Beranda blog Halaman 74

Imam At-Tirmidzi dan 8 Tingkatan Hadis yang Dicetuskannya

0
Imam At-Tirmidzi
Imam At-Tirmidzi

Hadispedia.id – Peran ulama dalam menjaga dan menyampaikan hadis kepada umat Rasulullah saw. saat ini sangatlah vital. Bagaimana jadinya, bila para ulama tidak melanjutkan dakwah Rasulullah saw.? Barangkali, bumi ini gelap gulita tanpa cahaya ilmu. Perjuangan yang dilakukan para ulama dalam mempelajari setiap ilmu salah satunya ilmu hadis merupakan bukti dari kegigihan para ulama dalam memperjuangkan agama Allah serta karunia besar yang Allah berikan.

Setiap ulama hadis memiliki keunikan serta keunggulannya masing-masing yang akhirnya melengkapi satu sama lain. Seperti Imam Bukhari yang terkenal dengan ketelitiannya, Imam Muslim terkenal dengan metodenya yang terperinci dan kali ini Imam At-Tirmidzi yang terkenal dengan thabaqat hadis kepada tingkatan shahih, hasan, dan dhaif. Selanjutnya, thabaqat hadis yang dibuat oleh Imam At-Tirmidzi diketahui menjadi 8 tingkatan dari tiga tingkatan tersebut.

Imam At-Tirmidizi merupakan ulama hadis yang lahir pada tahun 209 H. Memiliki nama lengkap Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Dahak As-Sulami Al-Bughi At-Tirmidzi Adh-Dhir. Tidak ditemukan informasi yang pasti soal dimana beliau lahir. Namun, yang pasti adalah Tirmidz merupakan sebuah kota kuno yang berada di muara sungai Baichia juga disebut sungai Jeihun.

Ada beberapa pendapat yang mengatakan kondisi Imam At-Tirmidzi ketika lahir sudah dalam keadaan buta. Ada pula yang berpendapat dan ini pendapat paling kuat bahwa kebutaan yang dialami oleh Imam at-Tirmidzi ketika beliau memasuki usia senja dikarenakan banyaknya beliau menangis, bukan kebutaan sejak lahir.  Hingga di akhir usia, beliau bersabar menjalani kehidupan tanpa penglihatan dan meninggal pada tahun 279 H. tepatnya bulan Rajab.

Perjalanan Menuntut Ilmu

Tidak ada yang menyebutkan secara pasti sejak kapan dan bagaimana Imam At-Tirmidzi memulai perjalanannya dalam menuntut ilmu, tetapi beliau lebih dulu meraup ilmu di negara kelahirannya, yaitu Iran. Ada yang berpendapat, setelah memasuki usia remaja, Imam At-Tirmidzi telah gemar melakukan lawatan ke berbagai negara seperti Hijaz, Basrah, Kufah, dan lain-lain untuk memperdalam ilmu hadis dan ilmu fikih.

Dari beberapa negara, beliau berguru kepada banyak ulama yang masyhur seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim. Adapun guru-guru lainnya yaitu Ishaq bin Rahawaih, Imam Abu Dawud, dan Qutaibah bin Sa’id. Di antara banyaknya guru, Imam Bukhari salah satu guru yang sangat berpengaruh dalam keilmuan Imam At-Tirmidzi. Melalui Imam Bukhari, Imam At-Tirmidzi mengenal ilmu dalam melakukan takhrij dan penggalian kandungan hadis.

Imam At-Tirmidzi merupakan salah satu murid yang dibanggakan oleh Imam Bukhari. Imam Bukhari mengungkapkan bahwa beliau lebih banyak memperoleh manfaat ilmu dari Imam At-Tirmidzi dibandingkan dengan Imam At-Tirmidizi yang memperoleh ilmu dari Imam Bukhari. Terlepas dari sifat rendah hati yang dimiliki oleh Imam Bukhari, tetapi pujian yang diberikan kepada At-Tirmidizi tersebut menggambarkan Imam at-Tirmidzi salah satu murid yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi.

Tidak seperti para ulama hadis lainnya, terkait perjalannnya dalam menuntut ilmu beberapa menuliskan bahwa tidak ada riwayat Imam At-Tirmidzi melakukan lawatan ilmu ke Baghdad. Beberapa alasan yang menyebutkan hal tersebut yaitu, tidak tertulis nama Imam At-Tirmidzi dalam kitab Tarikh Al-Baghdad juga tidak adanya hadis yang diriwayatkan melalui Imam Ahmad bin Hanbal. Namun, dua hal tersebut bukan alasan yang kuat bahwa beliau tidak pernah memasuki Baghdad dalam memperkaya ilmunya.

Karya-Karya Imam At-Tirmidzi

Beberapa karya Imam at-Tirmidzi adalah sebagai berikut:

  1. Al-Jami’ As-Shahih atau dikenal dengan Sunan At-Tirmidzi
  2. Tawarikh
  3. Al-‘Illal
  4. Al’Illal Al-Kabir
  5. Asma’ As-Shahabah
  6. Al-Asma’ wa Al-Kuna
  7. Al-Atsar Al-Mauqufah
  8. Asy-Syamail Al-Muhammadiyah

Di antara karya yang ditulis oleh Imam At-Tirmidzi, Al-Jami’ As-Shahih inilah karya yang paling populer dikenal hingga saat ini. Namun, para ulama memberikan penamaan yang berbeda-beda terhadap kitab Al-Jami’ As-Shahih. Imam As-Suyuthi memberi nama kitab ini dengan Shahih At-Tirmidzi. Al-Kattani menyebutnya dengan Al-Jami Al-Kabir sedangkan Al-Hakim menyebut kitab tersebut dengan Al-Jami’ As-Sajili.

