Beranda blog Halaman 70

Hadis No. 6 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abu Daud
Sunan Abu Daud

قَالَ الْاِمَامُ أَبُو دَاوُدَ سُلَيْمَانُ بْنُ الأَشْعَثِ فِيْ سُنَنِهِ فِيْ بَابِ كَرَاهِيَةِ اسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ عِنْدَ قَضَاءِ الْحَاجَةِ

حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ: قِيلَ لَهُ لَقَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ: أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ وَأَنْ لَا نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، وَأَنْ لَا يَسْتَنْجِيَ أَحَدُنَا بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ

ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam kitab Sunan-nya pada bab makruhnya menghadap kiblat saat buang hajat,

Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Muawiyah telah menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy dari Ibrahim dari Abdurrahman bin Yazid dari Salman, ia berkata, dikatakan kepadanya, “Sungguh Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga urusan buang hajat.” Salman menjawab, “Benar, beliau telah melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau buang air kecil, agar kami tidak beristinja’ dengan tangan kanan, agar salah seorang dari kami tidak beristinja’ dengan kurang dari tiga batu, atau (tidak) beristinja’ dengan kotoran binatang atau tulang.”

Perawi Hadis yang Terkenal dengan Nama Laqabnya

0
Laqab
Laqab

Hadispedia.id – Laqab sebagaimana diterangkan oleh Dr. Mahmud At-Thahhan dalam kitab Taisir Musthalah Al-Hadis adalah sifat yang memberitakan tentang ketinggian atau kerendahan. Laqab juga diartikan pada sifat yang menunjukkan pujian atau hinaan. Bahasa sederhananya laqab adalah gelar atau julukan yang disematkan kepada seseorang atas salah satu sifat yang dimilikinya.

Pada diskursus ilmu hadis, pembahasan tentang laqab (gelar) dari seorang perawi atau ulama ahli hadis penting diketahui bagi para pengkaji hadis. Hal ini disebabkan karena suatu waktu perawi itu disebutkan dengan nama aslinya, sesekali juga disebut dengan nama laqabnya, sehingga sering dianggap dua orang, padahal satu orang. Selain itu, agar dapat diketahui sebab perawi hadis itu diberi gelar seperti itu. Sehingga maksud yang sebenarnya dari gelar itu pun diketahui yang kadang saling berbeda-beda makna dhahirnya.

Laqab itu ada dua macam:

  1. Tidak boleh diperkenalkan, yaitu ketika pihak yang diberi laqab membencinya.
  2. Boleh diperkenalkan, yaitu ketika pihak yang diberi laqab tidak membencinya.

Contoh-contoh laqab yang disematkan kepada para perawi hadis:

  1. Ad-Dhal (الضَّالُّ). Laqab yang diberikan kepada Mu’awiyah bin Abdul Karim Ad-Dhal. Ia dilaqabi demikian karena ia pernah tersesat di jalan kota Makkah.
  2. Ad-Dha’if (الضَّعِيْفُ). Laqab yang diberikan kepada Abdullah bin Muhammad Ad-Dha’if. Ia dilaqabi dengan nama itu karena badannya lemah, bukan riwayat hadisnya. Abdul Ghani bin Sa’id mengomentari dua gelar tersebut, “Dua orang laki-laki yang mulia selalu diberi laqab yang jelek, yaitu Adh-Dhal (yang tersesat) dan Adh-Dha’if (yang lemah).
  3. Ghundar (غُنْدَر) artinya adalah orang yang suka huru hara (pengacau/pembuat keributan) menurut bahasa penduduk Hijaz. Ia merupakan laqab yang diberikan kepada Muhammad bin Ja’far Al-Bishari, teman Syu’bah. Sebab diberi laqab tersebut adalah karena Ibnu Juraij datang ke Madinah lalu menceritakan suatu hadis dari Al-Hasan Al-Bashri. Kemudian mereka mengingkari terhadap hadis yang disampaikannya dan mengacaukannya. Sedangkan orang yang paling banyak mengacaukannya adalah Muhammad bin Ja’far. Sehingga mereka menggelarinya sebagai pengacau. Maka dikatakan kepadanya, “Diamlah, Wahai Ghundar (Sang pengacau)!.”
  4. Ghunjar (غُنْجَار). Laqab ini berarti orang yang merah peningnya. Menurut imam Nawawi dalam kitab Taqribnya, ada dua orang yang berasal dari daerah Bukhara memperoleh laqab ini. Pertama, Isa bin Musa yang pernah menerima hadis dari Malik dan Sufyan Ats-Tsauri. Kedua, pengarang kitab Tarikh Al-Kabir, Sha’iqah Muhammad bin Abdurrahim. Ia mendapat laqab ini karena ia memiliki daya hafal yang kuat. Oleh karena itu, Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis darinya.
  5. Syabab (شباب). Laqab ini berarti pemuda. Khalifah Al-Ashfari, pengarang sebuah kitab sejarah pernah mendapatkan laqab ini.
  6. Bundar (بندار). Laqab ini berarti sang penghafal hadis (حافظ). Laqab ini diberikan kepada Muhammad bin Basysyar, guru Imam At-Tirmidzi.
  7. Sajjadah (سجادة). Orang yang populer dengan laqab ini adalah Husain bin Hammad dan Husain bin Ahmad.
  8. Abdan (عبدان). Orang yang mendapat laqab ini adalah Abdullah bin Utsman Al-Marwazi, temannya Imam Ibnu Mubarak. Imam Ibnu Shalah mendapat informasi dari Abu Thahir sebagaimana dikutip oleh Imam Suyuthi dalam kitab Tadribur Rawi menjelaskan alasan ia dilaqabi Abdan. Hal ini disebabkan karena namanya adalah Abdullah, sedangkan nama kunyahnya adalah Abu Abdirrahman. Sehingga digabung antara keduanya menjadi Abdan.
  9. Musykudanah (مشكدنة). Laqab ini berarti biji minyak misik atau kantong minyak misik menurut bahasa Persia. Perawi hadis yang mendapatkan laqab ini adalah Abdullah bin Umar Al-Amawi.
  10. Muthayyan (مطين). Laqab yang diberikan kepada Abu Ja’far Al-Hadhrami. Sebab ia diberi laqab itu adalah pada masa kecilnya ia suka bermain dengan teman-temannya di dalam air. Kemudian teman-temannya mengelaburi lumpur di punggungnya. Oleh sebab itu, suatu saat Abu Nu’aim berkata kepadanya, “Wahai Muthayyan, mengapa engkau tidak datang di majelis ilmu?”

Ulama baik mutaqaddimin maupun mutaakhirin telah menyusun kitab khusus tentang laqab atau nama-nama gelar yang disematkan kepada para perawi hadis. Menurut Dr. Mahmud At-Thahhan yang paling baik dan ringkas adalah kitab Nuzhatul Albab (نزهة الالباب) karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Perawi Hadis yang Terkenal dengan Nama Kunyah

0
Kunyah
Kunyah

Hadispedia.id – Nama kunyah adalah nama panggilan/julukan yang diawali dengan kata abu (bapak) atau ummu (ibu). Seperti nama kunyah Rasulullah saw. adalah Abu Al-Qasim; bapaknya Qasim, karena beliau memiliki putra yang bernama Qasim. Ummu Salamah adalah nama kunyah bagi istri Rasulullah saw. yang memiliki nama asli Hindun.

Menurut kamus Al-Ma’ani, nama kunyah juga bisa didahului dengan kata ibnu (anak laki-laki), seperti Ibnu Umar (anaknya Umar, yang dimaksud adalah Abdullah bin Umar). Atau didahului dengan kata bintu (anak perempuan), akhu (saudara laki-laki), ukhtu (saudara perempuan), ammu (paman dari pihak ayah), ammatu (bibik dari pihak ayah), khalu (paman dari pihak ibu), dan khalah (bibik dari pihak ibu). Namun, nama kunyah yang paling sering adalah diawali dengan abu atau ummu.

