Beranda blog Halaman 57

Hadis No. 47 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abi Daud
Sunan Abi Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab laki-laki bersiwak dengan siwak orang lain,

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى الرَّازِيُّ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ

Ibrahim bin Musa Ar-Razi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus telah mengabarkan kepada kami, dari Mis’ar, dari Al-Miqdam bin Syuraih, dari ayahnya, ia berkata, aku berkata kepada Aisyah, “Dengan apa Rasulullah saw. memulai ketika masuk rumah?” Dia menjawab, “Dengan siwak”.

Hadis No. 46 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abi Daud
Sunan Abi Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab laki-laki bersiwak dengan siwak orang lain,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا عَنْبَسَةُ بْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَنُّ وَعِنْدَهُ رَجُلَانِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ الْآخَرِ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ فِي فَضْلِ السِّوَاكِ أَنْ كَبِّرْ أَعْطِ السِّوَاكَ أَكْبَرَهُمَا
قَالَ أَحْمَدُ هُوَ ابْنُ حَزْمٍ قَالَ لَنَا أَبُو سَعِيدٍ هُوَ ابْنُ الْأَعْرَابِيِّ هَذَا مِمَّا تَفَرَّدَ بِهِ أَهْلُ الْمَدِينَةِ

Muhammad bin Isa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Anbasah bin Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah r.a., ia berkata,

“Rasulullah saw. sedang bersiwak, sementara ada dua orang laki-laki di sisi beliau, salah satunya lebih besar dari yang lain. Lalu, Allah mewahyukan kepada beliau tentang keutamaan bersiwak, memberikan siwak kepada yang lebih tua dari keduanya.”

Ahmad yakni Ibnu Hazm berkata, Abu Sa’id yakni Ibn Al-A’rabi berkata kepada kami, “Ini termasuk di antara hadis yang hanya diriwayatkan oleh penduduk Madinah.”

Hadis No. 45 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abi Daud
Sunan Abi Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab cara bersiwak,

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ وَسُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْعَتَكِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ غَيْلَانَ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ مُسَدَّدٌ قَالَ
أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَسْتَحْمِلُهُ فَرَأَيْتُهُ يَسْتَاكُ عَلَى لِسَانِهِ قَالَ أَبُو دَاوُد وَقَالَ سُلَيْمَانُ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَسْتَاكُ وَقَدْ وَضَعَ السِّوَاكَ عَلَى طَرَفِ لِسَانِهِ وَهُوَ يَقُولُ إِهْ إِهْ يَعْنِي يَتَهَوَّعُ
قَالَ أَبُو دَاوُد قَالَ مُسَدَّدٌ فَكَانَ حَدِيثًا طَوِيلًا وَلَكِنِّي اخْتَصَرْتُهُ

Musaddad dan Sulaiman bin Daud Al-‘Ataki telah menceritakan kepada kami, mereka berkata, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami, dari Ghailan bin Jarir, dari Abu Burdah, dari ayahnya (Abu Musa), menurut Musaddad Abu Musa berkata, “Kami pernah mendatangi Rasulullah saw. untuk meminta beliau membawakan barangnya di atas unta, lalu aku melihat beliau bersiwak pada lisannya.” Abu Daud berkata, menurut Sulaiman, Abu Musa berkata, ‘Aku pernah menemui Nabi saw. pada saat beliau sedang bersiwak dan beliau meletakkan siwak pada ujung lisannya seraya mengucapkan, “Ih Ih” yakni mengeluarkan seperti orang muntah.

Abu Daud berkata, Musaddad berkata, “Hadis ini aslinya panjang tetapi aku meringkasnya.”

