Beranda blog Halaman 25

Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 6; Nabi dan A’rabi

0
Bulughul Maram
Bulughul Maram

Hadispedia.id – Pertemuan keenam sekolah hadis kajian kitab Bulughul Maram masih berkaitan tentang hadis-hadis cara bersuci dan bentuk-bentuk najis.

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadis pertama yang dibaca Ustadz Huda pada pertemuan kali ini adalah riwayat Sahabat Nabi saw. yang bernama Anas bin Malik r.a. Beliau adalah Sahabat yang sering disebut dengan Khadimun Nabi. Yaitu pelayan Nabi saw., karena sejak kecil, beliau dititipkan oleh ibundanya kepada Nabi saw. agar membantu segala keperluan beliau dan tentunya diajari agama.

Akhirnya, beliau menjadi salah satu sahabat yang banyak meriwayatkan hadis. Umur beliau panjang, sampai 90 an. Beliau pernah didoakan Nabi saw. agar dipanjangkan umurnya, diberikan anak yang banyak, dan diberkahi hartanya.

Beliau mengatakan,

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ

Datang seorang A’rabi …. A’rabi adalah penduduk pedalaman. Baik orang Arab maupun non Arab, kalau dia dari pedalaman, jauh dari kota, maka disebut Al-A’rabi.

فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ

Lalu lelaki pedalaman ini buang air kecil di pojok masjid … Masjid di sini adalah maksudnya masjid Nabawi yang ada di kota Madinah.

فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ

Lalu, orang-orang melarangnya… Orang-orang di sini yang dimaksud adalah para sahabat. Dalam riwayat lain menggunakan redaksi fatanawalahu; mereka memegangi A’rabi ini agar menyudahi buang air kecilnya.

فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم

Lalu, Nabi saw. melarang para sahabat mengganggu si A’rabi ini buang air kecil. Beliau menyuruh mereka agar membiarkan A’rabi menuntaskan terlebih dahulu.

فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ

Ketika telah selesai si A’rabi atau lelaki pedalaman tadi menuntaskan buang air kecilnya, Nabi saw. memerintahkan agar dibawakan seember air.

فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ

Lalu, dituangkan atau disiramkan ke tempat A’rabi itu buang air kecil.

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim. Kalau di dalam kitab Bulughul Maram disebutkan muttafaqun ‘alaihi, artinya sebagaimana disebutkan dalam Mukaddimah, maka hadis tersebut diriwayatkan di dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.

Baca juga: Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 5; tentang Kucing

Ustadz Huda menjelaskan bahwa terkait hadis ini ada beberapa hal yang dapat kita ambil faidah darinya.

Pertama, di dalam hadis ini yang bercerita adalah Sahabat Anas bin Malik r.a. Kalau kita perhatikan dalam redaksi hadisnya, hampir tidak ada kata-kata dari Nabi saw. Semua adalah kata-kata Sahabat Anas bin Malik r.a., yaitu beliau menceritakan kejadian pada zaman Nabi saw. Pada hadis tersebut, hampir tidak disebutkan qala Rasulullah saw. nya secara jelas. Namun, hanya dikatakan amara annabiyyu bidzanubin min ma’in, fa uhriqa ‘alaihi. Jadi hanya diceritakan saja, tidak ada redaksi langsung dari Nabi saw.

Pada hadis tersebut, ada redaksi A’rabi yang tidak disebut namanya, hanya disebut sifatnya. Di dalam Musthalahul hadis hal ini disebut dengan mubham, yang disamarkan. Di dalam kajian ilmu hadis, terdapat dua jenis mubham. Pertama, jenis mubham yang disebutkan dalam sanad hadis. Misalnya di dalam sanad, perawinya hanya disebutkan ‘an rajulin (dari seorang laki-laki). Kedua, mubham di dalam matan hadis. Contohnya adalah hadis di atas.

Kalau di dalam sanad, terkadang mubham itu akan bermasalah, yakni akan menyebabkan hadis menjadi dhaif. Tetapi, jika mubham terdapat di dalam matan atau teks hadisnya, maka mubham tidak menjadi masalah, tidak berpengaruh terhadap keshahihan hadis.

