Hadispedia.id – Di antara bentuk pemuliaan Islam kepada perempuan dapat dilihat pada peran perempuan pada masa dahulu. Seperti di masa Nabi, di masa sahabat dan tabi’in, tercatat ada banyak perempuan hebat yang berperan penting di dunia Islam. Di antaranya sebagai guru yang mengajarkan hadis-hadis Nabi yang menjadi keilmuan yang sangat penting di masa itu. Pada tulisan ini, kita akan membahas siapa perempuan terbaik di kalangan tabi’in?
Bagi para pengkaji hadis dengan sanad-sanadnya, akan sering menjumpai perempuan dalam rangkaian sanad hadis, termasuk di kalangan tabi’in. Seperti sosok Fathimah binti al-Mundzir yang menjadi guru dari suaminya sendiri yang bernama Hisyam ibn ‘Urwah. Selain itu, sosok ‘Urwah (ayahnya Hisyam) juga punya guru perempuan yang bernama ‘Amrah, sehingga sering ditemukan kata-kata seperti ‘Urwah ‘an ‘Amrah (‘Urwah meriwayatkan dari ‘Amrah).
Jika kita membandingkannya dengan masa sekarang, barangkali tidak begitu menarik, karena sudah banyak perempuan yang menjadi guru dan memiliki berbagai peran penting dalam kehidupan. Namun, bila ditengok pada masa dulu itu, maka akan berbeda, mereka punya peran di saat perempuan dinomorduakan di berbagai peradaban.
Ada tiga perempuan terbaik di kalangan tabi’in, sebagaimana dicatat oleh Imam An-Nawawi (w. 676 M), yaitu: Hafshah binti Sirin, ‘Amrah binti Abdirrahman, dan Ummu Ad-Darda`As-Shughra.
Pertama, Hafshah binti Sirin
Ia lahir pada tahun 31 H, di masa kekhalifahah Utsman ibn ‘Affan. Ayahnya dulunya adalah seorang budak Anas bin Malik, lalu dimerdekakan. Begitu juga ibunya merupakan seorang budak, yang dimerdekakan oleh Abu Bakar. Meskipun kedua orang tuanya adalah bekas budak, namun ia dan saudara kandungnya, Muhammad ibn Sirin, menjadi tokoh penting dalam keilmuan Islam.
Bahkan, sosok Hafshah menjadi rujukan bagi sudaranya, Muhammad ibn Sirin. Ketika ia mengajar Al-Qur’an dan menemukan kesulitan, maka ia menyuruh murid-muridnya untuk menanyakannya kepada Hafshah. Hafshah juga merupakan sosok periwayat hadis yang amat dipercaya, sehingga dimasukkan ke dalam daftar rawi-rawi tsiqah oleh Yahya ibn Ma’in.
Kedua, ‘Amrah binti Abdirrahman
Ia lahir pada tahun 29 H. Ia merupakan murid unggulan dari istri-istri Rasulullah saw. dan para sahabiyat, terutama Sayyidah ‘Aisyah dan Sayyidah Ummu Salamah. Ia sukses dikader oleh Sayyidah ‘Aisyah, dan ia pun sukses mengkader putranya Muhammad ibn Abdirrahman dan juga cucunya, Haritsah dan malik. Ia juga merupakan guru penting Muhammab ibn Syihab Az-Zuhry. ‘Amrah memiliki banyak riwayat yang banyak tercantum di dalam banyak kitab-kitab hadis, terutama kutubussittah.
Ketiga, Ummu Ad-Darda’ As-Shughra
Ia adalah istri dari Abu Ad-Darda’; seorang sahabat Nabi yang cukup populer. Suaminya sekaligus gurunya. Di samping kepada suaminya, ia juga belajar kepada Salman Al-Farisi, ‘Aisyah dan Abu Hurairah. Ibnu Al-Jauzi menjelaskan bahwa Ummu Ad-Darda` ada dua orang. Pertama; Ummu Ad-Darda’ Al-Kubra, yaitu istri pertama Abu Ad-Darda` yang lebih dahulu meninggal, seorang sahabat Nabi dari kalangan perempuan. Kedua, yaitu Ummu Ad-Darda` As-Sughra. Dinamakan As-Shugra karena ia yang kecil.
Di saat Abu Ad-Darda` akan wafat, Ummu Darda` berkata, “Kau meminangku melalui orang tuaku di dunia, lalu mereka menikahkanmu (denganku). Dan aku meminangku kepada dirimu sendiri di Akhirat.” Lalu Abu al-Darda` berpesan, “(Jika begitu), maka jangan menikah setelah kepergianku”. Setelah Abu Ad-Darda’ wafat, ia dipinang oleh Mu’awiyah, maka Ummu Ad-Darda` pun menolaknya dengan menyampaikan kisah tersebut.