Pada diskursus ilmu hadis, para pengkaji hadis penting mengetahui nama-nama kunyah dari perawi hadis. Hal ini disebabkan karena agar tidak terjadi satu orang dianggap dua orang yang berbeda. Padahal ia memiliki nama asli sekaligus nama kunyah. Berikut adalah di antara macam-macam pemilik nama kunyah dan contohnya yang terdapat dalam kitab Taisir Musthalah Al-Hadis karya Dr. Mahmud At-Tahhan.

  1. Orang yang nama asli dan kunyahnya sama. Artinya ia tidak memiliki nama lain. Seperti Abu Bilal Al-Asy’ari, beliau memiliki nama asli dan nama kunyah yang sama. Meskipun namanya diawali Abu yang berarti nama kunyah, namun nama itu juga sekaligus nama asli baginya.
  2. Orang yang hanya dikenal dengan nama kunyah atau panggilannya saja, dan tidak diketahui apakah ia memiliki nama asli atau tidak. Seperti seorang sahabat yang bernama kunyah Abu Unas.
  3. Orang yang dilaqabi (diberi gelar) dengan nama kunyah dan ia memiliki nama asli dan nama kunyah yang lain. Seperti Abu Turab (bapaknya debu) adalah sebuah nama laqab (gelar) yang terdiri dari nama kunyah yang diberikan Nabi saw. kepada Ali bin Abi Thalib r.a. Sedangkan ia pun memiliki nama kunyah yang lain, yakni Abu Al-Hasan (bapaknya Hasan), karena ia memiliki putra bernama Hasan.
  4. Orang yang memiliki nama kunyah dua atau lebih. Seperti Ibnu Juraij, nama kunyahnya adalah Abu Al-Walid dan Abu Khalid.
  5. Orang yang diperselisihkan nama kunyahnya. Seperti Usamah bin Zaid, ada yang mengatakan nama kunyahnya adalah Abu Muhammad, ada pula yang mengatakan Abu Abdillah, dan ada yang mengatakan Abu Kharijah.
  6. Orang yang diketahui nama kunyahnya, namun nama aslinya diperselisihkan. Seperti Abu Hurairah, nama aslinya sendiri serta nama bapaknya diperselisihkan sebanyak tiga puluh pendapat. Pendapat yang paling masyhur nama aslinya adalah Abdurrahman bin Shakhr.
  7. Orang yang nama asli dan kunyahnya diperselisihkan. Seperti Safinah, nama aslinya ada mengatakan Umair, ada yang mengatakan Shalih, dan ada pula yang mengatakan Mihran. Sedangkan nama kunyahnya ada yang mengatakan Abu Abdirrahman dan ada yang mengatakan Abu Al-Bakhtari.
  8. Orang yang diketahui nama asli sekaligus nama kunyahnya dan keduanya sama-sama terkenal. Seperti perawi-perawi hadis yang dikenal memiliki nama kunyah Abu Abdillah dan nama aslinya pun terkenal, yaitu Sufyan Ats-Tsauri, Malik, Muhammad bin Idris As-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal. Selain itu adalah imam Abu Hanifah dikenal nama kunyahnya juga dikenal nama aslinya, yakni An-Nu’man bin Tsabit.
  9. Orang yang terkenal nama kunyahnya dan nama aslinya juga diketahui. Seperti perawi hadis yang terkenal dengan nama kunyah Abu Idris Al-Khaulani, sedangkan nama aslinya juga diketahui yaitu A’idzullah.
  10. Orang yang terkenal nama aslinya dan nama kunyahnya juga diketahui. Seperti Thalhah bin Ubaidillah At-Taimi, Abdurrahman bin Auf, dan Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Mereka masyhur sekali nama aslinya dan nama kunyah mereka adalah Abu Muhammad.

