Beranda blog Halaman 34

Hadis No. 47 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Al-Bukhari
Shahih Al-Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Iman bab kekhawatiran seorang mukmin bisa amalnya terhapus tanpa sadar,

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ حُمَيْدٍ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يُخْبِرُ بِلَيْلَةِ القَدْرِ فَتَلاَحَى رَجُلاَنِ مِنَ المُسْلِمِينَ فَقَالَ إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ وَإِنَّهُ تَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ فَرُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ التَمِسُوهَا فِي السَّبْعِ وَالتِّسْعِ وَالخَمْسِ

Qutaibah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, dari Humaid, ia berkata, Anas bin Malik telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Ubadah bin Ash-Shamit telah mengabarkan kepadaku, bahwa Rasulullah saw. keluar untuk menjelaskan lailatul qadar. Lalu, ada dua orang muslim yang saling berdebat. Maka, beliau bersabda, “Aku datang untuk menjelaskan lailatul qadar kepada kalian, namun fulan dan fulan saling berdebat sehingga akhirnya diangkat (lailatul qadar), dan semoga menjadi lebih baik buat kalian, maka itu carilah lailatul qadar itu pada hari yang ketujuh, sembilan, dan kelima.”

Kiai Ali Mustafa Yaqub, Ulama Hadis Kontemporer Indonesia

0
Kiai Ali Mustafa Yaqub
Kiai Ali Mustafa Yaqub

Hadispedia.id – Kiai Ali Mustafa Yaqub, seorang Ulama Hadis Indonesia yang tidak asing didengar. Lahir pada tanggal 2 Maret 1952 M, di Desa Kemiri, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Beliau tumbuh di lingkungan keluarga yang agamis dan berkecukupan, sehingga sejak kecil ketaatan dalam beragama sudah biasa diterapkan dalam kesehariannya. Sejak itu pula harapan untuk menjadi seorang Ulama di masa mendatang sudah muncul dalam hatinya. Pribadi yang tegas, disiplin, kritis serta peduli antar sesama merupakan didikan dari kedua orang tuanya. Tak khayal, jika beliau berkehidupan sederhana dan mandiri.

Ayahnya bernama H. Yaqub, merupakan pendakwah terkemuka yang mempunyai prinsip untuk menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Ibunya bernama Hj. Siti Habibah merupakan seorang Guru sekaligus ibu rumah tangga. Kiai Ali Mustafa Yaqub memiliki seorang istri bernama Hj. Ulfah Uswatun Hasanah dan dikaruniai seorang putra bernama H. Zia Ul Haramein Ali Mustafa, Lc.

Riwayat Pendidikan

Kiai Ali Mustafa Yaqub menempuh pendidikan formal SD dan SMP di kota kelahirannya. Usai lulus SMP, ia belajar ilmu agama di Pesantren daerah Seblak, Jombang. Pada tahun 1971 beliau melanjutkan pendidikannya ke pesantren Tebuireng. Kemudian menyelesaikan pendidikan kuliah di Fakultas Syariah, Universitas Hasyim Asy’ari (1975).

Tepat pada tahun 1976 M, Kiai Ali mendapatkan beasiswa dari pemerintahan Arab Saudi, di fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, hingga tahun 1980. Kemudian, beliau melanjutkan program Megister di Universitas King Saud, Departemen Studi Islam Jurusan Tafsir dan Hadis hingga tahun 1985. Kedua jurusan ini dipilih karena menurutnya kedua ilmu tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Usai pendidikan S2, beliau memutuskan pulang ke Indonesia. Sesampainya di tanah air, beliau mengajar dan menjadi guru besar Hadis dan Ilmu Hadis di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, dosen dalam bidang Hadis di Pascasarjana Fakultas Dirasat Islamiyyah UIN Jakarta, guru besar Hadis dan Ilmu Hadis di Program Magister STAIN Pekalongan, Jawa Tengah. Beliau juga menjadi imam besar di Masjid Istiqlal. Pada tahun 2005-2008 Beliau melanjutkan program Doktor S3 di Universitas Nizamia, Hyderabad India, di jurusan Spesialis Hukum Islam.

Guru-Guru dan Karyanya

Faktor pembentukan pemikiran dan karakter Kiai Ali Mustafa tidak lepas dari peran guru-gurunya. Selama berada di Tebuireng Jombang, beliau banyak menekuni kitab-kitab kuning di bawah asuhan kiai senior, antara lain: Kiai Idris Kamali, Adhlan Ali, Shobari, dan Syansuri Badawi. Selain itu, tokoh yang sangat berpengaruh dalam intelektualnya di bidang Hadis adalah Muhammad Mustafa Al-A’dzami. Darinya, Kiai Ali Mustafa banyak belajar keistiqamahan, semangat menulis karya ilmiah dalam bidang hadis, dan sikap kritis terhadap orientalis.