Selain penamaan yang diberikan oleh para ulama di atas, ada penamaan lain yaitu kitab Sunan dan disambungkan dengan nama beliau At-Tirmidzi sehingga menjadi Sunan At-Tirmidzi. Penamaan tersebut dilakukan untuk membedakan dengan kitab Sunan lainnya.

Dalam kitab Al-Jami’ As-Shahih atau dikenal dengan Sunan At-Tirmidizi ini terhimpun tidak hanya hadis-hadis hukum tetapi terdapat hadis-hadis tentang akidah juga akhlak. Berbeda dengan kitab Sunan Abu Dawud yang hanya berfokus pada pembahasan hadis-hadis tentang hukum.

Berkaitan dengan thabaqat atau tingkatan hadis, seperti yang telah disinggung di atas, bahwa Imam At-Tirmidzi tidak hanya mengelompokkan hadis kepada tingkatan shahih dan dhaif saja tetapi mengelompokkan ke delapan tingkatan, yaitu hasan shahih, hasan shahih gharib, shahih, shahih gharib, hasan, hasan gharib, hadis la na’rifuhu illa min hadisi fulan, dan gharib. Thabaqat hadis yang terdapat dalam Sunan at-Tirmidzi menjadi salah satu keistimewaan kitab Sunan ini dikarenakan beliaulah ulama pertama yang mempopulerkannya.

Imam At-Tirmidzi mengelompokkan hadis-hadis kepada tingkatan hasan berdasarkan tingkat hafalannya para perawi yang tidak kuat akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan hafalannya para perawi hadis dhaif. Disebutkan bahwa Imam At-Tirmidzi adalah imam yang mempopulerkan istilah hadis hasan.

Hal lain yang menjadi keunggulan kitab Sunan ini, yaitu Imam At-Tirmidzi menyuguhkan berbagai pandangan antar madzhab dalam menuliskan sebuah hadis. Bahkan, karena begitu banyaknya pandangan madzhab yang terdapat dalam Sunan ini, terkesan seperti kitab fikih bukan kitab hadis.

Pemimpin Perempuan dalam Hadis Nabi

0
Pemimpin perempuan
Pemimpin perempuan

Hadispedia.id– Perempuan masih saja dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Dianggap lemah dan tidak bisa memimpin sebuah negara. Kedudukan perempuan selalu dinomer duakan di bawah laki-laki. Tanpa melihat bagaimana kemampuan dan keahlian dari perempuan.

Selain sudut pandang masyarakat yang minor terhadap perempuan, juga didukung oleh sosio historis pada saat itu. Di mana perempuan tidak boleh keluar rumah untuk membaca dan menulis. Sehingga pengetahuan perempuan di bawah laki-laki. Lantas apakah perempuan tidak layak menjadi pemimpin?

Mengenai kelayakan seorang perempuan memimpin sebuah negara, terdapat hadis Nabi yang mengatakan “Tidak akan beruntung suatu kaum jika pemimpinnya seorang wanita”. Apakah berarti perempuan dilarang atau tidak layak menjadi pemimpin? Simak penjelasan berikut ini

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

Dari Abu Bakrah dia berkata; Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat yang pernah aku dengar dari Rasulullah, yaitu pada waktu perang Jamal tatkala aku hampir bergabung dengan para penunggang unta lalu aku ingin berperang bersama mereka. Dia berkata; ‘Tatkala sampai kepada Rasulullah saw., bahwa penduduk Persia telah dipimpin oleh seorang anak perempuan putri raja Kisra, beliau bersabda, “Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh seorang wanita.” (H.R. Al-Bukhari)

Hadis ini disebutkan juga dalam kitab Musnad Ahmad no. 20940, 20977 dan Sunan At-Tirmidzi no. 2431. Di dalam Fathul Bari dijelaskan hadis turun saat Nabi mengetahui Raja Persia digantikan oleh wanita yaitu Buwaran, cucu dari Raja Kisra bin Abrawaiz. Sebab Buwaran diangkat menjadi Raja karena ayahnya (Syirawaihi) memberontak membunuh Raja Kisra dan semua saudara laki-lakinya untuk merebut kekuasaan. Namun selang beberapa waktu Syirawaihi meninggal karena racun yang telah disiapkan Raja Kisra sebelum dibunuh oleh Syirawaihi.

Sehingga tidak ada yang dapat menggantikan Raja Kisra kecuali Buwaran, putri dari Syirawaihi. Jelang beberapa dekade kerajaan Persia mengalami keruntuhan karena pemimpin yang tidak adil, bijaksana dan sifat ingin berkuasa (tamak). Sifat inilah yang Nabi Muhammad saw. katakan “Tidak akan beruntung suatu kaum yang pemimpinnya seorang wanita”. Maksudnya meskipun pemimpinnya laki-laki jika mempunyai sifat yang haus akan kekuasaan dan tidak mempunyai kepemimpinan yang adil bijaksana. Tentu tidak akan beruntung juga atau akan mengalami kehancuran.

Secara tekstual, hadis tersebut melarang perempuan menjadi pemimpin. Namun jika dilihat dari asbabul wurudnya runtuhnya sebuah negara atau suatu kaum karena pemimpin yang tidak adil dan bijaksana. Selain itu jika dilihat secara kontekstual, Islam tidak melarang perempuan menduduki sebuah jabatan atau mengurus kepentingan umum. Karena Nabi Muhammad saw. telah menyatakan bahwa kedudukan perempuan setara dalam hak dan kewajiban dengan manusia lain di hadapan Allah Swt.