Hadis No. 44 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abi Daud
Sunan Abi Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab bersiwak,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ الطَّائِيُّ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قُلْتُ أَرَأَيْتَ تَوَضُّؤَ ابْنِ عُمَرَ لِكُلِّ صَلَاةٍ طَاهِرًا وَغَيْرَ طَاهِرٍ عَمَّ ذَاكَ فَقَالَ حَدَّثَتْنِيهِ أَسْمَاءُ بِنْتُ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ حَنْظَلَةَ بْنِ أَبِي عَامِرٍ حَدَّثَهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرَ بِالْوُضُوءِ لِكُلِّ صَلَاةٍ طَاهِرًا وَغَيْرَ طَاهِرٍ فَلَمَّا شَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ أُمِرَ بِالسِّوَاكِ لِكُلِّ صَلَاةٍ
فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَى أَنَّ بِهِ قُوَّةً فَكَانَ لَا يَدَعُ الْوُضُوءَ لِكُلِّ صَلَاةٍ قَالَ أَبُو دَاوُد إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ رَوَاهُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ

Muhammad bin Auf At-Tha’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Khalid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ishaq telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Yahya bin Habban, dari Abdullah bin Abdullah bin Umar, ia berkata, aku berkata, “Apakah kamu pernah melihat cara wudhu’nya Ibnu Umar pada setiap akan shalat, baik dalam keadaan suci atau tidak, dari sebab apa itu?”

Maka, ia menjawab, Asma’ binti Zaid bin Al-Khattab telah menceritakan kepadaku bahwa Abdullah bin Handzalah bin Abu ‘Amir telah menceritakan kepadanya, bahwa Rasulullah saw. diperintahkan berwudhu’ setiap shalat baik dalam keadaan suci ataupun tidak. Ketika hal itu sangat berat, maka beliau diperintahkan untuk bersiwak di setiap kali shalat.

Namun, Ibnu Umar merasa bahwa ia kuat, maka ia pun tidak meninggalkan wudhu’ untuk setiap kali shalat. Abu Daud berkata, “Ibrahim bin Sa’d meriwayatkannya dari Muhammad bin Ishaq.” Ibrahim berkata, “Ubaidullah bin Abdullah”.

Hadis No. 43 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abi Daud
Sunan Abi Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab bersiwak,

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ
قَالَ أَبُو سَلَمَةَ فَرَأَيْتُ زَيْدًا يَجْلِسُ فِي الْمَسْجِدِ وَإِنَّ السِّوَاكَ مِنْ أُذُنِهِ مَوْضِعَ الْقَلَمِ مِنْ أُذُنِ الْكَاتِبِ فَكُلَّمَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ اسْتَاكَ

Ibrahim bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ishaq telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Seandainya aku tidak memberatkan umatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak di setiap akan shalat.”

Abu Salamah berkata, “Aku melihat Zaid duduk di masjid sedangkan siwak yang berada di telinganya seperti tempatnya pena yang berada di telinganya seorang penulis, maka setiap ia berdiri untuk shalat, ia bersiwak.”

Hadis No. 42 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abi Daud
Sunan Abi Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab bersiwak,

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ لَأَمَرْتُهُمْ بِتَأْخِيرِ الْعِشَاءِ وَبِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ

Qutaibah telah menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Abu Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah yang ia marfu’kan kepada Nabi saw., beliau bersabda, “Seandainya aku tidak memberatkan orang-orang mukmin, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan shalat Isya’ dan bersiwak pada setiap shalat.”

Hadis No. 41 Sunan Abi Daud

0
Sunan Abi Daud
Sunan Abi Daud

Hadispedia.id – ِAl-Imam Abu Daud; Sulaiman bin Al-Asy’ats berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab seorang laki-laki menggosok tangannya ke tanah ketika istinja’,

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ وَهَذَا لَفْظُهُ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي الْمُخَرَّمِيَّ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى الْخَلَاءَ أَتَيْتُهُ بِمَاءٍ فِي تَوْرٍ أَوْ رَكْوَةٍ فَاسْتَنْجَى قَالَ أَبُو دَاوُد فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ ثُمَّ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِإِنَاءٍ آخَرَ فَتَوَضَّأَ
قَالَ أَبُو دَاوُد وَحَدِيثُ الْأَسْوَدِ بْنِ عَامِرٍ أَتَمُّ