Para ulama telah menyusun kitab-kitab yang membahas khusus seputar nama-nama kunyahnya para perawi hadis. Di antaranya adalah Imam Ali bin Al-Madini, Imam Muslim, dan Imam An-Nasa’i. Namun, kitab yang paling terkenal dan sudah dicetak adalah kitab Al-Kuna wa Al-Asma’ karya Imam Ad-Daulabi Abu Bisyr Muhammad bin Ahmad, wafat pada tahun 310. H.

 

Arti Hadis dalam Ayat Al-Qur’an

0
Arti Hadis dalam Ayat Al-Qur'an
Arti Hadis dalam Ayat Al-Qur'an

Hadispedia.id – Secara bahasa, sebagaimana terdapat dalam kamus-kamus Bahasa Arab seperti Al-Mu’jam Al-Wasith hadis berarti baru (الجديد). Hadis juga memiliki arti yang beragam di dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Said Agil Munawwar ketika menyampaikan materi Ilmu Hadis Dasar di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayataullah Jakarta yang penulis terima di awal semester satu tahun 2012 silam.

Pertama, Al-Qur’an

اَفَمِنْ هٰذَا الْحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَۙ

Maka apakah kamu merasa heran terhadap Al-Qur’an ini? (Q.S. An-Najm: 59)

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا

Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada Al-Qur’an ini. (Q.S. Al-Kahf: 6)

Kedua, Kisah atau berita

هَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ مُوْسٰىۘ

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah Musa? (Q.S. An-Nazi’at: 15)

هَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ ضَيْفِ اِبْرٰهِيْمَ الْمُكْرَمِيْنَۘ

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Q.S. Adz-Dzariyat: 24)

هَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ الْجُنُوْدِۙ

Sudahkah sampai kepadamu berita tentang bala tentara (penentang) (Q.S. Al-Buruj: 17)

Ketiga, Kalam (pembicaraan atau percakapan)

حَتّٰى يَخُوْضُوْا فِيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهٖۗ…..

…. Maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain… (Q.S. Al-An’am: 68)

وَلَا مُسْتَأْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍۗ…..

…. keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan…. (Q.S. Al-Ahzab: 53)

Keempat, Mimpi (الرؤيا)

وَكَذٰلِكَ يَجْتَبِيْكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيْلِ الْاَحَادِيْثِ

Dan demikianlah, Tuhan memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi….(Q.S. Yusuf: 6)

Demikianlah arti hadis secara bahasa yang terdapat dalam Al-Qur’an. Adakalanya berarti Al-Qur’an itu sendiri, kisah atau berita, percakapan, maupun mimpi. Sementara itu, hadis secara istilah sebagaimana terdapat dalam kitab Taisir Musthalah Al-Hadis adalah segala ucapan, perbuatan, ketetapan, maupun sifat yang disandarkan kepada Nabi saw. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Motivasi Nabi untuk Pelajar dan Pengajar Al-Qur’an

0
Motivasi Nabi untuk Pelajar dan Pengajar Al-Qur'an
Motivasi Nabi untuk Pelajar dan Pengajar Al-Qur'an

Hadispedia.id – Al-Qur’an memiliki kekayaan ilmu luar biasa di dalamnya. Oleh karena itu, Allah swt. menyuruh orang-orang mukmin untuk memikirkan dan mentadabburi ayat-ayatnya. Hal ini juga didukung oleh adanya hadis Nabi saw. yang memberikan motivasi bagi para pelajar dan pengajar Al-Qur’an.

حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ وَأَقْرَأَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي إِمْرَةِ عُثْمَانَ حَتَّى كَانَ الْحَجَّاجُ قَالَ وَذَاكَ الَّذِي أَقْعَدَنِي مَقْعَدِي هَذَا

Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, ia berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Alqamah bin Martsad, Aku mendengar Sa’d bin Ubaidah dar Abu Abdurrahman Al-Sulami dari Utsman ra. dari Nabi saw., beliau bersabda, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” Abu Abdirrahman membacakan (Al-Qur’an) pada masa Utsman hingga Hajjaj pun berkata, ‘Dan hal itulah yang menjadikanku duduk di tempat dudukku ini.’

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (w. 256 H.) dengan dua jalur periwayatan. Jalur pertama dari Syu‘bah dari ‘Alqamah, sedangkan yang kedua dari jalur Sufyan dari ‘Alqamah dengan redaksi matan sebagai berikut:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

Nabi saw. bersabda, “Orang yang paling utama di antara kalian adalah seorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”

Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadis tersebut dalam al-Jami’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min Umuri Rasulillahi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, pada pembahasan ‘Keutamaan Al-Qur’an (كتاب فضائل القرآن)’, bab ‘Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya (باب خَيْرُكُم مَنْ تَعَلّمَ القُرآن وَعَلَّمَه).

Dari segi sanad, hadis ini termasuk dalam derajat hadis shahih karena selain diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari juga tidak ditemukan rawi yang dhaif pada sanad lain. Sanad-sanad lain tersebut antara lain terdapat dalam: Sunan At-Tirmidzi dan As-Sunan Al-Kubra, pada bab ‘Keutamaan Mengajarkan Al-Qur’an (باب فَضْل مَن عَلّم القرآن)’.

Dengan jalur yang sama dari Syu’ban dari ‘Alqamah, hadis ini juga ditemukan dalam Sunan Abi Daud, pada pembahasan ‘Shalat (كتاب الصلاة)’, bab ‘Pahala Membaca Al-Qur’an (باب فِي ثَوابِ قراءة القرآن).’ Hadis ini juga memiliki periwayatan lain dari jalur Yahya bin Sa’id dari Sufyan Al-Tsauri, yang ditemukan pada Sunan Ibnu Majah, Sunan At-Tirmidzi dan As-Sunan Al-Kubra.

Pada Sunan Ibnu Majah, Sunan At-Tirmidzi, As-Sunan Al-Kubra, dan Shahih Al-Bukhari, jalur periwayatan dari Sufyan dari ‘Alqamah tidak menyebutkan Sa’ad bin Ubaidah di dalamnya. Hal ini yang menyebabkan hadis tersebut menjadi Hadis Hasan Shahih, menurut Abu ‘Isa At-Tirmidzi.

Baca juga: Hadis Pahala Membaca Satu Huruf Al-Qur’an

Dari segi matan hadis, Syekh Kholil Ahmad Al-Sahar Nafuri menjelaskannya dalam Badzlul Majhud fi Halli Abi Daud. Menurutnya, orang yang paling utama adalah mereka yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya. Artinya, ia berhasil mengetahui dengan baik ilmu-ilmu syariat yang pokok dan bagian-bagiannya, serta pengetahuan ilmu-ilmu Al-Qur’an lainnya.

Inilah yang dimaksud mukmin sempurna, dan Nabi Muhammad saw. lah yang menduduki posisi tersebut. Meskipun demikian, khitab hadis ini bersifat umum, bukan ditujukan hanya kepada Rasulullah saw. maupun sahabatnya saja. Hadis ini juga ditujukan kepada setiap orang mukmin, dengan syarat harus disertai keikhlasan di dalamnya.

Lebih lanjut lagi, Abu Al-Hasan Al-Sindi menerangkan dalam Fathul Wadud fi Syarh Sunan Abi Daud. Ia menjelaskan bahwa, kalimat dalam matan hadis menunjukkan orang yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an memang golongan orang yang terbaik, namun bukan orang yang paling baik secara mutlak. Ia menjadi ‘baik’ karena telah menyibukkan dirinya bersama Al-Qur’an. Hal ini berarti orang yang berkriteria demikian namun melakukan perbuatan-perbuatan tercela, maka otomatis tidak termasuk dalam golongan orang-orang terbaik.