Contohnya Siti Aisyah yang memimpin perang Jamal, As-Syifa binti Abdullah atau terkenal dengan nama Ummu Sulaiman seorang perempuan pandai menulis dan membaca yang ditugaskan untuk menangani pasar (qadhi hisbah) kota Madinah oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sejarah Islam pun mencatat Syajarahtuddur sebagai Ratu Dinasti Mamluk di Mesir. Sementara di dunia pun tercatat banyak perempuan yang berhasil menjadi seorang pemimpin. Di antaranya adalah Benazir Bhutto menjadi kepala negara Pakistan, Gloriyal Makapagel Aroyo Presiden Filippina, Ratu Elizabeth yang memimpin kerajaan Inggris, dan Park Geun Hye presiden Korea Selatan.

Di Indonesia, Presiden keempat diduduki oleh seorang perempuan, Megawati Soekarno Putri. Sebelum kemerdekaan, R.A Kartini, Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati dan pejuang perempuan lainnya. Era sekarang tercatat Bu Risma yang mampu menjadi walikota Surabaya dan Bu Khofifah Gubernur Jawa Timur. Masih banyak lagi kiprah perempuan di dunia kepemimpinan. Mereka telah membuktikan bahwa perempuan layak menjadi seorang pemimpin.

Apakah perempuan tidak layak menjadi pemimpin? Tentu saja layak sesuai dengan syarat dan kriteria menjadi pemimpin yang mensejahterakan masyarakatnya, adil, bijaksana, dan berpengetahuan luas. Masyarakat sekarang telah banyak melihat kesuksesan kaum wanita memimpin sebuah organisasi, kota bahkan negara. Mereka pun menghormati dan menghargai perempuan menjadi seorang pemimpin. Oleh karena itu, hadis tersebut jangan hanya dipahami secara tekstual tapi juga harus dipahami secara kontekstual. Karena makna dari hadis tersebut bersifat temporal.

Wajah Rasulullah Seperti Matahari Dan Rembulan. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-10

0
Wajah Rasulullah Seperti Matahari dan Bulan
Wajah Rasulullah Seperti Matahari dan Bulan

Hadispedia.id.- Wajah Rasulullah saw. seperti matahari dan rembulan tentu bukan pada pengertian hakikatnya, melainkan hal itu adalah tasybih (penyerupaan) yang disampaikan oleh para sahabat dan sahabiyat beliau. Seorang sahabat hanya menyerupakan dengan matahari saja, sahabat lain menyerupakan dengan rembulan saja. Tetapi ada pula yang menyerupakan dengan keduanya dalam satu riwayat.

Pada hadis ke-10 kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah ini merupakan tasybih wajah Rasulullah saw. yang disampaikan oleh sahabat Al-Bara’ bin Azib sebagai jawaban dari seorang laki-laki yang bertanya kepadanya: 

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ، قَالَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الرُّؤَاسِيُّ، عَنْ زُهَيْرٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ: أَكَانَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ السَّيْفِ؟ قَالَ: لَا، بَلْ مِثْلَ الْقَمَرِ

Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki’, ia berkata, Humaid bin Abdirrahman Ar-Ruwasi dari Zuhair dari Abu Ishaq, ia berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada Al-Bara’ bin ‘Azib, ‘Apakah wajah Rasulullah saw. lancip seperti pedang?” Al-Bara’ menjawab, “Tidak, wajah beliau bagaikan rembulan.” Hadis ini juga berada dalam kitab Shahih al-Bukhari, Sunan al-Tirmidzi, Musnad Ahmad, dan Shahih Ibn Hibban. 

Dalam hadis tersebut seakan seorang yang bertanya kepada Al-Bara’ menyamakan wajah Rasulullah saw. panjang seperti pedang. Akan tetapi Al-Bara’ membantah sekaligus menjawab lebih bahwa beliau mirip rembulan pada keliling wajahnya dan kemilaunnya yang termasuk potensi penyerupaan pada pedang.

Baca juga: Rasulullah saw. Lebih Indah dari Rembulan

Tasybih dengan pedang dari sisi panjang dan bersinarnya -yang berpotensi- merupakan pertanyaan dari seorang laki-laki dan diperkuat oleh riwayat Zuhair. Tetapi ada hadis Imam Muslim yang mendukung jawaban Al-Bara’ bin Azib dan memberikan  analogi dengan arti yang sangat mendalam. Kali ini jawabannya dari sahabat lain, Jabir bin Samurah:

فَقَالَ رَجُلٌ وَجْهُهُ مِثْلُ السَّيْفِ؟ قَالَ: لَا، بَلْ كَانَ مِثْلَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ، وَكَانَ مُسْتَدِيرًا وَرَأَيْتُ الْخَاتَمَ عِنْدَ كَتِفِهِ مِثْلَ بَيْضَةِ الْحَمَامَةِ يُشْبِهُ جَسَدَهُ

Seorang laki-laki bertanya keapda Jabir, “Apakah wajah beliau seperti pedang?, Jabir menjawab, “Tidak, bahkan seperti matahari, bulan, dan agak bundar. Aku melihat sebuah cap dibahunya, kira-kira sebesar telor merpati, serupa dengan warna tubuh beliau.”

Hadis tersebut memberikan pemahaman wajah Rasulullah saw. mirip matahari dan rembulan. Adapun penyerupaan pada matahari karena bagus kilauan sinarnya, sedangkan penyerupaan pada rembulan karena menyenangkan. Kata tadwir penegasan wajah beliau memiliki dua sifat secara bersamaan indah dan agak bundar, karena penyerupaan pada pedang berpotensi pada sisi panjang dan kilauannya.  