Selanjutnya, kajian kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih satu jam ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia.

Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 5; tentang Kucing

0
Bulughul Maram
Bulughul Maram

Hadispedia.id – Sekolah hadis kajian kitab Bulughul Maram el-Bukhari Institute pada pertemuan kelima membahas hadis ke-9 tentang kucing. Hadis ini diriwayatkan oleh Sahabat Nabi saw. yang bernama Abu Qatadah r.a.

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي اَلْهِرَّةِ إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّمَا هِيَ مِنْ اَلطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ

Ustadz Huda menjelaskan bahwa hadis tersebut di dalam riwayat lain memiliki asbabul wurud, tepatnya asbab iradil hadisnya. Yaitu sebab yang terjadi setelah Rasulullah saw. wafat, baru ada seorang sahabat menyebutkan hadis Rasulullah saw. Sedangkan asbab iradil hadis ini ada di dalam matan hadis innaha laisat binajasin.

Kisah lengkapnya ada di dalam riwayat lain yang disebutkan bahwa Abu Qatadah r.a. suatu ketika akan berwudhu. Lalu, ada seekor kucing, Abu Qatadah r.a. pun memberikan kucing itu minum (dari air yang akan digunakannya untuk berwudhu). Kabsyah r.a. (sahabat lain yang menyaksikan kejadian itu) terheran, “Apakah boleh hal seperti itu? Apakah air itu tidak menjadi najis?”

Abu Qatadah r.a. melihat Kabsyah yang keheranan itu pun memberikan penjelasan, “Anda tidak perlu heran, karena Rasulullah saw. pernah mengatakan tentang kucing ini, ‘Innaha laisat binajasin, innama hiya minat thawwafina alaikum (Kucing itu tidak najis, ia adalah hewan yang sering lalu lalang di antara kalian).

Baca juga: Lebih Dekat dengan Sekolah Hadis El-Bukhari Institute

Hadis di atas diriwayatkan oleh imam empat, yaitu ashabus sunan (Imam pemilik kitab sunan, yaitu Sunan Abi Daud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibn Majah). Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Khuzaimah menilai hadis ini shahih. Pada kajian fikih, pembahasan ini masuk pada bab su’rul hayawan atau air bekas hewan. Pada kasus ini, hewannya secara spesifik adalah kucing.

Su’rul hirrah atau air bekas minum kucing itu suci atau tidak? Ustadz Huda menjelaskan bahwa berdasarkan hadis ini sebagian ulama berpendapat tidak najis. Dalam kitab fikih, jika disebutkan su’rul hirrah itu yang dimaksud adalah bekas air liur kucing.

Misalnya, Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Al-Majmu’ menyebutkan bahwa Su’rul hayawan thahirun au najasun lu’abuhu wa ruthubatu famihi. Artinya, kalau kucing di mulutnya itu ada air, maka itulah yang disebut su’rul hirrah atau basah-basah yang ada di mulutnya. Apakah ini suci atau tidak suci? karena ini berpengaruh pada air bekas sisa kucing ini.

Pada dasarnya, najis tidaknya su’rul hirrah ini adalah terletak pada najis tidaknya dzatiyah kucing itu sendiri. Kucing itu termasuk hewan yang najis atau hewan yang suci? Ternyata, di kalangan ulama ada ikhtilaf terkait hal ini. Ada yang mengatakan, kucing itu najis. Misalnya Imam Ath-Thahawi dari madzhab Hanafi. Beliau menilai kucing itu termasuk hewan yang najis. Apa alasannya?

Baca juga: Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 1; Mukaddimah

Pertama, kucing itu termasuk siba’ atau hewan yang bertaring dan itu tidak boleh dikonsumsi. Hewan yang dilarang dikonsumsi itu ada beberapa alasan; satu karena berbahaya dan yang kedua adalah karena dia najis. Kalau kucing ini, dia tidak terlalu membahayakan, karena dia berada di sekitar kita. Kemungkinannya adalah dia najis oleh sebab itu dilarang dikonsumsi.