Pada bidang tulis menulis, Kiai Ali memiliki sebuah filosofi yang menjadi penyemangatnya untuk terus berkarya, yaitu “Wala tamutunna illa wa antum katibun/ Janganlah kalian meninggal dunia sebelum menjadi penulis.” Berdasarkan spesifikasi keilmuan, Kiai Ali memang dikenal sebagai pakah hadis. Namun, karya yang telah beliau hasilkan tidak hanya sebatas kajian hadis saja, melainkan dalam banyak bidang, seperti Aqidah, Fiqh, dan Dakwah.

Dalam bidang Hadis dan Ilmu Hadis, karya tulis Kiai Ali Mustafa meliputi: Imam Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis (1991), Kritik Hadis (1995), Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam (1999), MM Azami; Pembela Eksistensi Hadis (2002), Hadis-Hadis Bermasalah (2003), Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan (2003), dan Ath-Thuruq As-Shahihah fi Fahm As-Sunnah An-Nabawiyyah (2014).

Metode Pemahaman Hadis Kiai Ali

Terdapat tiga cara ala Kiai Ali dalam memahami hadis; Pertama, metode pemahaman hadis secara tekstual dan kontekstual. Lebih jelasnya metode ini fokus penelitian pada matannya. Kedua, metode hadis tematik (pengumpulan hadis dalam satu tema), tujuannya agar dapat meneliti sanad serta matannya. Ketiga, metode kontroversialitas hadis. Dalam penggunaan metode ini, harus ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kebertentangannya hadis dengan logika. Dalam menyelesaikan pertentangan hadis seperti ini, kiai Ali menggunakan tiga cara, yaitu dengan menyesuaikan riwayat yang berbeda, nasakh, dan tarjih. Metode ini untuk menyesuaikan penelitian sanad dan matan hadis.

Keberaniannya dalam memberikan pendapat, baik melewati tulisan, pembicaraan, serta aktivitasnya banyak memberi warna terhadap kajian hadis di Indonesia, sehingga Kiai Ali mendapatkan julukan ahli hadis kontemporer. Kiai Ali wafat pada hari Kamis Shubuh, 28 April 2016 di Ciputat usia 64 tahun. Sampai akhir hayatnya itu, Kiai Ali masih mengasuh Pesantren Darus Sunnah yang didirikannya, mengajar hadis di Masjid Agung Sunda Kelapa, Masjid Agung At-Tin, Masjid Istiqlal, Masjid Raya Pondok Indah, dan acara-acara lainnya. Wallahu a’lam bis showab.

Sumber bacaan:

Ali Mustafa Yaqub, Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003)

Nasrullah Nurdin, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Muhaddis Nusantara Bertaraf Internasional, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 1, 2016.

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: LP3ES, 2015)

Nasrullah Nurdin, Wawasan Kebangsaan, Komitmen Negara dan Nasionalisme dalam Pandangan Prof. Dr. KH Ali Mustafa Yaqub, MA, Jurnal Bimas Islam, Vol.II. No.1 2018.

Hadis No. 35 Sunan Ibn Majah

0
Sunan Ibnu Majah
Sunan Ibn Majah

Hadispedia.id – Al-Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya pada kitab muqaddimah bab peringatan keras sengaja berdusta atas nama Rasulullah saw.,

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَعْلَى التَّيْمِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ مَعْبَدِ بْنِ كَعْبٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَدِيثِ عَنِّي فَمَنْ قَالَ عَلَيَّ فَلْيَقُلْ حَقًّا أَوْ صِدْقًا وَمَنْ تَقَوَّلَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Abu Bakr bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ya’la At-Taimi telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ishaq, dari Ma’bad bin Ka’b, dari Abu Qatadah, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda di atas mimbar ini, “Janganlah kalian banyak-banyak membacakan hadis dariku, maka siapa yang mengatakan atas namaku, hendaklah ia berkata dengan benar atau jujur. Siapa berkata atas namaku sesuatu yang aku tidak mengatakannya, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”

Hadis No. 34 Sunan Ibn Majah

0
Sunan Ibnu Majah
Sunan Ibn Majah

Hadispedia.id – Al-Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya pada kitab muqaddimah bab peringatan keras sengaja berdusta atas nama Rasulullah saw.,

