Beranda blog Halaman 5

Hadis Rukyatul Hilal Sebagai Tanda Masuk dan Keluarnya Bulan Ramadhan

0
Hadis Rukyatul Hilal Sebagai Tanda Masuk dan Keluarnya Bulan Ramadhan
Hadis Rukyatul Hilal Sebagai Tanda Masuk dan Keluarnya Bulan Ramadhan

Hadispedia.id – Setelah Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan hadis larangan berpuasa menjelang Ramadhan, pada hadis berikutnya beliau menjelaskan hadis tentang rukyatul hilal. Yaitu metode atau cara untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan dan bulan Syawal.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

 وَلِمُسْلِمٍ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ

 وَلِلْبُخَارِيِّ فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ

وَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

Dari Ibnu Umar r.a., dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu melihat anak bulan, maka berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya (lagi), maka berbukalah. Jika kamu terhalang oleh mendung hingga tidak melihatnya, maka perkirakanlah dia.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Menurut riwayat Imam Muslim disebutkan, “Dan apabila kamu terhalang oleh awan, maka perkirakanlah tiga puluh hari.”

Menurut riwayat Imam Al-Bukhari dikatakan, “Maka sempurnakanlah bilangannya menjadi tiga puluh hari.”

Menurut riwayat Imam Al-Bukhari juga melalui jalur Abu Hurairah r.a., “Maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”

Analisis Lafadz

إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا Jika kamu melihatnya, maka berpuasalah. Maksudnya adalah melihat hilal/anak bulan Ramadhan. Meskipun kata Ramadhan tidak disebutkan sebelumnya, tetapi hal ini dapat dipahami melalui konteks yang menunjukkan padanya.

وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا  dan apabila kamu melihatnya (lagi), maka berbukalah. Maksudnya adalah melihat hilal/anak bulan Syawal, maka berhentilah puasa Ramadhan.

فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ, berasal dari kata  غممت الشيئ yang dimaksud adalah apabila engkau menutupi sesuatu. Artinya, apabila penglihatan kamu terhalang oleh awan hingga tidak dapat melihat anak bulan.

فَاقْدُرُوا لَهُ berasal dari kata التقدير yang dimaksud adalah perkirakanlah oleh kamu bilangannya menjadi genap tiga puluh hari.

وَلِمُسْلِمٍ menurut riwayat Imam Muslim melalui jalur Nafi’ dari Ibnu Umar disebutkan sebagaimana berikut.

“Rasulullah saw. menyebutkan tentang bulan Ramadhan. Beliau memberi isyarat dengan kedua-dua tangannya, lalu beliau bersabda, “Bulan (Ramadhan) itu sebegini, sebegini, dan sebegini (Beliau membuka semua jari-jarinya yang sepuluh sebanyak tiga kali).” Beliau menekukkan ibu jarinya pada isyarat yang ketiga (untuk menyatakan bilangan dua puluh sembilan). “Maka Berpuasalah kamu karea melihatnya (anak bulan Ramadhan), dan berbukalah kamu karena melihatnya (anak bulan Syawal). Jika kamu terhalang oleh cuaca mendung, maka perkirakanlah untuknya tiga puluh hari.”  

وَلِلْبُخَارِيِّ , menurut riwayat imam Al-Bukhari melalui jalur Abdullah bin Umar r.a. disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Satu bulan itu terdiri dari pada dua puluh sembilan malam, maka janganlah kamu berpuasa sebelum melihat anak bulan. Jika kamu mengalami mendung, maka sempurnakanlah bilangannya menjadi tiga puluh.”

وَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه Dan Imam Al-Bukhari juga memiliki riwayat lain yakni dari jalur Abu Hurairah r.a. Nabi saw. bersabda, “Berpuasalah kamu karena melihatnya (Hilal Bulan Ramadhan), dan berbukalah kamu karena melihatnya (Hilal Bulan Syawal). Jika kamu terhalang oleh sesuatu, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”

Makna Hadis

Puasa Ramadhan wajib dilakukan setelah melalui proses rukyatul hilal atau melihat anak bulan. Proses rukyatul hilal tidak perlu dilakukan oleh semua muslim. Melainkan cukup diwakilkan oleh satu orang adil untuk melihat hilal bulan Ramadhan, dan dua orang adil untuk melihat hilal bulan Syawal.

