Hadispedia.id – Pada hadis keenam belas berikut ini, imam Nawawi kembali menghadirkan etika yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Yakni menahan emosi dan tidak mudah marah.
عَنْ أبيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِيْ: قَالَ: « لَا تَغْضَبْ» فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ: «لَا تَغْضَبْ» رواه البخاري
Dari Abu Hurairah r.a. ada seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi saw., “Berilah aku nasihat.” Beliau menjawab, “Jangan marah.” Laki-laki itu mengulangi (lagi meminta nasihat kepada beliau) berkali-kali. Beliau tetap menjawab, “Jangan marah.” (H.R. Al-Bukhari)
Lagi-lagi Nabi saw. memberikan pesan yang jawami’ul kalam. Singkat, padat, jelas, dan mengandung makna yang dalam serta luas. Beliau berpesan kepada sahabatnya secara khusus dan kepada kita umatnya secara umum untuk menahan emosi dalam kondisi apapun. Bahkan saking pentingnya pesan ini, sampai beliau ulangi berkali-kali.
Marah atau emosi merupakan suatu ekspresi tidak terima atas kondisi yang sedang ia hadapi. Oleh sebab itu, maka kebalikan dari ghadhab/marah adalah ridha/rela terhadap segala sesuatu yang ia hadapi, baik maupun buruk. Sementara ridha merupakan salah satu sifat dari penduduk surga.
Allah swt. berfirman di dalam Q.S. At-Taubah ayat 100, “…Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.”
Sejalan dengan ayat tersebut, Nabi saw. juga pernah bersabda, “Jangan marah, niscaya bagimu surga.” (HR. At-Thabarani) Beliau menghubungkan antara surga dengan menahan marah. Hal ini menunjukkan bahwa bagi orang yang menginginkan surga, maka hendaknya ia menghiasi dirinya di dunia dengan sifat penduduk surga. Yakni ridha dan tidak marah.
Baca juga: Hadis No. 2 Sunan At-Tirmidzi tentang Keutamaan Bersuci
Marah memang fitrah dan manusiawi yang kerap dialami oleh setiap orang. Oleh sebab itu, maka Nabi saw. memerintahkan kita untuk menahan diri dari hal itu. Kita harus memikirkan banyaknya dampak negatif yang akan kita alami baik kembali kepada diri sendiri maupun orang lain.
Salah satu dampak negatif bagi diri sendiri adalah tekanan darah naik, badan menjadi gemetar, nafas terengah-engah, dan bisa menimbulkan tindakan dan ucapan yang tidak baik. Sementara dampak negatif bagi orang lain adalah dapat menimbulkan rasa dendam, perpecahan, permusuhan, dan rasa benci satu dengan lainnya. Bahkan dapat memutus tali silaturahim. Padahal semua itu sangat dilarang di dalam agama Islam.
Dr. Mustafa Dieb dalam kitab Al-Wafi telah memberikan beberapa tips agar kita dapat mencegah atau meredam kemarahan. Di antaranya adalah sebagaimana berikut.
Pertama, melatih jiwa dengan berbagai akhlak terpuji. Seperti; melatih berikap sabar, lemah lembut, tidak tergesa-gesa dalam segala hal, dan lain sebagainya.
Kedua, mengingat-ingat dampak dari marah, keutamaan meredam amarah, dan keutamaan memaafkan orang yang berbuat salah. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang menahan marah dan ia sebenarnya mampu untuk meluapkannya. Maka, pada hari Kiamat kelak, ia akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk-Nya, lalu ia disuruh memilih bidadari yang ia inginkan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Ketiga, ta’awwudz (mengucapkan a’udzubillahi minasy syaithanir rajim). Allah swt. berfirman, “Dan jika engkau ditimpa godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-A’raf: 200)
Keempat, mengubah posisi. Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah dan dia berdiri, maka duduklah. Karena kemarahan akan hilang. Jika belum juga hilang maka berbaringlah.”
Kelima, menghentikan bicara. Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu marah, maka diamlah.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud) Kemarahan dipastikan akan semakin bertambah jika ia tetap berbicara. Bahkan dapat menimbulkan perkataan yang tidak baik.
Baca juga: Hadis No. 3 Shahih Al-Bukhari tentang Permulaan Turunnya Wahyu kepada Nabi saw.
Keenam, berwudlu. Kemarahan adalah api yang membara dalam diri manusia, maka air yang dapat memadamkannya. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya amarah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api. Jika seorang di antara kalian marah, maka berwudlulah.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Sementara itu, Dr. Ahmad Ubaidi Hasbillah di dalam kitab Al-Fawaid Al-Mustafawiyyah menjelaskan cara paling mudah untuk meredam amarah. Yakni dengan tersenyum. Beliau merumuskan dengan dua, dua, satu (2, 2, 1).
Maksudnya adalah ketika amarah mulai melanda kita maka gerakkanlah ujung bibir ke arah sebelah kanan 2 cm dan ke arah sebelah kiri 2 cm. Lakukan hal tersebut minimal satu detik saja. Maka, satu detik itu akan merubah dunia, merubah keadaan, dan merubah segala sesuatu yang awalnya panas menjadi adem.
Demikianlah pesan singkat Nabi saw. yang memiliki dampak yang luar biasa dalam kehidupan kita. Yakni, jangan marah, jangan marah, dan jangan marah. Wa Allahu a’lam bis shawab.