Baca juga: Motivasi Nabi untuk Mereka yang Terbata-bata Membaca Al-Qur’an

Dengan demikian, hadis yang telah masyhur di kalangan masyarakat ini menjadi pengingat bahwa Al-Qur’an merupakan sebaik-baiknya kalam. Oleh karenanya, para pelajar dan pengajar Al-Qur’an termasuk dalam golongan orang-orang terbaik. Namun, tidak hanya sebatas mempelajari maupun mengajarkannya, melainkan harus disertai pengamalan nilai-nilai Al-Qur’an dalam setiap tindak-tanduknya di kehidupan sehari-hari. Wallahu A’lam.

 

 

Hadis No. 16 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Al-Bukhari
Shahih Al-Bukhari

قَالَ الْاِمَامُ الْبُخَارِيُّ فِيْ صَحِيْحِهِ فِيْ بَابِ عَلَامَةُ الْإِيْمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَبْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ

Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam kitab Shahihnya pada bab tanda keimanan adalah mencintai sahabat Anshar,

Abu Al-Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Abdullah bin Jabr telah mengabarkan kepadaku, ia berkata, aku mendengar dari Anas dari Nabi saw. beliau bersabda, “Tanda iman adalah mencintai (kaum) Anshar dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar.”

Hadis No. 15 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Al-Bukhari
Shahih Al-Bukhari

قَالَ الْاِمَامُ الْبُخَارِيُّ فِيْ صَحِيْحِهِ فِيْ بَاب حَلَاوَةِ الْإِيمَانِ
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam kitab Shahihnya pada bab manisnya iman,

Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayyub telah menceritakan kepada kami, dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi saw., beliau bersabda, “Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman; (1) Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari pada selain keduanya, (2) Ketika ia mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, (3) Ia enggan kembali kepada kekufuran sebagaimana ia enggan jika dilempar ke dalam neraka.”

Hadis No. 14 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Al-Bukhari
Shahih Al-Bukhari

قَالَ الْاِمَامُ الْبُخَارِيُّ فِيْ صَحِيْحِهِ فِيْ بَاب حُبِّ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْإِيمَانِ

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam kitab Shahihnya pada bab cinta Rasulullah saw. adalah bagian dari iman,

Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu ‘Ulayyah telah menceritakan kepada kami, dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas dari Nabi saw. ha’ (at-tahwil) dan Adam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Anas, ia berkata, Nabi saw. bersabda, “Salah seorang dari kalian tidak sempurna imannya hingga aku lebih ia cintai dari pada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.”

Hadis No. 13 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Al-Bukhari
Shahih Al-Bukhari

قَالَ الْاِمَامُ الْبُخَارِيُّ فِيْ صَحِيْحِهِ فِيْ بَاب حُبِّ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْإِيمَانِ

 حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ

Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam kitab Shahihnya pada bab cinta Rasulullah saw. adalah bagian dari iman,

Abu Al-Yaman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’aib telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Az-Zinad telah menceritakan kepada kami, dari Al-A’raj dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannnya, salah seorang dari kalian tidak sempurna imannya hingga aku lebih dicintai dari pada orang tua dan anaknya.

Hadis No. 12 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Al-Bukhari
Shahih Al-Bukhari

قَالَ الْاِمَامُ الْبُخَارِيُّ فِيْ صَحِيْحِهِ فِيْ بَاب مِنَ الْإِيمَانِ أَنْ يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam kitab Shahihnya pada bab bagian dari iman adalah hendaknya mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri,

Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya telah menceritakan kepada kami, dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas r.a. dari Nabi saw. dan dari Husan Al-Mu’allim, ia berkata, Qatadah telah menceritakan kepada kami dari Anas dari Nabi saw., beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian tidaklah sempurna imannya hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”