Banyak riwayat dari para sahabat dan sahabiyat yang menggambarkan wajah Rasulullah saw. mirip matahari dan rembulan. Sebagai penutup, ada pendapat Abu ‘Ubaid ketika menjelaskan bahwa wajah beliau bundar dalam hadis riwayat Ali. Abu ‘Ubaid berkata, “Wajah Rasulullah saw. tidak sangat bundar, namun terdapat kebersahajaan, kebahagiaan, dan manis menurut orang Arab.”

Rasulullah saw. Lebih Indah dari Rembulan. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-9

0
Rasulullah saw. Lebih Indah dari Rembulan
Rasulullah saw. Lebih Indah dari Rembulan

Hadispedia.id.- Hadis mengenai Rasulullah saw. lebih indah dari rembulan ini dapat dijumpai dalam beberapa kitab hadis, akan tetapi riwayat-riwayat ini banyak disampaikan dengan bi al-ma’na (secara pemahaman), sehingga ada perbedaan redaksi. Meskipun begitu, tetap tidak merusak kesatuan pemahaman terhadap hadis.

Kali ini riwayat mengenai Rasulullah saw. lebih indah dari rembulan ini diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Samurah:

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ بن السرى قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْثَرُ بْنُ القَاسِمِ، عَنْ الأَشْعَثِ وَهُوَ ابْنُ سَوَّارٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ إضْحِيَانٍ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَيْهِ وَإِلَى الْقَمَرِ فَلَهُوَ عِنْدِي أَحْسَنَ مِنَ الْقَمَرِ

Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As-Sirri, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Abtsar bin Al-Qasim dari Al-Asy’ats, yakni Ibnu Sawwar, dari Abu Ishaq dari Jabir bin Samurah, ia berkata,

“Aku melihat Rasulullah saw. di suatu malam yang berbulan purnama. Waktu itu beliau memakai pakaian merah. Aku berganti-ganti memandang antara beliau dan rembulan, ternyata beliau lebih indah dari pada rembulan.”

Hadis ini juga bisa dijumpai dalam Sunan At-Tirmidzi, Musnad Ahmad, dan Sunan Ad-Darimi. Syarah (penjelasan) hadis versi kitab Tuhfah Al-Ahwadzi, Jabir bin Samurah melihat Rasulullah saw. pada suatu malam bulan purnama yang amat terang sepanjang malam, ketika itu Rasulullah saw. mengenakan pakaian merah. Kemudian Samurah melihat bulan untuk membandingkan antara beliau dengan rembulan.

Setelah itu Jabir berkata, “Maka sungguh dalam pandangan dan keyakinanku, Rasulullah saw. lebih indah dari rembulan.” Menurut Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfah Al-Ahwadzi, kalimat yang digunakan oleh At-Tirmidzi memberikan pemahaman bahwa Rasulullah saw. lebih indah dari rembulan adalah secara maknawiyah. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Hadis No. 3 Sunan An-Nasa’i

0
Sunan An-Nasa'i
Sunan An-Nasa'i

قَالَ الْاِمَامُ النَّسَائيُّ فِيْ بَاب كَيْفَ يَسْتَاكُ

أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ أَخْبَرَنَا غَيْلَانُ بْنُ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ
دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَسْتَنُّ وَطَرَفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ وَهُوَ يَقُولُ عَأْ عَأْ

Al-Imam An-Nasa’i berkata dalam kitab Sunan-nya pada bab bagaimana cara bersiwak,

Ahmad bin Abdah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ghailan bin Jarir telah mengabarkan kepada kami, dari Abu Burdah dari Abu Musa, ia berkata, “Saya menemui Rasulullah saw. saat beliau sedang bersiwak dan ujung siwak berada di ujung lidahnya seraya mengucapkan, “A’a a’a”.

Hadis No. 2 Sunan An-Nasa’i

0
Sunan An-Nasa'i
Sunan An-Nasa'i

قَالَ الْاِمَامُ النَّسَائيُّ فِيْ بَابِ السِّوَاكِ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ جَرِيرٍ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

Al-Imam An-Nasa’i berkata dalam kitab Sunan-nya pada bab bersiwak ketika shalat malam,

Ishaq bin Ibrahim dan Qutaibah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami dari Manshur dari Abi Wail dari Hudzaifah, ia berkata, “Rasulullah saw. apabila hendak melaksanakan shalat malam beliau menggosok mulutnya dengan siwak.”

Rasulullah saw. Memiliki Mulut Yang Lebar. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-8

0
Rasulullah
Rasulullah

Hadispedia.id. Rasulullah saw. memiliki mulut yang lebar. Beberapa syarah hadis hampir memberikan penjelasan yang sama. Namun ada beberapa perbedaan dalam menjelaskan hadis ini, baik itu disebabkan oleh perbedaan redaksi atau tambahan oleh perawi itu sendiri.

Untuk memperjelas isi hadis, penulis lebih tertarik untuk menukil pendapat Imam An-Nawawi dalam kitab syarahnya, simple dan jelas. Gambaran Rasulullah saw. memiliki mulut yang lebar terdapat dalam hadis riwayat Jabir bin Samurah berikut ini:

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ جَابِر بْن سَمُرَة، يقَول: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَلِيعَ الفَمِ، أَشْكَلَ العَيْنَيْنِ، مَنْهُوسَ العَقِبِ. قَالَ شُعْبَةُ: قُلْتُ لِسِمَاكٍ: مَا ضَلِيعُ الفَمِ؟ قَالَ: عظيم الفَمِ. قُلْتُ: مَا أَشْكَلُ الْعَيْنِ؟ قَالَ: طَوِيلُ شَقِّ العَيْنِ. قُلْتُ: مَا مَنْهُوسُ الْعَقِبِ؟ قَالَ: قَلِيلُ لَحْمِ الْعَقِبِ

Dari Jabir bin Samurah, “Rasulullah saw. mempunyai mulut yang lebar (serasi dengan wajahnya), mata yang lebar dan tumit yang tipis.” Syu’bah berkata, “Aku bertanya kepada Simak prihal pengertian mulut yang lebar.” Ia menjawab, “Bentuk mulutnya seimbang dengan raut wajahnya.” Aku bertanya lagi, “Apa artinya bermata lebar?” Ia menjawab, “Belahan matanya panjang.” Aku bertanya lagi, “Apa artinya bertumit tipis?” Ia menjawab, “Daging tumitnya sedikit.”