Ibrahim bin Khalid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aswad bin ‘Amir telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syarik telah menceritakan kepada kami dan ini lafadznya. Ha’ at tahwil, dan Muhammad bin Abdullah yakni Al-Mukharrami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami, dari Syarik, dari Ibrahim bin Jarir dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata,

“Nabi saw. ketika hendak masuk WC, aku membawakannya air di bejana yang terbuat dari batu atau kulit, lalu beliau beristinja’.” Abu Daud menyebutkan dalam hadis Waki’ “Kemudian beliau mengusapkan tangannya di atas tanah, lalu aku membawakannya bejana yang lain, dan beliau berwudhu’.”

Abu Daud berkata, “Hadis Al-Aswad bin ‘Amir lebih sempurna.”

Dalil Hadis Anjuran Melatih Anak-Anak Berpuasa Ramadhan

0
Dalil Hadis Anjuran Melatih Anak-Anak Berpuasa Ramadhan
Dalil Hadis Anjuran Melatih Anak-Anak Berpuasa Ramadhan

Hadispedia.id – Ulama sepakat bahwa anak kecil yang belum balig tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Bagi anak perempuan, tanda balignya adalah dengan mengeluarkan darah haid. Sedangkan bagi anak laki-laki, ditandai dengan keluarnya sperma akibat mimpi basah. Batas minimal usianya sembilan tahun (kalender hijriyyah). Jika darah haid atau sperma itu belum keluar hingga ia menginjak usia 15 tahun (kalender Hijriyah), maka anak tersebut sudah dianggap balig.

Meskipun belum diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan, bagi anak kecil tetap dianjurkan untuk dilatih berpuasa. Sehingga ketika ia sudah menginjak usia balig, ia sudah siap melaksanakan puasa Ramadhan satu bulan penuh. Ia sudah tidak kaget dan terbiasa berpuasa.

Terkait dengan anjuran melatih puasa anak sejak kecil atau sebelum usia balig, Imam Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya telah membahas satu bab khusus yang berjudul “Bab Shaumi As-Shibyan / bab puasanya anak-anak kecil”. Bahkan di samping judul bab itu, beliau mengutip atsar dari Sayyidina Umar r.a. yang pernah berkata kepada orang yang mabuk di bulan Ramadhan, ‘Celakalah kamu, padahal anak-anak kecil kami sudah berpuasa.’ Lalu, beliau memukul lelaki pemabuk itu. Dalam riwayat Imam Al-Baghawi, pukulan Umar r.a. tersebut sebagai had/hukuman atas tindakan minuman keras.

Baca juga: Sayyidah Aisyah dan Kepakarannya dalam Bidang Hadis

Atsar Sayyidina Umar r.a. tersebut menunjukkan bahwa anak-anak kecil pada zamannya sudah dilatih untuk berpuasa. Kemudian, Imam Al-Bukhari menyebutkan riwayat yang bersumber dari Sahabat dari kalangan perempuan bernama Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata,

أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَليَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ

“Suatu pagi di hari Asyura’, Nabi saw. mengirim petugas ke perkampungan kaum Anshar (untuk menyampaikan), ‘Siapa yang tidak berpuasa sejak pagi hari, maka ia harus menggantinya pada hari yang lain, dan siapa yang sudah berpuasa sejak pagi hari, maka hendaklah ia melanjutkan puasanya.’ Ia (Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz) berkata, ‘Setelah itu, kami berpuasa, kami juga mendidik anak-anak kecil kami untuk berpuasa, dan kami buatkan untuk mereka mainan dari bulu domba. Apabila salah seorang dari mereka menangis meminta makanan, maka kami beri ia permainan itu hingga tiba waktu berbuka puasa.”

Imam Muslim juga meriwayatkan hadis tersebut di dalam kitab Shahihnya. Namun, ada beberapa tambahan redaksi dalam periwayatannya. Seperti ia menambahkan keterangan bahwa perkampungan kaum Anshar itu berada di sekitar Madinah dan Ar-Rubayyi’ itu membawa anak-anak kecil ke dalam masjid lalu dibuatkan mainan dari bulu domba.