Kedua, ada hadis di dalam Sunan At-Tirmidzi yang menyebutkan

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : يُغْسَلُ الإِنَاءُ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الكَلْبُ سَبْعَ مَرَّاتٍ : أُولاَهُنَّ أَوْ أُخْرَاهُنَّ بِالتُّرَابِ ، وَإِذَا وَلَغَتْ فِيهِ الهِرَّةُ غُسِلَ مَرَّةً هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Pada hadis tersebut dijelaskan bahwa jika ada seekor kucing menjilat suatu wadah, maka wadah itu dibasuh satu kali. Sementara itu, sesuatu yang dibasuh itu idealnya secara dzahir adalah najis. Inilah hujjah dari pendapat yang mengatakan bahwa kucing itu najis.

Selanjutnya, kajian kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih 38 menit ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia.

Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 4; Cara Mensucikan Bekas Jilatan Anjing

0
Bulughul Maram
Bulughul Maram

Hadispedia.id – Pada pertemuan keempat, kajian kitab Bulughul Maram sudah memasuki hadis kedelapan. Hadis tentang cara mensucikan bekas jilatan anjing yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah r.a.

Ustadz Huda menjelaskan bahwa setiap menyebut nama sahabat itu ada anjuran untuk mendoakan atau membaca taradhi (radhiyallahu anhu/ r.a.). Hal ini merupakan salah satu adab ketika membaca hadis.

Salah satu keutamaan mengkaji hadis-hadis Nabi adalah karena ada sanadnya dan di dalam sanad itu isinya adalah nama-nama orang shalih. Menurut Imam Sufyan sebagaimana diriwayatkan di dalam kitab Hilyatul Auliya’ karya Imam Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Imam Sufyan pernah mengatakan,

تَنْزِيْلُ الرَّحْمَةِ عِنْدَ ذِكْرِ الصَّالِحِيْنَ

Rahmat Allah akan turun ketika nama orang shalih disebut. Di dalam hadis (tentang cara mensucikan bekas jilatan anjing) ini, nama orang shalih yang disebut pertama adalah sahabat Abu Hurairah r.a. yang kedua adalah Rasulullah saw. Dengan wasilah menyebut nama orang shalih tersebut, maka kita mendapatkan rahmatnya Allah swt. Inilah salah satu asyiknya ngaji hadis, karena ada sanadnya. 

Baca juga: Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 1; Mukaddimah

Radhiyallahu anhu dikaitkan dengan surah Al-Bayyinah Radhiyallahu anhum wa radhuu anhu. Di mana para sahabat diridhai/diterima oleh Allah swt. Diterima iman dan islamnya. Sedangkan kita, saya sendiri belum tentu. Belum ada vonis kalau iman kita sudah diterima oleh Allah swt.

Berdasarkan ayat ini pula, sahabat itu dinilai ‘udul, artinya tidak dibicarakan kekurangannya. Mereka diterima hadisnya. Kenapa? karena yang melakukan penilaian terhadap para sahabat ini bukan manusia, tetapi langsung Allah swt. Oleh sebab itu, dalam tradisi ahlul hadis ahlus sunnah wal jamaah, sahabat itu tidak ada jarh ta’dilnya. As-Shahabah kulluhum ‘uduulun. Kalau di dalam tradisi ilmu hadis selain ahlus sunnah wal jamaah, sahabat itu masih dijarh juga.

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم: «طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ». أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Rasulullah saw. bersabda, “Sucinya wadah kalian ketika menjilat wadah tersebut seekor anjing yaitu dengan cara dibasuh sebanyak tujuh kali. Yang pertama dari tujuh basuhan tersebut dicampur dengan debu.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.

وَفِي لَفْظٍ لَهُ: فَلْيُرِقْهُ

Dan di dalam redaksi Imam Muslim ada tambahan redaksi, falyuriqhu hendaknya ia menumpahkan airnya dulu. Kemudian membasuhnya sebanyak tujuh kali.

