengan para sahabat dekat Rasulullah saw. dan yang memiliki kecerdasan tingkat tinggi pula. Adapun usia Aisyah yang relatif muda saat dinikahi Rasulullah saw. menjadikan ia memiliki kemudahan dalam memahami berbagai hal terutama menyangkut persoalan keagamaan. Masa mudanya benar-benar dimaksimalkan untuk belajar langsung kepada Rasulullah saw.

Selain itu, karena Aisyah tinggal bersama Rasulullah saw. yang kamarnya berdekatan dengan masjid Nabawi, membuat Aisyah sering mendengarkan dan menyimak dari kamarnya tentang penjelasan-penjelasan Rasulullah saw. kepada para sahabatnya yang lain. Perlu diketahui pula bahwa masjid Nabawi selain dipergunakan sebagai tempat ibadah, juga dijadikan sebagai majelis/halaqah pusat pengajaran Islam.

Kepakarannya dalam Bidang Hadis

Disebabkan karena hidupnya senantiasa bersama Rasulullah saw., maka Aisyah juga sangat sering mendapatkan pengajaran ilmu agama darinya tanpa terkecuali hadis-hadis yang ia lihat dan dengar dari suaminya. Ini pula yang menjadikannya sebagai salah satu dari golongan sahabat dengan intelektual yang tinggi.

Aisyah juga mempunyai perbedaan dibandingkan para sahabat yang lain. Jika sahabat lain banyak meriwayatkan hadis dari sesama sahabat, justru sebagian besar hadis yang diriwayatkan Aisyah merupakan langsung dari Rasulullah saw. Di sisi lain, kebanyakan hadis riwayat Asiyah merupakan hadis fi’li yakni hadis yang menggambarkan perbuatan-perbuatan Nabi. Hadis-hadis seperti ini bisa dikatakan hanya diriwayatkan oleh orang-orang yang senantiasa bersama Rasulullah saw. dan beruntungnya Aisyah yang senantiasa bersama Rasulullah saw.

Abdul Hamid Mahmud Tahmaz dalam kitab al-Sayyidah ‘Aisyah: Umm al-Mu’minin wa ‘Alimah Nisa al-Islam mengatakan bahwa Aisyah r.a. memiliki hadis-hadis yang diriwayatkan secara infirad (secara tunggal) atau dalam istilahnya dikenal dnegan al-Infirad bi Riwayat al-Hadits. Maksudnya bahwa Aisyah banyak meriwayatkan hadis-hadis yang tidak diriwayatkan oleh para sahabat yang lain.

Hal yang cukup menarik dari manhaj (metode) Sayyidah Aisyah dalam menyeleksi hadis adalah cukup ketatnya dalam riwayat bi al-ma’na, yakni hadis-hadis yang diriwayatkan dengan redaksi yang berbeda namun memiliki makna yang sama. Ini terlihat saat ‘Urwah mengisahkan kepada Aisyah bahwa Ibn ‘Amr bin Ash pernah meriwayatkan hadis tentang ilmu yang akan hilang beriringan dengan wafatnya para ulama.

Saat Aisyah mendengar matan hadis yang dibacakan ‘Urwah, ia menolak hadis tersebut karena redaksinya tidak sesuai dengan yang ia hafal. Lantas ketika Ibn ‘Amr datang ke Madinah, maka Aisyah meminta ‘Urwah untuk bertanya lagi kepada Ibn ‘Amr sehingga Ibn ‘Amr menyampaikan hadis kepadanya dengan redaksi yang sama persis.

Akhirnya Aisyah berkata, “Kukira Ibn ‘Amr benar karena ia tidak menambah maupun mengurangi redaksi hadis tersebut”. Riwayat ini bisa ditemukan dalam Shahih Muslim pada bab “Rafa’a al-‘Ilma wa dzahara al-Jahlu”. Begitulah Aisyah dalam menjaga keotentikan dari suatu hadis dengan menjaga prinsip riwayah bi al-Lafd hingga para sahabat juga sering mendatanginya hanya untuk mengecek hafalan mereka terkait hadis-hadis Rasulullah.

Dalam Siyar A’lam al-Nubala, Imam ad-Dzahabi mengatakan bahwa jumlah hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah mencapai 2.210 hadis. Adapun yang ittifaq ala sahihaian (disepakati oleh Bukhari dan Muslim) sebanyak 174 hadis. Sedangkan yang hanya diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari saja sebanyak 54 hadis dan yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja sebanyak 69 hadis. Dalam kitab Taisir Musthalah al-Hadis karya Dr. Mahmud At-Tahhan disebutkan bahwa Aisyah menduduki urutan keempat sebagai sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadis, setelah Abu Hurairah r.a., Ibnu Umar r.a., dan Anas bin Malik r.a.

Selain daya hafalnya yang tinggi, kemampuannya dalam memahami kandungan hadis juga bisa dibilang sangat baik. Hal ini bisa terlihat dari berbagai fatwa yang ia keluarkan dengan berdasar pada istinbath dan penalarannya. Biasanya dalam ranah hukum fiqh tidak akan lepas dari pemaknaan hadis dan itu sangat dikuasai oleh Aisyah. Hingga pada masa Umar bin Khattab r.a., Aisyah termasuk dalam kelompok sahabat yang diberi izin untuk memberikan fatwa. Wallahu A’lam

Mohammad Anas Fahruddin
Mohammad Anas Fahruddin
Alumni Ilmu Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya

Artikel Terkait

spot_img

Artikel Terbaru