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari menjelaskan bahwa sekelompok ulama salaf yang di antaranya adalah Ibnu Sirrin, Az-Zuhri, dan Imam As-Syafii mensunnahkan untuk memerintah anak-anak kecil berpuasa jika mereka mampu melaksanakannya.

Lalu, kapan anak kecil itu dilatih untuk berpuasa? Pada usia berapa? Ulama dari kalangan Syafi’i memberi batasan anak kecil itu layak untuk dilatih berpuasa adalah usia 7 dan 10 tahun. Hal ini diqiyaskan pada hadis anjuran memerintahkan anak-anak yang usianya sudah mencapai 7 tahun untuk melaksanakan shalat dan dipukul (dengan pukulan mendidik) di usianya yang ke 10 jika meninggalkan shalat.

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ» رواه أبو داود.

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Perintahlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat saat mereka usia 7 tahun,  pukullah mereka yang tidak melaksanakannya saat mereka usia 10 tahun, dan pisahkan mereka dalam tempat tidurnya.” (H.R. Abu Daud)

Imam Ibnu Hajar di dalam Fathul Barinya menjelaskan bahwa hadis riwayat Ar-Rubayyi’ tersebut menunjukkan puasa Asyura’ itu berhukum wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Hadis Ar-Rubayyi’ juga menjadi hujjah/dalil disyariatkannya melatih anak-anak kecil untuk berpuasa.

Baca juga: Benarkah Setan Dibelenggu di Bulan Ramadhan?

Hal yang perlu diperhatikan pada hadis riwayat Ar-Rubayyi’ tersebut juga adalah metodenya dalam melatih anak-anak berpuasa. Ia membuat mainan yang dapat melupakan anak-anak kecil itu pada rasa lapar dan haus. Metode ini dapat dikembangkan oleh orang tua dengan cara-cara yang lebih modern.

Metode melatih puasa anak-anak kecil itu dapat dilakukan dengan bertahap. Anak-anak pada awalnya dibangunkan malam hari untuk ikut sahur bersama keluarga. Setelah itu, dicoba agar ia tidak makan sampai pukul 9 pagi, lalu baru boleh makan dan minum ketika mendengar azan Dhuhur, Asar, dan Maghrib. Tentunya, setiap orang tua dapat melatih anak-anaknya berpuasa di bulan Ramadhan dengan metodenya masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi anak-anak itu. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Imam Ad-Darimi, Salah Satu Guru Penyusun Kitab Shahihain

0
Imam Ad-Darimi, Guru Penyusun Kitab Shahihain
Imam Ad-Darimi, Guru Penyusun Kitab Shahihain

Hadispedia.id – Imam Ad-Darimi mungkin tak setenar Imam Al-Bukhari atau Imam Muslim. Namun, siapa sangka bahwa beliau merupakan salah satu guru dari Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Imam Ad-Darimi merupakan ulama hadis yang tumbuh dan besar di kota Samarkand, Uzbekistan. Kota yang ditaklukan oleh Alexander Agung pada tahun 329 SM itu telah melahirkan banyak ulama dan salah satunya Imam Ad-Darimi.

Beliau memiliki nama lengkap Abdullah bin Abdurrahman bin Al-Fadhil bin Bahram bin Abdusshamad At-Tamimi As-Samarkandi Ad-Darimi atau biasa dikenal dengan Ad-Darimi. Ad-Darimi merupakan kunyah beliau yang dinisbatkan kepada Darim bin Malik bin Hanzalah bin Zaid Manat bin Tamim. Selain dikenal dengan nama kunyah Ad-Darimi, beliau dikenal juga dengan nama At-Tamim.

Imam Ad-Darimi lahir pada tahun 181 H. Hal ini sesuai ungkapan Ishaq bin Ibrahim Al-Warraq dalam Sunan Ad-Darimi, ia mendengar Imam Ad-Darimi mengatakan bahwa dirinya dilahirkan bertepatan dengan tahun wafat Imam Ibn Al-Mubarak. Beliau tumbuh dan berkembang di lingkungan yang kaya dengan ilmu. Banyaknya para ulama pada saat itu sehingga tak sulit untuk menemukan majelis-majelis ilmu.