وَلِلتِّرْمِذِيِّ:أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

Dan di dalam versi riwayat Imam At-Tirmidzi ada sedikit tambahan redaksi yang berbeda. Bukan hanya ulahunna bit turab tetapi ukhrahunna au ulahunna bit turab. Seperti yang kita ulas pada pertemuan sebelumnya, bahwa kita ketika memahami hadis, sebisanya kita melakukan jam’ur riwayah. Mengumpulkan riwayat-riwayat yang terkait dengan tema. Salah satu tujuannya adalah untuk mendapatkan keragaman atau versi riwayat seperti dalam hadis ini.  Sehingga dapat membantu kita dalam memahami hadis dengan lebih lengkap.

Baca juga: Sosok Abu Hurairah ra, Sahabat yang Penuh Perhatian dalam Periwayatan Hadis

Hadis yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim dan Sunan At-Tirmidzi ini menjadi dalil pendapat di kalangan ulama yang menilai kenajisan anjing. Sebagaimana dalam madzhab Syafi’i.

Selanjutnya, kajian kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih 45 menit ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia.

 

Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 3; Air Dua Kulah

0
Bulughul Maram
Bulughul Maram

Hadispedia.id – Sekolah hadis el-Bukhari Institute via hadispedia setiap hari Ahad malam Senin pukul 19.30 mengadakan kajian kitab Bulughul Maram bersama Ustadz M. Khairul Huda, Lc., MA. Pada pertemuan ketiga, hadis yang dibaca adalah tentang air dua kulah yang diriwayatkan oleh Sahabat Nabi saw. yang bernama Abdullah bin Umar r.a.

Seperti biasa, Ustadz Huda menjelaskan terlebih dahulu sedikit biografi tentang sahabat periwayat hadis yang dibaca. Abdullah bin Umar r.a. merupakan salah satu sahabat muda dan yang paling banyak meriwayatkan hadis. Beliau meninggal tahun sekitar tahun 74 atau 73 hijriyah. Beliau merupakan putra dari Umar ibn Al-Khattab dan adik dari Sayyidah Hafshah binti Umar, salah satu istri Rasulullah saw.

Abdullah bin Umar r.a. digelari Rasulullah saw. rajulun shalihun (laki-laki yang shalih), karena beliau lebih suka ibadah dari pada perang dan berpolitik. Kalau Sahabat Ibnu Abbas didoakan Rasulullah saw. agar pintar menerjemahkan atau menafsirkan Al-Qur’an. Kalau Sahabat Anas bin Malik didoakan beliau agar banyak rezeki, banyak anak, dan panjang umur.

Kalau Abdullah bin Umar ini didoakan menjadi rajulun shalihun. Abdullah bin Umar r.a. dikenal sebagai orang yang sangat rajin meniru dan meneladani apapun yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Sampai kepada cara beliau BAB, beliau sangat penasaran.

Salah satu riwayat hadisnya adalah tentang air yang dapat digunakan untuk bersuci. Dalam hadis ini disebutkan bahwa

إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ

Ketika air berjumlah minimal dua kulah, maka dia tidak bisa membawa atau mengandung najis. Dalam riwayat lain, redaksinya itu bukan lam yahmil al-khabatsa, tetapi lam yanjus. Hadis ini banyak sekali yang meriwayatkan terutama al-aimmah al-arba’ah/Ashabus Sunan (Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah).

Baca juga: Sekolah Hadis di Tengah Pandemi Bersama El-Bukhari

Perbedaan redaksi tersebut menunjukkan bahwa adanya riwayat bil ma’na di dalam periwayatan hadis. Hal ini jika terjadi di level sahabat, para ulama ahli hadis tidak keberatan. Tetapi, kalau selain di level sahabat, maka hal ini yang menyebabkan para ulama sebagian keberatan.

Adanya perbedaan redaksi dalam hadis atau riwayat bil ma’na ini menunjukkan bahwa redaksinya itu tidak benar-benar dari Rasulullah saw. Tetapi, ada sahabat atau tabi’in yang meriwayatkan dengan redaksi yang memiliki makna yang sama. Seperti kasus pada hadis ini (yahmil al-khabatsa dan lam yanjus).