Di Indonesia sendiri biasanya sudah diwakilkan oleh para pakar ilmu falak baik dari lembaga resmi negara atau lembaga tertentu, lalu diambil sumpahnya bahwa dia benar-benar telah melihat hilal. Kemudian, pemerintah melalui menteri agama menggelar sidang isbat untuk memutuskan penetapan tanggal 1 Ramadhan atau 1 Syawal berdasarkan rukyaul hilal para ahli.

Jika penglihatan terhalang oleh awan atau mendung, baik masuknya atau keluarnya bulan Ramadhan, maka bilangan bulan digenapkan menjadi tiga puluh hari.

Fiqhul Hadis

  1. Puasa bulan Ramadhan itu hukumnya wajib.
  2. Permulaan puasa adalah setelah melihat hilal/anak bulan.
  3. Disyariatkan menyempurnakan bilangan bulan menjadi tiga puluh hari ketika hilal tidak dapat dilihat pada hari yang kedua puluh sembilan.
  4. Wajib berbuka/tidak puasa pada hari raya Idul Fitri.
  5. Penetapan awal bulan Ramadhan atau Syawal hanya dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama rukyatul hilal/melihat anak bulan. Kedua, ikmalus syahr/menggenapkan bilangan bulan menjadi tiga puluh hari (jika anak bulan tidak terlihat atau tertutup awan). Wa Allahu a’lam bis shawab.

Hadis Larangan Berpuasa di Hari Syak

0
Hadis Larangan Berpuasa di Hari Syak
Hadis Larangan Berpuasa di Hari Syak

Hadispedia.id – Hadis kedua dalam kitab Bulughul Maram bab puasa, imam Ibnu Hajar Al-Asqalani masih membahas seputar hadis larangan berpuasa menjelang bulan Ramadhan. Tepatnya di hari Syak, atau hari yang diragukan. Bagaimana bunyi hadisnya? Dan kapan hari Syak itu? Berikut penjelasannya.

عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: “مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ” ذَكَرَهُ اَلْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا وَوَصَلَهُ الْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ

Dari Ammar bin Yasir r.a., ia berkata, “Siapa yang berpuasa di hari yang masih diragukan, berarti dia telah berbuat durhaka kepada Abul Qasim (Nabi saw.)” (Imam Al-Bukhari menyebut hadis ini sebagai mu’allaq, sedangkan imam Al-Khamsah telah menilainya sebagai hadis yang maushul/muttashil, dan Imam Ibnu Khuzaimah serta Imam Ibnu Hibban menilainya shahih).

Analisis Lafadz

الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ, hari yang masih diragukan, yaitu hari pada tanggal 30 bulan Sya’ban. Dalam ungkapan ini, digunakan isim maushul (الذي) untuk mengisyaratkan bahwa melakukan puasa pada hari yang di dalamnya masih ada sedikit keraguan adalah dilarang, apalagi melakukan puasa pada hari yang yang jelas-jelas masih diragukan.

فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ, berarti dia telah menentang Nabi Muhammad saw. karena melanggar larangannya. Abul Qasim merupakan kunyah untuk Nabi Muhammad saw. Kunyah adalah nama yang diawali dengan abu atau ummu. Adapun arti dari pada Abul Qasim adalah bapaknya Qasim, karena Nabi Muhammad saw. memiliki anak yang bernama Qasim. Namun, menurut penjelasan dalam kitab Ibanatul Ahkam, Nabi saw. disebut dengan nama khusus yakni Abul Qasim (Bapak sang Pembagi) karena beliau yang dapat membagi (قسم) hukum-hukum Allah kepada seluruh hamba-Nya mengikuti kekuatan dan kemampuan mereka.

ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا, Imam Al-Bukhari menyebut hadis ini secara mu’allaq di dalam bab “Jika kamu melihat anak bulan, maka berpuasalah”. Hadis ini lafadznya mauquf, tetapi hukumnya marfu’, karena tidak mungkin dikatakan ia menentang Nabi Muhammad saw. kecuali pasti berlandaskan tauqif (keterangan dari pada Nabi saw.)

وَوَصَلَهُ اَلْخَمْسَةُ, Imam Al-Khamsah merupakan istilah khusus yang digunakan imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Bulughul Maram. Adapun yang dimaksud Imam Al-Khamsah adalah Lima Imam, yaitu Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasa’i, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka memaushulkan hadis ini melalui jalur Amr bin Qais dari Abu Ishaq sebagaimana berikut.

Kami sedang bertamu di rumah Ammar, lalu Ammar menghidangkan daging kambing yang telah dipanggang dan berkata, “Silahkan makan” Tetapi sebagian kaum ada yang menolak seraya berkata, ‘Saya berpuasa’. Ammar berkata, “Siapa yang berpuasa pada hari yang masih diragukan, berarti dia telah berbuat durhaka kepada Abul Qasim.”

Makna Hadis

Yaumus syak/ hari yang masih diragukan adalah hari pada tanggal 30 bulan Sya’ban. Hari itu masih diragukan karena apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau masih akhir bulan Sya’ban. Hari di mana para ahli ilmu falak/astronomi masih ramai meneliti, apakah hilal/anak bulan sudah mucul atau tidak. Jika cuaca gelap atau mendung, maka bulan biasanya tidak terlihat. Sehingga umat muslim belum bisa melaksanakan puasa Ramadhan, alias hari itu masih menjadi akhir bulan Sya’ban.

Syariat Islam melarang puasa pada hari itu. Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian larangan ini. Sebagian mereka ada yang menganggapnya bermakna haram dan sebagian yang lain ada yang mengatakan makruh.

Imam Syafi’i berkata, “Haram berpuasa pada hari yang diragukan itu meskipun menganggapnya sebagai bagian dari pada Ramadhan atau puasa sunat bagi orang yang tidak biasa berpuasa pada hari itu. Akan tetapi, dibolehkan berpuasa pada hari itu untuk berpuasa wajib lainnya (puasa qadha’ dan nadzar) atau puasa sunat yang telah menjadi kebiasaannya.” Imam Syafi’i berpegang dengan perkataan عصى (durhaka), karena perbuatan durhaka itu tidak akan ada kecuali sebagai akibat dari mengerjakan perbuatan yang diharamkan.

Sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berpuasa pada hari yang diragukan itu sebagai puasa Ramadhan adalah makruh tahrim. Namun, mereka membolehkan puasa sunat pada hari itu atau puasa wajib yang lainnya (puasa qadha’ atau nadzar). Mereka berpendapat demikian karena mengacu pada hadis-hadis yang melarang berpuasa pada hari itu sebagai larangan untuk puasa Ramadhan. Mereka menjawab tentang perkataan عصى (durhaka), bahwa apa yang dimaksudkan dengannya adalah خالف, yakni menyelesihi, yang berarti hukumnya makruh.

Demikian penjelasan tentang hadis larangan berpuasa di hari syak atau hari yang masih diragukan. Yakni hari pada tanggal 30 Sya’ban. Menurut Imam Syafi’i haram puasa pada hari itu, sedangkan menurut jumhur ulama berhukum makruh tahrim. Namun, mereka sepakat diperbolehkan puasa pada hari itu bagi yang sudah terbiasa puasa sunnat atau yang masih memiliki tanggungan puasa wajib, seperti qadha’ atau nazar. Wa Allahu a’lam bis shawab.

NB: Disarikan dari kitab Ibanatul Ahkam; Syarah Kitab Bulughul Maram karya Hasan Sulaiman An-Nuri dan Alawi Abbas Al-Maliki juz 2 halaman 284-285.