Hadis ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Sunannya, Shahih Muslim, Sahih Ibn Hibban, Musnad Ahmad, dan Musnad Abi Daud At-Thayalisi.

Rasulullah saw. memiliki mulut yang lebar sebagaimana pendapat banyak ulama dan termasuk pendapat yang paling jelas. Orang-orang Arab memuji hal ini dan mencela keadaan mulut yang sebaliknya. Pendapat ini yang dimaksudkan oleh Tsa’lab yang mengartikan dhali’ al-fam dengan wasi’al-fam.

Kemudian ada pendapat dari Syimr bahwa maksud redaksi dhali’ al-fam mempunyai arti besarnya gigi-gigi beliau. Imam An-Nawawi menjelaskan semua ini dalam kitab syarahnya, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin Hajjaj.

Hadis tersebut tidak hanya membahas Rasulullah saw. memiliki mulut yang lebar. Ada pembahasan lain terkait mata beliau yang lebar juga. Akan tetapi, para ulama meragukan pendapat tersebut dari Simak, seperti dialog dalam hadis antara Syu’bah dan Simak. Bahkan menurut para ulama itu pendapat yang keliru.

Pendapat yang benar bahwa pada putih mata beliau kemerah-kemarahan, para ulama sepakat dengan pendapat ini yang dinukil juga oleh Abu ‘Ubaid dan beberapa ulama yang lainnya. Sedangkan kemerah-merahan pada hitam mata menggunakan kata syuhlah, sesuai dengan redaksi Abu Daud At-Tayalisi dengan kata Asyhal. Mengenai tumit yang tipis, banyak ulama yang mengartikan sedikitnya daging pada tumit beliau. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Saat Perasaan Sedih Mendalam, Rasulullah Menyarankan Baca Doa ini!

0
sedih
sedih

Hadispedia.id – Perasaan sedih bisa muncul karena adanya reaksi normal ketika seseorang mengalami stres berlebihan, misalnya ketika ada kerabat atau keluarga yang meninggal, baru saja bercerai, atau baru diberhentikan dari pekerjaannya. Setelah masa sulit tersebut usai, biasanya perasaan sedih akan hilang dengan sendirinya. Akan tetapi saat sedih mendalam, dibutuhkan suatu penyelesaian, agar tidak berlarut-larut tenggelam dalam kesedihan dan menganggu perasaan pada setiap aktivitas kita.

Perasaan sedih biasanya memang bersifat sementara dan akan menghilang seiring waktu ketika peristiwa sulit terlewati atau hanya dengan melakukan hal yang menyenangkan. Namun ada juga orang tidak bisa menghilangkan perasaan sedih dengan begitu saja, butuh suatu trik yang untuk menghilangkan kesedihan. Bisa dengan mencoba membaca Al-Qur’an, atau membaca zikir dan amalan yang lainnya. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda dalam sunnahnya bahwa ada doa yang mampu menghilangkan perasaan yang sedih mendalam. Doanya adalah sebagaimana dalam riwayat Abu Bakrah berikut ini.

  اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو، فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

 “Ya Allah, Aku mengharapkan (mendapat) rahmatMu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dariMu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.”(H.R. Imam Ahmad)

Pada riwayat lain juga ada pada kitab Sunan Abi Daud juz empat, karangan Imam Abu dawud. Kemudian pada kitab Faidh Al-Qadir, Al-Munawi menjelaskan tentang hadits di atas sebagaimana berikut:

“Maksud dari “Da’awatul Makrub” adalah doanya seorang yang resah dan sedih yaitu doa-doa yang bermanfaaat untuknya menghilangkan kesulitan yang menyulitkan dirinya, meresahkan dan menyedihkannya.

Selanjutnya, maksud dari “اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِى إِلَى نَفْسِى طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِى شَأْنِى كُلَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ” adalah Nabi Muhammad saw. mengakhiri doa ini dengan kalimat-kalimat yang hadir dan dalam bentuk menyaksikan (yaitu dengan redaksi perkataan yang seakan berbicara langsung kepada Allah).  Hal ini menunjukkan bahwa doa hanya akan bermanfaat untuk seorang yang dalam kesulitan dan akan menghilangkan kesulitannya, jika bersamaan dengan sikap hadir dan kesaksian, barangsiapa yang bersyahadat untuk Allah dengan mentauhidkan dan mengagungkan-Nya yang disertai dengan terkumpulnya tekad dan hadirnya hati, maka diharapkan lenyaplah kesulitan di dunia serta mendapatkan rahmat serta pengangkatan derajat di akhirat.

Setelah memahami penjelasan di atas menginsafi kita bahwa doa merupakan obat penenang hati. Syaratnya dengan adanya tekad dan sinyal yang kuat untuk mengahdirkan ketenangan hati melalui doa. Pasti Allah akan memberikan ketenangan tersebut, karena Allah swt. lah yang mampu membuat hati untuk para hamba-Nya. Maka, jika hatiku sedang gundah gulana, serahkan pada yang menciptakannya. Semoga kita merupakan hamba yang bisa menjaga dan tidak jauh dari doa dan zikir, meski dalam keadaan apapun.

