Yuk Kenalan dengan Hadis Mushohhaf

Hadispedia.id – Merubah redaksi/kata pada hadis yang menyalahi rawi yang lebih tsiqat (terpercaya), baik secara kata atau substansi makna dalam kajian hadis dinamakan hadis mushohhaf. Asal usul kata ini mempunyai sejarah yang cukup panjang, yang intinya secara bahasa kata mushohhaf sendiri berasal dari isim maf’ul dari kata at-tashif, yang berarti kesalahan tulis yang ada pada kitab-kitab hadis.

Dalam kesalahan tulis menulis tentu saja bisa terdapat pada sanad dan matan, dengan klasifikasinya dalam beberapa aspek. Kita mulai dari letak terjadinya tashif pada sanad dan matan. Kiranya tashif pada sanad biasanya terjadi berupa berubahnya nama perawi, misalnya hadis Syu’bah yang disebut meriwayatkan dari “العوام بن مراجم” (Al-‘Awwam Al-Murajim) ditashhif oleh Ibnu Ma’in yang lebih tsiqah dengan berkata : “العوام بن مزاحم ” (Al-‘Awwam Al-Muzahim).

Pada matan juga terjadi hal yang sama, semisal riwayat Zaid bin Tsabit

احتجر في المسجد

“Nabi saw. membuat kamar di dalam masjid…” Kemudian ditashhif oleh Ibnu Lahi’ah:


احتجم في المسجد

“Nabi saw. melakukan bekam di dalam masjid…”

Kemudian jika tashif ditinjau dari segi sebab terjadinya dibagi menjadi dua.

Pertama, tashif bashar (penglihatan) yang sering ditemui dalam banyak hadis disebabkan buruknya kualitas tulisan bisa jadi khatnya buruk atau tidak adanya titik sehingga sulit untuk dibaca. Seperti hadis berikut.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ


Kemudian, Abu Bakar Ash-Shuli mentashif sebagai berikut.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ شيئا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Pada kedua hadis tersebut, kita bisa mengamati adanya tashif dari kata “ستا” menjadi “شيئا”

Kedua, tashif sama’(pendengaran), yakni seorang rawi tidak memiliki pendengaran yang bagus atau bisa jadi karena jauhnya jarak ketika mendengar hadis sehingga terjadilah tashif. Seperti hadis yang diriwayatkan dari “عاصم الأحول” (‘Ashim Al-Ahwal) kemudian ditashif dengan berkata : “واصل الأحدب” (Waashil Al-Ahdab).

Aspek terakhir tashif jika ditinjau dari segi lafadz dan makna. Pada tashif lafadz juga sering terjadi dalam periwayatan hadis seperti contoh sebelumnya. Sedangkan tashif makna berarti seorang mushohhif (pelaku tashif) tetap menyebut lafal aslinya akan tetapi menafsirkan hadis tersebut tidak pada konteksnya. Contohnya perkataan Abu Musa Al-‘Anazi, “Kami adalah orang-orang yang mempunyai kemuliaan, kami dari ‘Anazah, Rasulullah shalat menghadap kami.”

Sejatinya riwayat ini merujuk pada hadis.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الى عَنَزَةٌ

Nabi saw. shalat ke arah ‘Anazah”

Mereka menganggap ‘anazah di sini adalah suku mereka. Padahal konteks pemahaman ‘Anazah yang tepat di sini adalah tombak kecil yang ditancapkan di depan orang yang shalat untuk sutrah (pembatas).

Namun yang menjadi permasalahn adalah, mengapa tashif pada hadis ini sering terjadi?

Dr. Mahmud Thahan dalam kitabnya Taysir Musthalah al-Hadis menjelaskan bahwa banyak terjadi tashif dalam hadis disebabkan banyak orang yang belajar langsung atau otodidak dari shuhuf (lembaran-lembaran) tanpa bimbingan dari guru. Di sinilah bahayanya belajar tanpa guru, tidak ada yang membenarkan ketika terjadi kesalahan dalam membaca hadis. Maka tepatlah jika ulama berkata:

مَنْ تَعَلَّمَ اْلعِلْمَ وَلَيْسَ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخُهُ شَيْطَانٌ

Barang siapa yang belajar ilmu namun tidak berguru, maka gurunya adalah setan.

Sampai tahap ini seyogyanya siapa saja yang belajar hadis harus mempunyai guru ditambah harus berhati-hati dalam memakai hadis untuk berhujjah demi menjaga keontentikan hadis.

Syaikh Manna al-Qattan menjelaskan status hukum hadis mushohhaf dalam dua hal, yaitu jika tashifnya banyak dan dapat merusak kualitas dhabtnya (kekuatan hafalannya), maka hadisnya tertolak. Namun, jika tashifnya sedikit maka masih bisa diterima, tentu dengan catatan tidak merubah substansi makna dalam suatu hadis. Begitulah tambahan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam kitabnya al-Ba’is al-Hatsis Syarh Ikhtishar Ulum al-Hadits. Wallahu a’lam bis shawab.

Muhammad Bisyrul Hafi
Muhammad Bisyrul Hafi
Alumni Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences

Artikel Terkait

spot_img

Artikel Terbaru