Hadis Larangan Berpuasa Menjelang Ramadhan

0
Hadis Larangan Berpuasa Menjelang Ramadhan
Hadis Larangan Berpuasa Menjelang Ramadhan

Hadispedia.id – Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan setiap muslim yang baligh dan berakal. Dalil kewajibannya termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183. Sedangkan dalil hadisnya adalah riwayat Ibnu Umar r.a. di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa “Islam dibangun di atas lima perkara,” antara lain di dalamnya disebutkan “dan puasa Ramadhan”.

Puasa Ramadhan diwajibkan pertama kali kepada Nabi Muhammad dan kaum muslimin pada tahun ke-2 Hijriyah. Puasa sendiri secara bahasa berarti menahan diri. Sedangkan menurut syara’, puasa adalah menahan diri dari kedua jenis syahwat, yakni syahwat perut dan kemaluan sejak terbit fajar yang kedua sampai dengan tenggelamnya matahari yang disertai niat.

Terkait dengan pembahasan puasa, imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Bulughul Maram mengawali pembahasan bab puasa dengan hadis berikut ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لاَ تَقَدَّمُوْا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ” متفق عليه.

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu mendahului puasa Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi lelaki yang (biasa) melakukan puasa (tertentu), maka hendaklah dia berpuasa.” Muttafaqun ‘Alaih

Imam As-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam syarah Bulughul Maram mengatakan bahwa hadis ini menjadi dalil keharaman berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan. Sebagian ulama juga melarang puasa sejak tanggal 16 Sya’ban atau lima belas hari menjelang Ramadhan. Hal ini berdasarkan pada hadis riwayat Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Jika sudah memasuki pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (H.R. Para Imam pemilik kitab Sunan dan lainnya). Disebutkan pula bahwa larangan puasa pada pertengahan bulan Sya’ban berhukum makruh, sementara dua atau satu hari menjelang Ramadhan itu haram.

Sementara itu, dalam kitab Ibanatul Ahkam dijelaskan bahwa hikmah Nabi saw. melarang berpuasa sehari atau lebih dari itu sebelum Ramadhan adalah agar amalan sunat tidak bercampur dengan amalan fardu. Di samping itu juga agar tidak ditambahkan ke dalam Ramadhan hal-hal yang seharusnya tidak termasuk di dalamnya.

Ibadah puasa itu berkaitan dengan ru’yah (melihat anak bulan). Barang siapa yang mendahuluinya dengan berpuasa sehari atau dua hari (meskipun) dengan niat berhati-hati, maka dia melakukan perbuatan yang menentang hukum syariat Islam.

Meskipun demikian, Nabi saw. di akhir redaksi sabda beliau membolehkan seseorang yang mempunyai kebiasaan berpuasa. Misalnya, dia biasa melakukan puasa ad-dahr (puasa setahun), puasa senin kamis, atau puasa sunnah lainnya. Maka, dia diperbolehkan melakukan puasa pada hari itu (yang bertepatan pada sehari atau dua hari menjelang Ramadhan) demi memelihara kebiasaaannya, karena amalan yang paling disukai Allah adalah amal yang dilakukan secara terus menerus.

Demikianlah hadis larangan berpuasa menjelang Ramadhan. Meskipun dengan alasan sebagai langkah berjaga-jaga khawatir memang sudah masuk Ramadhan, karena itu berarti sama dengan menentang ketetapan syariat Islam dan mencampuradukkan antara sunat dengan fardu. Lagi pula, penetapan Ramadhan sudah ditentukan oleh hisab dan ru’yatul hilal. Kecuali bagi orang yang sudah biasa berpuasa, maka boleh baginya berpuasa menurut kebiasaannya meskipun bertepatan sehari atau dua hari menjelang Ramadhan. Apalagi bagi yang masih memiliki hutang puasa. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Hadis No. 121 Shahih Al-Bukhari – Konsentrasi Menyimak Ulama

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab konsentrasi menyimak ulama,

حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ مُدْرِكٍ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ جَرِيرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ فِي حَجَّةِ الوَدَاعِ: «اسْتَنْصِتِ النَّاسَ» فَقَالَ: «لاَ تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Hajjaj telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Ali bin Mudrak telah mengabarkan kepadaku, dari Abu Zur’ah bin Amr, dari Jarir, bahwa Nabi saw. bersabda kepadanya saat haji wada’, perintahkan agar semua semua orang diam. Kemudian beliau bersabda, “Janganlah kalian kembali menjadi kafir setelahku, sebagian dari kalian saling membunuh satu sama lain.”