Amalan-amalan yang Benilai Shadaqah, Solusi Nabi untuk Kaum Papa

0
Amalan-amalan yang Bernilai Shadaqah
Amalan-amalan yang Bernilai Shadaqah

Hadispedia.id – Tidak dipungkiri di antara kita ada yang diberi karunia Allah rezeki yang cukup. Ada pula yang diberi rezeki yang lebih, bahkan meluber. Masyarakat Indonesia sekarang ini mengistilahkan mereka dengan sebutan “sultan” atau “crazy rich”. Bagi mereka, mensedekahkan hartanya mungkin hal yang tidak sulit. Namun, bagi orang yang berada di bawah garis kemiskinan atau biasa diistilahkan sobat misqueen adalah hal yang tidak mudah.

Lalu, bagaimana solusi bagi orang yang tidak mampu agar ia tetap bisa melaksanakan shadaqah?. Terkait hal ini, imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Arbain An-Nawawiyyah pada hadis kedua puluh lima telah menyuguhkan hadis tentang shadaqah tanpa harta sebagai solusinya.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا “أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ؛ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ: أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ؟ إنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِمَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ، وَفِيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَيَأْتِيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِيْ حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ، كَانَ لَهُ أَجْرٌ”. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Dzar r.a. juga, “Beberapa sahabat berkata kepada Nabi saw., ‘Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu mengumpulkan banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sementara kami tidak bisa bershadaqah).

Beliau bersabda, ‘Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu yang bisa kalian sedekahkan?. Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah shadaqah, setiap takbir (Allahu Akbar) adalah shadaqah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah shadaqah, setiap tahlil (Laa ilaaha illallah) adalah shadaqah, menyeru kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah, dan bersetubuh dengan istri adalah shadaqah.’

Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan hasrat biologisnya (kepada istri) juga mendapatkan pahala?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah jika disalurkan pada yang haram, dia berdosa?, maka demikian pula jika disalurkan pada yang halal, dia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Berlomba-lomba dalam Kebaikan

Berdasarkan hadis di atas, Abu Dzar Al-Ghifari r.a. telah mengungkap fenomena yang terjadi di kalangan sahabat Nabi saw. saat itu. Sahabat-sahabat yang kurang mampu merasa tidak bisa melaksanakan ibadah shadaqah sebagaimana sahabat-sahabat lainnya yang kaya raya. Padahal mereka selalu mendengar ayat dan sabda Nabi saw. tentang anjuran shadaqah dan pahala-pahala yang dapat diraihnya.

Para sahabat yang miskin dan fakir juga ingin bersaing dengan para sahabat yang kaya raya itu untuk dapat dekat dengan Allah swt. Bukan karena dengki dengan harta mereka dan menginginkan kekayaan. Lalu mereka pun menanyakan solusinya kepada Nabi saw.

Kebijaksanaan Nabi saw. dan Amalan-amalan yang Benilai Shadaqah

Nabi saw. sangat memahami perasaan sahabat-sahabatnya yang kurang mampu itu. Betapa mereka juga ingin mencapai derajat yang lebih tinggi di hadapan Allah swt. Setelah mendengar kegelisahan mereka, beliau pun menenangkannya dengan pemberitahuan tentang amalan-amalan yang bernilai shadaqah.

Pertama, berzikir. Nabi saw. dalam hadis di atas menyebutkan bahwa kalimat-kalimat thayyibah; Subhanallah, Allahu Akbar, Alhamdulillah, dan Laa ilaaha illallah adalah bernilai shadaqah. Dr. Ahmad Ubaidi Hasbillah dalam kitab Al-Fawaid Al-Musthafawiyyah menjelaskan bahwa kalimat-kalimat thayyibah tersebut merupakan shadaqah untuk diri kita sendiri maupun untuk masyarakat luas.

Alasannya adalah kalimat-kalimat thayyibah itu dapat memperbaiki diri, menenangkan hati, dan memperbagus amal perbuatan kita. Artinya ketika kita terlatih berdzikir, niscaya kita tidak akan berbuat keburukan, mengganggu orang lain, dan jauh dari kemaksiatan dan merusak bumi. Bukankah hal demikian itu juga termasuk shadaqah untuk diri sendiri maupun masyarakat luas?

Kedua, dakwah atau beramar makruf dan nahi munkar. Saling mengingatkan untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan termasuk hal yang dapat mendatangkan pahala seperti orang yang berinfak. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dari Nabi saw., beliau bersabda, “Setiap kabaikan adalah shadaqah.” (H.R. Muslim)

Ketiga, menyalurkan kebutuhan biologis kepada pasangan. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis di atas bahwa hubungan badan antara suami istri yang sah adalah shadaqah. Selain memang hal itu merupakan hak dan kewajiban bagi masing-masing pasangan. Hal itu juga dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang diharamkan Allah swt. berupa zina.

Shadaqah Materi dan Non Materi

Penjelasan Nabi saw. tersebut menunjukkan bahwa shadaqah itu ada kalanya berupa materi ada pula yang non materi. Jika seseorang itu mampu mengeluarkan hartanya untuk shadaqah, maka sangat dianjurkan bagi mereka untuk melakukannya dari pada hanya sekedar berzikir. Namun, jika ia mampu menggabungkan keduanya, shadaqah dan berzikir, tentu akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah swt.

Pada riwayat imam Muslim lainnya disebutkan bahwa sahabat-sahabat Nabi saw. yang fakir (di dalam hadis di atas) mendatangi Nabi saw. lagi. “Wahai Rasulullah, teman-teman kami yang kaya mendengar nasihatmu. Lalu mereka melakukan seperti yang kami lakukan.” Beliau menjawab, “Hal itu adalah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki.”