Baca juga: Sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash, Sahabat yang Gemar Menulis Hadis

Meskipun tak setenar kedua Imam hadis; Al-Bukhari dan Muslim, tetapi Imam Ad-Darimi memiliki kecerdasan dan hafalan yang tinggi hingga disejajarkan dengan kedua Imam tersebut. Tak ada yang meriwayatkan secara jelas sejak kapan beliau melakukan lawatan ilmu, tetapi sejak kecil beliau sudah mulai menghafalkan berbagai hadis.

Sekalipun Samarkand adalah kota yang tak pernah sepi dengan ilmu, Imam Ad-Darimi tetap gigih memperbaharui keilmuannya dengan mengunjungi berbagai negara. Di antaranya Baghdad, Kufah, Syam, Hijaz, Khurasan dan lain sebagainya. Selain gigih, Imam Ad-Darimi sangat hati-hati dan selektif dalam memilih guru. Beliau juga memastikan siapa yang meriwayatkan hadis, karena Imam Ad-Darimi tak serta merta meriwayatkan hadis dari berbagai orang. Beliau berusaha meriwayatkan hadis dari orang-orang yang terpecaya dan tsiqah.

Dari sekian banyaknya guru Imam Ad-Darimi, di antaranya adalah Yazid ibn Harun, Abu Bakar ‘Abd Al-Kabir, Ya’la bin ‘Ubaid, Ja’far bin ‘Umar Al-Zahrami, Hasyim bin Al-Qasim, Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi, ‘Ubaidullah bin Abdul Hamdi Al-Hanafi, ‘Ubaidullah bin Musa, dan Yahya bin Ma’in.

Setelah perjalanan panjang dalam memperdalami ilmu, nama Imam Ad-Darimi tersohor pada masanya karena keilmuannya. Orang-orang berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau. Bahkan nama-nama pemilik al-kutub as-sittah, seperti Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam At-Tirmidzi belajar kepada beliau. Selain empat nama tersebut, banyak nama-nama yang menjadi murid beliau, di antaranya Al-Hasan bin Ash-Shabbah Al-Bazzar, Abd bin Humaid, Baqi bin Makhlad, Shalih bin Muhammad Jazzarah, dan Raja’ bin Murji.

Karya-Karya Imam Ad-Darimi

Beberapa karya dari Imam Ad-Darimi yaitu,

  1. Al-Musnad
  2. Al-Tafsir
  3. Al-Jami

Di antara karya-karya Imam Ad-Darimi di atas yang paling fenomenal dan dapat kita jumpai adalah Al-Hadits Al-Musnad Al-Marfu’ wa Al-Mauquf wa Al-Maqtu’ atau yang lebih dikenal dengan Sunan Ad-Dirimi atau Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun berdasarkan dengan susunan permasalahan fikih. Terdiri dari dua jilid, 23 kitab (pembahasan) dan terdapat 3503 hadis di dalamnya.

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama untuk penamaan kitab ini. Sebagian berpendapat kitab ini pantas disebut Sunan, ada yang berpendapat menyebutkan Musnad. Menurut As-Suyuti dalam kitab Tadrib Ar-Rawi lebih tepat dikatakan Sunan karena kitab ini tersusun berdasarkan bab fikih.

Baca juga: Zaid bin Tsabit, Sahabat yang Menjadi Sekretaris Nabi

Wafat

Imam Ad-Darimi wafat pada pada usia 74 tahun (225 H) bertepatan dengan hari tarwiyah. Jasad beliau di makamkan di Arafah. Kepergian Imam Ad-Darimi tak hanya menjadi kesedihan umat Islam saja karena kehilangan sosok ulama hadis, juga menjadi kesedihan bagi Imam Al-Bukhari.