Hadis No. 120 Shahih Al-Bukhari – Dua Wadah Ilmu yang Dimiliki Abu Hurairah

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab menghafal ilmu,

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَخِي، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:  حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ: فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ، وَأَمَّا الآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا البُلْعُومُ

Ismail telah menceritakan kepada kami, dia berkata, saudaraku telah menceritakan kepadaku, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku menyimpan ilmu (hadis) dari Rasulullah saw. pada dua wadah; yang satu aku sebarkan dan sampaikan, yang satu lagi sekiranya aku sampaikan, maka akan terputuslah tenggorokan ini.”

Hadis No. 119 Shahih Al-Bukhari – Ketika Abu Hurairah Curhat kepada Rasulullah

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab menghafal ilmu,

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ أَبُو مُصْعَبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ؟ قَالَ: «ابْسُطْ رِدَاءَكَ» فَبَسَطْتُهُ، قَالَ: فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: «ضُمَّهُ» فَضَمَمْتُهُ، فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ. حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ المُنْذِرِ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ بِهَذَا أَوْ قَالَ: غَرَفَ بِيَدِهِ فِيهِ

Ahmad bin Abu Bakr; Abu Mush’ab telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Muhammad bin Ibrahim bin Dinar telah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dia berkata, aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah mendengar dari engkau banyak hadis, namun aku lupa.” Beliau bersabda, “Hamparkanlah selendangmu.” Maka aku menghamparkankannya, beliau lalu (seolah) menciduk sesuatu dengan tangannya, lalu bersabda, “Ambillah.” Aku pun mengambilnya, maka sejak itu aku tidak pernah lupa lagi.” Ibrahim bin Al-Mundzir telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Ibnu Abi Fudaik telah menceritakan kepada kami dengan redaksi seperti ini, atau dia berkata, “Menuangkan ke dalam tangannya.”

Hadis No. 118 Shahih Al-Bukhari – Alasan Abu Hurairah Menjadi Orang yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadis

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab menghafal ilmu,

حَدَّثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: ” إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَلَوْلاَ آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُ حَدِيثًا، ثُمَّ يَتْلُو {إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ البَيِّنَاتِ وَالهُدَى} [البقرة: 159] إِلَى قَوْلِهِ {الرَّحِيمُ} [البقرة: 160] إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ المُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ، وَإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمُ العَمَلُ فِي أَمْوَالِهِمْ، وَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِبَعِ بَطْنِهِ، وَيَحْضُرُ مَا لاَ يَحْضُرُونَ، وَيَحْفَظُ مَا لاَ يَحْفَظُونَ

Abdul Aziz bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Malik telah menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Sesungguhnya orang-orang mengatakan, Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak (menyampaikan hadis dari Rasulullah saw.), kalau bukan karena dua ayat dalam kitabullah aku tidak akan menyampaikannya.” Llau dia membaca ayat; Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa penjelasan dan petunjuk; hingga akhir ayat ; Allah Maha Penyayang (Q.S. Al-Baqarah 159-160). Sesungguhnya saudara-saudara kita dari kalangan Muhajirin, mereka disibukkan dengan perdagangan di pasar-pasar, dan saudara-saudara kita dari kalangan Anshar, mereka disibukkan dengan pekerjaan mereka dalam mengurus harta mereka, sementara Abu Hurairah selalu menyertai Rasulullah saw. dalam keadaan lapar; ia selalu hadir saat orang-orang tidak bisa hadir, dan ia dapat menghafal saat orang-orang tidak bisa menghafalnya.”