Jika seseorang itu tidak mampu untuk mengeluarkan hartanya untuk bersedekah atau infak, maka cukuplah ia melakukan kebaikan-kebaikan yang diniatkan untuk mencari ridha Allah swt. Pada riwayat lainnya pun Rasulullah saw. telah menunjukkan amalan-amalan selain yang disebutkan dalam hadis di atas yang bernilai shadaqah. Di antaranya adalah senyum saat bertemu saudara kita, tidak melakukan kejahatan, membuang sesuatu yang membahayakan di jalan, memahamkan orang bisu, menuntun orang buta, dan menolong orang yang lemah.

Luasnya Karunia Allah swt.

Allah swt. sungguh adil. Dia memberikan kesempatan kepada hamba-Nya, siapapun itu untuk meraih surga-Nya. Baik ia fakir, miskin, kaya raya, dalam keadaan lemah dan tak berdaya, sakit, maupun seorang yang berkebutuhan khusus. Dia memberikan kesempatan untuk meraih surga dan ridha-Nya kepada mereka semua di manapun itu. Baik di dalam rumah, di luar, di jalan, maupun di tempat kerja.

Caranya adalah dengan selalu berbuat baik kepada siapapun, apapun, dan di manapun. Berdasarkan hadis-hadis Nabi saw. tersebut di atas, maka hal itu termasuk bagian dari shadaqah. Oleh sebab itu, maka tidak ada kata nanti lagi untuk menunaikan shadaqah. Tidak harus menunggu memiliki harta dulu untuk bershadaqah. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kebutuhan manusia itu tidak hanya dalam hal materi atau harta. Ada pula yang justru lebih membutuhkan bantuan dan pertolongan kita. Wa Allahu a’lam bis shawab.

 

 

Sifat-sifat Fisik Terpuji Rasulullah saw. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-7

0
Sifat Fisik Terpuji Rasulullah

Hadispedia.id.- Seperti hadis-hadis terdahulu, hadis kali ini juga masih membahas sifat-sifat fisik terpuji Rasulullah saw. dalam kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah. Hadis berikut adalah riwayat dari Hind bin Abi Halah. Ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخْمًا مُفَخَّمًا، يَتَلَأْلَأُ وَجْهُهُ تَلَأْلُؤَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، أَطْوَلُ مِنَ الْمَرْبُوعِ، وَأَقْصَرُ مِنَ الْمُشَذَّبِ، عَظِيمُ الْهَامَةِ، رَجِلُ الشَّعْرِ، إِنِ انْفَرَقَتْ  عَقِيقَتُهُ فَرَّقَهَا، وَإِلَّا فَلَا يُجَاوِزُ شَعْرُهُ شَحْمَةَ أُذُنَيْهِ إِذَا هُوَ وَفَّرَهُ، أَزْهَرُ اللَّوْنِ، وَاسِعُ الْجَبِينِ، أَزَجُّ الْحَوَاجِبِ سَوَابِغَ فِي غَيْرِ قَرَنٍ، بَيْنَهُمَا عِرْقٌ يُدِرُّهُ الْغَضَبُ، أَقْنَى الْعِرْنَيْنِ، لَهُ نُورٌ يَعْلُوهُ، يَحْسَبُهُ مَنْ لَمْ يَتَأَمَّلْهُ أَشَمَّ، كَثُّ اللِّحْيَةِ، سَهْلُ الْخدَّيْنِ، ضَلِيعُ الْفَمِ، مُفْلَجُ الْأَسْنَانِ، دَقِيقُ الْمَسْرُبَةِ، كَأَنَّ عُنُقَهُ جِيدُ دُمْيَةٍ فِي صَفَاءِ الْفِضَّةِ، مُعْتَدِلُ الْخَلْقِ، بَادِنٌ مُتَمَاسِكٌ، سَوَاءُ الْبَطْنِ وَالصَّدْرِ، عَرِيضُ الصَّدْرِ، بَعِيدُ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ، ضَخْمُ الْكَرَادِيسِ، أَنْوَرُ الْمُتَجَرَّدِ، مَوْصُولُ مَا بَيْنَ اللَّبَّةِ وَالسُّرَّةِ بِشَعْرٍ يَجْرِي كَالْخَطِّ، عَارِي الثَّدْيَيْنِ وَالْبَطْنِ مِمَّا سِوَى ذَلِكَ، أَشْعَرُ الذِّرَاعَيْنِ وَالْمَنْكِبَيْنِ وَأَعَالِي الصَّدْرِ، طَوِيلُ الزَّنْدَيْنِ، رَحْبُ الرَّاحَةِ، شَثْنُ الْكَفَّيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ، سَائِلُ الْأَطْرَافِ – أَوْ قَالَ: شَائِلُ الْأَطْرَافِ – خَمْصَانُ الْأَخْمَصَيْنِ مَسِيحُ الْقَدَمَيْنِ، يَنْبُو عَنْهُمَا الْمَاءُ، إِذَا زَالَ زَالَ قَلِعًا، يَخْطُو تَكَفِّيًا، وَيَمْشِي هَوْنًا، ذَرِيعُ الْمِشْيَةِ، إِذَا مَشَى كَأَنَّمَا يَنْحَطُّ مِنْ صَبَبٍ، وَإِذَا الْتَفَتَ الْتَفَتَ جَمِيعًا، خَافِضُ الطَّرْفِ، نَظَرُهُ إِلَى الْأَرْضِ أَطْوَلُ مِنْ نَظَرِهِ إِلَى السَّمَاءِ، جُلُّ نَظَرِهِ الْمُلَاحَظَةُ، يَسُوقُ أَصْحَابَهُ وَيَبْدَأُ مَنْ لَقِيَ بِالسَّلَامِ.