Selain itu, perbedaan redaksi ini juga menunjukkan kepada kita tentang pentingnya jalur-jalur periwayatan. Satu hadis yang diriwayatkan dari jalur yang berbeda-beda atau yang disebut dengan jam’ur riwayah. Kalau di dalam takhrij hadis, kita diperkenalkan dengan istilah i’tibar, yaitu membandingkan satu riwayat/satu jalur dengan riwayat dari jalur yang lain. Ada istilah di bawah i’tibar itu disebut syawahid ada juga yang disebut mutaba’ah.

Syawahid diartikan ketika ada dua orang sahabat meriwayatkan hadis yang sama. Kalau mutaba’ah adalah jalur periwayatan yang berbeda di selain sahabat. Baik syawahid maupun mutaba’ah itu berfungsi 1) menguatkan riwayat. Kalau riwayatnya itu dhaif, dengan adanya syawahid atau mutaba’ah, ia naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi. Kalau ia statusnya hasan li ghairihi atau li dzatihi, maka ia bisa naik menjadi shahih li ghairihi.

Tetapi, ada yang unik di era modern ini. Di mana Syekh Al-Albani itu tidak menerima konsep taqwiyatul hadis atau penguatan kualitas/tingkatan hadis semacam ini. Bagi beliau, kalau sudah dhaif dalam satu jalur, maka ia dhaif. Tidak bisa saling menguatkan.

Baca juga: Mengenal Istilah I’tibar dalam Penelitian Hadis Nabi

Fungsi syawahid maupun mutaba’ah yang ke 2) menemukan penjelasan. Seperti pada hadis  yang redaksinya berbeda-beda. Dengan mengumpulkan riwayat-riwayat yang berbeda-beda jalur ini, kita akan menemukan varian teks redaksinya. Nanti digunakan untuk menjelaskan matan hadis itu antara satu dengan yang lainnya. Seperti hadis ini, dalam riwayat yang pertama disebutkan yahmil al-khabatsa dan lam yanjus. Air yang sudah mencapai dua kulah itu tidak mengandung najis. Artinya apa?, yakni lam yanjus, ia tidak najis.

Selanjutnya, kajian kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih 59 menit ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia.

Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 2; Standar Kesucian Air

0
Bulughul Maram
Bulughul Maram

Hadispedia.id – Pada pertemuan kedua kajian kitab Bulughul Maram, pembahasannya adalah seputar hadis standar kesucian air. Hal ini disebabkan karena Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani memulai kitabnya dengan pembahasan at-thaharah atau bersuci dan bab pertamanya adalah tentang air.

Hadis kedua pada kitab Bulughul Maram yang dibacakan oleh Ustadz M. Khairul Huda adalah tentang air itu suci mensucikan dan tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun. Hadis ini riwayat Sahabat Nabi yang bernama Abu Sa’id Al-Khudri r.a.

Beliau berasal dari suku Anshar, penduduk Madinah asli. Ayahnya sudah masuk Islam dan wafat pada perang Uhud. Beliau menjadi yatim setelah itu. Saat itu, usia beliau masih 13 tahun. Beliau pernah mengajukan diri untuk ikut perang pada saat itu dan ditolak oleh Rasulullah saw.

Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. itu bukan penghobby perang. Tidak ingin membentuk milisi anak. Tidak punya tujuan mengorbankan anak-anak atau memiliterisasi anak. Dunia hari ini pun melarang militerisasi anak. Ini sudah dilakukan dan dituntunkan Rasulullah saw. 1400 tahun yang lalu bahwa tentara anak bukanlah sesuatu yang baik. Tidak perlu dijadikan strategi untuk mendapatkan kemenangan.

Baca juga: Sekolah Hadis El-Bukhari Institute Membuka Pendaftaran Member Baru

Abu Sa’id Al-Khudri r.a. meninggal pada tahun 70 an hijriyah. Artinya beliau termasuk sahabat muda dan banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw. Umumnya memang sahabat yang meriwayatkan hadis itu yang umurnya panjang, wafatnya di atas tahun 50 hijriyah. Mereka menjadi Al-Muktsiruna minas shahabah atau sahabat-sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, misalnya adalah sahabat Abu Hurairah.

Abu Hurairah r.a. masuk Islam pada tahun 7 H. meninggalnya di atas tahun 50 an dan riwayatnya sangat banyak, bahkan yang terbanyak. Kemudian sayyidah Aisyah r.a. juga begitu, Ibnu Umar r.a., dan Anas bin Malik r.a., beliau malah 80 an hijriyah.

Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri r.a. ini adalah hadis tentang air sumur Budha’ah atau Bidha’ah, bunyi hadisnya ini:

إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْء

Asbabul wurud hadis ini itu ada beberapa. Tetapi untuk riwayat Abu Sa’id Al-Khudri r.a. ini sababul wurudnya adalah tentang sumur Budha’ah atau Bidha’ah. Sebuah sumur yang ada di kota Madinah yang berada di dataran rendah. Jadi, kalau ada hujan deras, air di kota Madinah ini mengalir ke arah sumur Bidha’ah ini.

Air itu membawa kotaran-kotaran yang ada di kota Madinah. Digambarkan ada di sana bangkai dan bekas pembalut perempuan yang haid. Artinya sumur ini kemasukan barang najis dan kotoran. Tapi, air sumur ini digunakan oleh warga kota Madinah untuk berbagai macam aktifitas termasuk bersuci, berwudhu, dan mandi besar juga.

Baca juga: Lebih Dekat dengan Sekolah Hadis El-Bukhari Institute

Akhirnya muncul pertanyaan dan kegelisahan dari kalangan sahabat. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah saw. tentang status sumur Bidha’ah itu. Apakah suci ataukah najis. Lalu, Rasulullah saw. memberikan jawaban sebagaimana hadis di atas, yakni air itu suci dan mensucikan. Beliau menggunakan lafadz thahuurun ini merupakan bentuk mubalaghah. Yakni secara dzatiyahnya suci dan ia fungsional bisa digunakan untuk membersihkan untuk yang lainnya. Al-Ma’ pada hadis tersebut yang dimaksud adalah sumur Bidha’ah. Dalam ilmu Nahwu al nya adalah lit ta’rif. Yaitu al yang definitif yang menunjukkan pengertian tertentu. Jadi, bukan seluruh air, tapi air tertentu.

La yunajjisuhu syaiun, tidak membuatnya najis sesuatu apapun. Artinya sesuatu najis dan kotoran yang masuk ke dalamnya tidak membuatnya najis. Inilah asbabul wurudnya. Tetapi, dalam konteks fikih hadis yang pertama digeneralisir. Karena ada kaidah Al-‘Ibrah bi umumil lafadz la bi khususis sabab bahwasannya yang diprioritaskan adalah keumuman lafadznya, bukan kekhususan sababnya. Jadi, al-ma’ di sini adalah semua air, tidak hanya sumur Bidha’ah itu pada dasarnya adalah thahurun; suci dan mensucikan.

Selanjutnya, kajian kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih 45 menit ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia.

Sekolah Hadis Kajian Kitab Bulughul Maram Vol. 1; Mukaddimah

0
Bulughul Maram
Bulughul Maram

Hadispedia.id – Sekolah Hadis el-Bukhari Institute via hadispedia telah meluncurkan program kajian kitab Bulughul Maram yang diadakan setiap hari Ahad pukul 19.30. Kajian ini dibimbing oleh Ustadz M. Khairul Huda, Lc., MA.

Pada pertemuan perdananya, Ustadz Huda mengingatkan peserta tentang tujuan ngaji kitab Bulughul Maram. Pertama adalah niat belajar hadis, karena baik membaca maupun mendengarkan hadis sama-sama mendapatkan pahala. Hal ini didasari oleh sebuah hadis Nabi saw.

 نَضَّرَ اللَّهُ امْرَءًا سَمِعَ مَقَالَتِيَ فَوَاعَاهَا فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا

Allah akan mencerahkan wajah seseorang yang mendengarkan hadis-hadisku, lalu ia mau menghafalnya, lalu menyampaikan kepada orang lain seperti apa yang dia dengar.” Salah satu cara menyampaikan hadis kepada orang lain adalah dengan cara dibacakan dan diriwayatkan.