Hadis Malu Adalah Bagian dari Iman

0
Hadis Malu Adalah Bagian dari Iman
Hadis Malu Adalah Bagian dari Iman

Hadispedia.id – Malu merupakan bentuk dari rasa emosi. Rasa yang secara alami ingin menutupi kesalahan atau menyembunyikan diri dari orang lain karena tidak nyaman jika perbuatannya diketahui oleh orang lain. Hal itu merupakan pengertian secara umum. Namun pembahasan kali ini malu dalam hal melanggar yang diperintahkan oleh Allah, malu dalam melakukan keburukan, dan menjadi bertambah keimanannya karena perbuatan malu tersebut. Seperti dalam hadis berikut,

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ

Dari Salim bin Abdullah dari bapaknya, bahwa Rasulullah saw. berjalan melewati seorang Sahabat Anshar yang saat itu sedang memberi pengarahan saudaranya tentang malu. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Biarkanlah dia, karena sesungguhnya malu adalah bagian dari iman.” (H.R. Al-Bukhari)

Baca juga: Mutasyabih dalam Ilmu Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari jalur sahabat عَنْ أَبِيهِ (dari ayahnya) yaitu Abdullah bin Umar bin Khattab, ayah dari Salim bin Abdullah. Terdapat juga dalam kitab Shahih Muslim nomor 52, Sunan Abi Daud nomor 4162, dan Sunan Ibn Majah nomor 57 dari jalur sahabat yang sama, Abdullah bin Umar.

Dalam kitab Fathul Bari karya Imam Ibn Hajar Al-Asqalani, dijelaskan مَرَّ عَلَى رَجُلٍ , Rasulullah saw. lewat di hadapan orang Anshar yang dimana Nabi tidak mengetahui nama dari keduanya (yang memberi nasihat atau yang diberi nasihat). Kata يَعِظُ berarti menasihati, menakut-nakuti atau mengingatkan saudaranya mengenai فِي الْحَيَاءِ (malu). Seakan-akan pria yang dinasihati sangat pemalu sehingga ia tidak ingin menuntut haknya.

Kemudian, Rasulullah saw. bersabda  دَعْهُ , maksudnya tinggalkanlah atau biarkanlah dia tetap dalam keadaan malu, akhlak yang disunnahkan. Karena malu adalah sebagian dari iman. Jika sifat malu menghalangi seseorang untuk menuntut haknya, maka seorang itu akan diberi pahala sesuai hak yang ditinggalkannya.

Sifat malu dapat menghindarkan seseorang dalam melakukan kemaksiatan atau keburukan layaknya iman. Menahan diri untuk tidak melakukan suatu hal yang dilarang oleh syariat, akal maupun adat kebiasaan setempat. Malu berbuat maksiat dalam melanggar norma masyarakat seperti minum miras, zina, atau mencuri.

Malu kepada Allah karena banyaknya dosa dan maksiat yang dilakukan. Malu lebih banyak nikmat yang diberikan Allah dibanding ibadah yang dikerjakan. Malu mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan malu jika ia melanggarnya. Esensi dari malu sama dengan esensi iman. Takut akan dosa karena melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Maka, dapat dikatakan sifat malu sebagian dari iman.

Baca juga: Hadis Budaya Malu Adalah Warisan Para Nabi

Iman seseorang bisa berkurang karena melakukan perbuatan maksiat. Orang yang beriman pasti sadar bahwa segala perbuatannya diawasi oleh Allah Swt. Selain itu, selalu sadar bahwa perbuatan yang dilakukan harus dipertanggung jawabkan kelak di hadapan-Nya. Atas kesadaran tersebut, orang beriman selalu berusaha mengerjakan amal baik dan tidak mungkin sengaja melakukan maksiat, karena merasa malu dan takut menghadapi azab-Nya dan tidak mendapatkan ridha-Nya.

Jadi, dalam hadis di atas mengandung pemberitahuan bahwa rasa malu bisa mencegah manusia melakukan keburukan. Jika rasa malu hilang dari diri manusia, maka manusia akan melakukan bentuk kesesatan dan keburukan. Wallahu a’lam.