Rasulullah saw. adalah seseorang yang berjiwa besar dan berwibawa. Wajahnya cerah bagaikan bulan di bulan purnama. Beliau lebih tinggi dari orang-orang yang pendek dan lebih pendek dari orang yang tinggi. Beliau berjiwa pelindung. Rambutnya bergelombang. Apabila beliau menyisir (ranbutnya), maka dibelahnya menjadi dua. Apabila tidak, maka ujung rambutnya tidak melampaui daun telinga. Rambutnya disisir dengan rapi, sehingga tampak selalu bersih. Dahinya lebar, alisnya melengkung bagaikan dua bulan sabit yang terpisah. Di antara keduanya tampak urat yang kemerah-merahan ketika marah.

Hidungnya mancung, dipuncaknya ada cahaya yang memancar, sehingga orang yang tidak mengamatinya akan mengira hidungnya lebih mancung. Janggotnya tebal, kedua pipinya mulus, mulutnya lebar (serasi dengan bentuk tubuhnya), giginya agak jarang teratur rapi, bulu dadanya halus, lehernya mulus dan tegak bagaikan leher kendi. Bentuk tubuhnya sedang-sedang saja, badannya berisi, perut dan dadanya sejajar, dadanya bidang, jarak antara kedua bahunya lebar dan tulang persendiaanya besar.

Badannya yang tidak ditumbuhi ranbut tanpak bercahaya. Dari pangkal leher sampai ke pusar tumbuh bulu yang tebal bagaikan garis. Kedua susu dan perutnya bersih selain yang disebut tadi. Kedua hasta, bahu dan dada bagian atas berbulu halus. Kedua ruas tulang tangannya panjang, telapak tangannya lebar. Kedua telapak tangan dan kakinya tebal, jemarinya panjang, lekukan telapak kakinya tidak menempel ke tanah. Kedua kakinya licin sehingga air pun tidak menempel. Bila beliau berjalan, diangkat kakinya dengan tegap. Beliau melangkah dengan mantap dan berjalan dengan sopan. Jalannya cepat, seakan beliau turun dari tempat yang rendah. Bila beliau menoleh seseorang, maka beliau memalingkan seluruh badannya. Pandangan matanya terarah ke bawah, hingga pandangannya ke bumi lebih lama dari pandangannya ke langit. Pandangannya penuh makna. Bila ada sahabat berjalan, maka beliau berjalan dibelakangnya dan bila berpapasan maka beliau menyapanya dengan salam.

Sifat-sifat Fisik Terpuji Rasulullah saw.

Dalam kitab Faidh Al-Qadir lebar dahi meliputi kening kanan dan kiri, panjang dan lebar, hal ini dipuji dan disenangi. Kemudian alis Rasulullah saw. rapi sempurna, melengkung, seakan ujung satu dengan lainnya bertemu namun tidak bertemu. Ada urat di antara dua alisnya dan tempak ketika marah karena dipenuhi oleh darah.

Pangkal dan ujung hidung panjang, sisinya presisi, puncaknya mancung indah dan ada cahaya pada ujunya, sehingga seseorang yang tidak melihatnya dengan teliti, akan mengira itu adalah bagian dari hidung.

Janggot Rasulullah saw. itu tebal, lebat, dan pendek. Dalam kitab yang sama, Zainuddin Muhammad dalam menjelaskan gigi Rasulullah saw. ada istilah asynab -redaksi hadis- yang berarti putih, halus, renggang, dan rata.

Leher seperti damiyah penyerupaan ini dilakukan karena leher Rasulullah saw. begitu bagus bentuknya dan dikenal. Zamahsyari berpendapat, diserupakan dengan damiyah, karena tegaknya, keseimbangannya, keadaan bentuknya, kesempurnaanya serta tampilannya yang bagus. Diserupakan dengan mutiara karena warna, terang, dan keindahannya.

Pada kedua susu dan perut Rasulullah saw. tidak ditumbuhi rambut kecuali dari pangkal leher sampai pusar. Bagian dari anggota tubuh yang ditumbuhi rambut banyak pada kedua lengan, kedua bahu dan dada Rasulullah saw.

Telapak tangan yang lebar bisa diartikan sebagaimana batasan lebarnya atau bisa diartikan dengan kinayah. Zamakhsyari berpendapat, lebarnya telapak tangan menunjukkan kedermawanan, sedangkan kesempitannya menunjukkan pelit.

Rasulullah saw.  Lebih Lama Melihat ke Bumi Dibandingkan ke Langit

Uniknya cara memandang Rasulullah saw. ketika melihat sesuatu, beliau tidak pernah mencuri pandangan. Beliau melihat dengan menghadapkan seluruh badannya. Menurut Al-Qurthuby, beliau memperhatikan dengan memutarkan badannya pada sesuatu yang berada di belakang.

Rasulullah saw.  menundukkan pandangannya dengan tawaduk dan malu kepada Allah swt. Hal ini merupakan keadaan seseorang yang berharap, berpikir, dan sibuk kepada Allah swt. Dijelaskan pula oleh pandangan beliau yang lebih lama ke bumi daripada ke langit.

Demikian itu ketika beliau dalam keadaan diam dan tidak berbicara, karena beliau merupakan seseorang terus mengamati yang bersambung pikirannya. Terkadang pikirannya terpecah dan rusak kekhusyuannya diakibatkan pandangan diri  pada apa yang di bawah tanah mendahului daripada apa yang ada pada tanah. Adapun dalam keadaan selain diam dan tidak berbicara, maka terkadang Rasulullah saw. melihat ke langit, sebagaimana riwayat Abu Daud, beliau dalam keadaan berbicara melihat langit dan bukan dalam shalat. Adapun dalam keadaan shalat, pandangan beliau pada bumi. Wa Allahu a’lam bis shawab.