Ustadz Huda menjelaskan bahwa arti dicerahkan pada hadis tersebut menurut Imam Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi merupakan kinayah atau isyarat. Yakni Allah akan memberikan anugerah kebahagiaan baik selama di dunia maupun nanti kelak di akhirat. Kebahagiaan di dunia yaitu diberikan rezeki yang lancar dan dimudahkan urusan. Sementara di akhirat, ia akan dimudahkan hisabnya, dimudahkan timbangan amalnya dan masuk surga.

Tujuan kedua ngaji Bulughul Maram ini adalah untuk mempraktekkan/tathbiq ilmu hadis. Karena di dalam kitab Bulughul Maram banyak istilah-istilah yang telah dipelajari dalam ilmu Musthalah Hadis/ilmu hadis dasar. Selain itu juga untuk mempraktekkan ilmu yang telah didapat dalam kelas Metode Pemahaman Hadis.

Setelah itu, Ustadz Huda memperkenalkan pengarang kitab Bulughul Maram, yakni Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Beliau mendapat gelar Al-Hafidz, karena beliau adalah salah seorang ulama penghafal hadis dan punya banyak karya di bidang hadis. Karya yang paling besar dan tebalnya adalah kitab Fathul Bari, Syarah Shahih Al-Bukhari. Kitab ini adalah syarah terbaik untuk shahih Al-Bukhari. Beliau bermadzhab Syafi’i dalam Fikih dan bermadzhab Asy’ari dalam masalah akidah.

Kitab Bulughul Maram ini adalah kitab yang mencantumkan hadis-hadis yang menjadi dasar hukum. Tujuan disusunnya kitab ini sebenarnya unik, yaitu sebagai media pembelajaran untuk putra beliau. Beliau ingin anaknya belajar memakai hadis-hadis Nabi. Oleh sebab itu, disusunlah kitab ini yang justru manfaatnya lebih luas khususnya para santri pengkaji hadis.

Setelah memberikan pengantar kajian perdana kitab Bulughul Maram, Ustadz Huda mengajak para peserta untuk membuka kajian kitab dengan membaca surah Al-Fatihah. Terkhusus untuk guru beliau yang baru saja berpulang, yakni KH. Ahmad Lutfi Fathullah.

Kemudian, Ustadz membaca teks Arab mukaddimah kitab Bulughul Maram lalu mengartikannya lafadz perlafadz. Imam Ibnu Hajar memulainya dengan membaca hamdalah kepada Allah swt. yang telah memberikan nikmat baik yang zahir maupun batin. Di sini Imam Ibnu Hajar mengingatkan kepada pembaca kitabnya agar tidak melupakan nikmat Allah swt. yang batin. Ustadz Huda mencontohkan seperti ayem tentrem, puas, dan ilmu yang tidak kelihatan itu harus disyukuri. Begitu juga nikmat yang telah dahulu maupun yang baru.

Selanjutnya, kajian perdana kitab Bulughul Maram yang berdurasi kurang lebih satu jam ini dapat Anda dengarkan di Channel YouTube hadispedia. 

Hadis No. 77 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab kapan sahnya pendengaran anak kecil?

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنِي الزُّبَيْدِيُّ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ، قَالَ: عَقَلْتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَجَّةً مَجَّهَا فِي وَجْهِي وَأَنَا ابْنُ خَمْسِ سِنِينَ مِنْ دَلْوٍ

Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Abu Mushar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Harb telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Az-Zubaidi telah menceritakan kepadaku, dari Az-Zuhri, dari Mahmud bin Ar-Rabi’, ia berkata, “Aku mengingat dari Nabi saw. saat Beliau menyemburkan air dari mulut Beliau ke wajahku, saat itu aku baru berumur lima, dari sebuah ember (sumur).”

Hadis No. 76 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab kapan sahnya pendengaran anak kecil?

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ، وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلاَمَ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ، فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصَّفِّ، وَأَرْسَلْتُ الأَتَانَ تَرْتَعُ، فَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ، فَلَمْ يُنْكَرْ ذَلِكَ عَلَيَّ

Ismail bin Abu Uwais telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Malik telah menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah, dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Aku datang dengan menunggang keledai betina, yang saat itu aku hampir menginjak masa baligh dan Rasulullah saw. sedang shalat di Mina dengan tidak menghadap dinding. Maka aku lewat di depan sebagian shaf kemudian aku melepas keledai betina itu supaya mencari makan sesukanya. Lalu aku masuh dalam shaf (ikut shalat berjamaah) dan tidak ada orang yang menyalahkanku.”