Hadis No. 117 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab begadang dalam menuntut ilmu,

حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا الحَكَمُ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بِتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ بِنْتِ الحَارِثِ زَوْجِ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَهَا فِي لَيْلَتِهَا، فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ العِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَ إِلَى مَنْزِلِهِ، فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ قَامَ، ثُمَّ قَالَ: «نَامَ الغُلَيِّمُ» أَوْ كَلِمَةً تُشْبِهُهَا، ثُمَّ قَامَ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ نَامَ، حَتَّى سَمِعْتُ غَطِيطَهُ أَوْ خَطِيطَهُ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ

Adam telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Al-Hakam telah menceritakan kepada kami, dia berkata, aku mendengar Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Aku bermalam di rumah bibiku; Maimunah binti Al-Harits; istri Nabi saw. Saat itu, Nabi saw. bersamanya karena memang menjadi gilirannya. Nabi saw. melaksanakan shalat Isya’, lalu beliau pulang ke rumahnya dan shalat empat rakaat, kemudian tidur dan bangun lagi untuk shalat.” Kemudian beliau bersabda, “Si anak kecil sudah tidur (maksudnya Ibnu Abbas) – atau kalimat yang semisal dengan itu – , kemudian beliau bangun shalat. Kemudian aku bangun dan berdiri di sisi kirinya, beliau lalu menempatkan aku di kanannya. Setelah itu beliau shalat lima rakaat, kemudian shalat dua rakaat, kemudian tidur hingga aku mendengar dengkurannya, kemudian beliau keluar untuk melaksanakan shalat Shubuh.”

Hadis No. 116 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab begadang dalam menuntut ilmu,

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ خَالِدِ بْنِ مُسَافِرٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَالِمٍ، وَأَبِي بَكْرِ بْنِ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، قَالَ: صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ العِشَاءَ فِي آخِرِ حَيَاتِهِ، فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ، فَقَالَ: أَرَأَيْتَكُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ، فَإِنَّ رَأْسَ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا، لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ أَحَدٌ

Sa’id bin Ufair telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Al-Laits telah menceritakan kepadaku, dia berkata, Abdurrahman bin Khalid bin musafir telah menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Salim dan Abu Bakr bin Sulaman bin Abu Hatsmah, bahwa Abdullah bin Umar berkata, Nabi saw. shalat Isya’ bersama kami di akhir hayatnya. Setelah selesai memberi salam, beliau berdiri dan bersabda, “Tidakkah kalian perhatikan malam kalian ini? Sesungguhnya pada setiap penghujung seratus tahun darinya tidak akan tersisa seorang pun dari muka bumi ini (yang ada pada malam itu).”

Hadis No. 115 Shahih Al-Bukhari

0
Shahih Bukhari
Shahih Bukhari

Hadispedia.id – Al-Imam Al-Bukhari berkata di dalam Shahih-nya pada Kitab Al-Ilmu bab pengajaran ilmu dan nasihat pada malam hari,

حَدَّثَنَا صَدَقَةُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ هِنْدٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، وَعَمْرٍو، وَيَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ هِنْدٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: اسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الفِتَنِ، وَمَاذَا فُتِحَ مِنَ الخَزَائِنِ، أَيْقِظُوا صَوَاحِبَاتِ الحُجَرِ، فَرُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي الآخِرَةِ

Shadaqah telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Ibnu Uyainah telah mengabarkan kepada kami, dari Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Hindun, dari Ummu Salamah, Amru, dan Yahya bin Sa’id, dari Az-Zuhri, dari Hindun, dari Ummu Salamah, dia berkata, Nabi saw. pada suatu malam terbangun, lalu beliau bersabda, “Subhanallah (Maha Suci Allah), fitnah apakah yang diturunkan pada malam ini? Dan apa yang dibuka dari perbendaharaan? Bangunlah wahai para penghuni kamar (para istri Nabi), karena betapa banyak para wanita berpakaian (ketat dan tembus pandang) di dunia ini namun mereka telanjang nanti di akhirat.”