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَقَوَّلَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Abu Bakr bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mengatakan atas namaku apa yang tidak aku katakan, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”

Hadis No. 33 Sunan Ibn Majah

0
Sunan Ibnu Majah
Sunan Ibn Majah

Hadispedia.id – Al-Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya pada kitab muqaddimah bab peringatan keras sengaja berdusta atas nama Rasulullah saw.,

حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Abu Khaitsamah; Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husyaim telah menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”

Hadis No. 32 Sunan Ibn Majah

0
Sunan Ibnu Majah
Sunan Ibn Majah

Hadispedia.id – Al-Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya pada kitab muqaddimah bab peringatan keras sengaja berdusta atas nama Rasulullah saw.,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ الْمِصْرِيُّ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ -حَسِبْتُهُ قَالَ: مُتَعَمِّدًا – فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Muhammad bin Rumh Al-Mishri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits bin Sa’d telah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang berdusta atas namaku – aku mengira beliau bersabda,; dengan sengaja – maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”

Hadis No. 31 Sunan Ibn Majah

0
Sunan Ibnu Majah
Sunan Ibn Majah

Hadispedia.id – Al-Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya pada kitab muqaddimah bab peringatan keras sengaja berdusta atas nama Rasulullah saw.,

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَامِرِ بْنِ زُرَارَةَ وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ مُوسَى قَالَا: حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّ الْكَذِبَ عَلَيَّ يُولِجُ النَّارَ

Abdullah bin Amir bin Zurarah dan Ismail bin Musa telah menceritakan kepada kami, mereka berkata, Syarik telah menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Rib’i bin Hirasy, dari Ali r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian berdusta atas namaku, karena sesungguhnya berdusta atas namaku dapat memasukkan ke dalam neraka.”

Hadis No. 30 Sunan Ibn Majah

0
Sunan Ibnu Majah
Sunan Ibn Majah

Hadispedia.id – Al-Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya pada kitab muqaddimah bab peringatan keras sengaja berdusta atas nama Rasulullah saw.,

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَسُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَامِرِ ابْنِ زُرَارَةَ وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ مُوسَى قَالُوا: حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Abu Bakr bin Abu Syaibah, Suwaid bin Sa’id, Abdullah bin Amir ibn Zurarah, dan Ismail bin Musa telah menceritakan kepada kami, mereka berkata, Syarik telah menceritakan kepada kami, dari Simak, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari ayahnya, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”

Hadis No. 91 Sunan An-Nasa’i

0
Sunan An-Nasa'i
Sunan An-Nasa'i

Hadispedia.id – Al-Imam An-Nasa’i berkata dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab dengan tangan yang mana menyemprotkan air dari lubang hidung?,

أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ زَائِدَةَ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَنَثَرَ بِيَدِهِ الْيُسْرَى فَفَعَلَ هَذَا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ هَذَا طُهُورُ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Musa bin Abdurrahman telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Husain bin Ali telah menceritakan kepada kami, dari Zaidah, ia berkata, Khalid bin Alqamah telah menceritakan kepada kami, dari Abdu Khair, dari Ali, bahwa ia pernah meminta air wudhu, lalu ia berkumur dan menghirup air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya dengan tangan kirinya. Ia melakukannya sebanyak tiga kali. Kemudian, ia berkata, “Beginilah cara bersuci Nabiyullah saw.”

Hadis No. 90 Sunan An-Nasa’i

0
Sunan An-Nasa'i
Sunan An-Nasa'i

Hadispedia.id – Al-Imam An-Nasa’i berkata dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab perintah untuk istintsar (menyemprotkan air dari lubang hidung) ketika bangun tidur,

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زُنْبُورٍ الْمَكِّيُّ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَهُ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ

Muhammad bin Zunbur Al-Makki telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abi Hazim telah menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abdullah, bahwa Muhammad bin Ibrahim telah menceritakan kepadanya dari Isa bin Thalhah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw., beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian bangun tidur, lalu berwudhu, maka hendaklah ia memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya kembali sebanyak tiga kali, karena setan tinggal (bermalam) dalam pangkal hidungnya.”

Penjelasan:

Imam As-Suyuthi dalam Syarah Sunan An-Nasa’i mengutip pendapat Imam Al-Qadhi Iyadh yang mengatakan bahwa maksud setan bermalam di pangkal hidung itu ada dua. Ada kalanya, bisa dipahami secara hakiki/denotatif. Bisa juga dipahami makna isti’arah/konotatif atau makna tidak sebenarnya. Yakni debu dan lendir hidung itu kotor yang disukai (untuk tempat) setan.