Hadis No. 75 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab sabda Nabi saw., “Ya Allah, ajarkanlah kepadanya Al-Kitab (Al-Qur’an)”,

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَارِثِ، قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدٌ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: ضَمَّنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الكِتَابَ

Abu Ma’mar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Warits telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid telah menceritakan kepada kami, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah saw. mendekapku seraya bersabda, “Ya Allah, ajarkanlah dia Al-Kitab”.

Hadis No. 74 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab tentang perginya Nabi Musa a.s. mengarungi lautan menemui Nabi Khadhir a.s.,

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ غُرَيْرٍ الزُّهْرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، حَدَّثَهُ أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ أَخْبَرَهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ تَمَارَى هُوَ وَالحُرُّ بْنُ قَيْسِ بْنِ حِصْنٍ الفَزَارِيُّ فِي صَاحِبِ مُوسَى، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: هُوَ خَضِرٌ، فَمَرَّ بِهِمَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، فَدَعَاهُ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ: إِنِّي تَمَارَيْتُ أَنَا وَصَاحِبِي هَذَا فِي صَاحِبِ مُوسَى، الَّذِي سَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَى لُقِيِّهِ، هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ شَأْنَهُ؟ قَالَ: نَعَمْ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ؟ ” قَالَ مُوسَى: لاَ، فَأَوْحَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى مُوسَى: بَلَى، عَبْدُنَا خَضِرٌ، فَسَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ اللَّهُ لَهُ الحُوتَ آيَةً، وَقِيلَ لَهُ: إِذَا فَقَدْتَ الحُوتَ فَارْجِعْ، فَإِنَّكَ سَتَلْقَاهُ، وَكَانَ يَتَّبِعُ أَثَرَ الحُوتِ فِي البَحْرِ، فَقَالَ لِمُوسَى فَتَاهُ: (أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهِ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ)، قَالَ: (ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا)، فَوَجَدَا خَضِرًا، فَكَانَ مِنْ شَأْنِهِمَا الَّذِي قَصَّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي كِتَابِهِ

Muhammad bin Ghurair Az-Zuhri telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, ayahku telah menceritakan kepadaku, dari Shalih, dari Ibnu Syihab, ia menceritakan bahwa Ubaidullah bin Abdullah telah mengabarkan kepadanya, dari Ibnu Abbas, bahwasannya ia dan Al-Hurru bin Qais bin Hishin Al-Fazari berdebat tentang Nabi Musa a.s., Ibnu Abbas berkata, ia adalah Khadhir a.s. Tiba-tiba lewat Ubay bin Ka’b di depan keduanya, maka Ibnu Abbas memanggilnya dan berkata, “Aku dan temanku ini berdebat tentang sahabat Musa a.s., yang ditanya tentang jalan yang akhirnya mempertemukannya, apakah kamu pernah mendengar Nabi saw. menceritakan masalah ini?” Ubay bin Ka’b menjawab, “Ya, benar, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Ketika Musa di tengah pembesar Bani Israil, datang seseorang yang bertanya, apakah kamu mengetahui ada orang yang lebih pandai darimu?” Musa a.s. berkata, “Tidak”. Maka Allah swt. mewahyukan kepada Musa a.s., “Ada, yaitu hamba Kami bernama Khadhir.” Maka Musa a.s. meminta jalan untuk bertemu dengannya. Allah menjadikan ikan bagi Musa sebagai tanda dan dikatakan kepadanya, “Jika kamu kehilangan ikan tersebut kembalilah, nanti kamu akan berjumpa dengannya.” Maka Musa a.s. mengikuti jejak ikan di lautan. Berkatalah murid Musa a.s., “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi? Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan.” Maka Musa a.s. berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Maka akhirnya keduanya bertemu dengan Khadhir a.s. Begitulah kisah keduanya sebagaimana Allah ceritakan dalam kitab-Nya.