Beranda blog Halaman 76

Hadis No. 1 Sunan An-Nasa’i

0
Sunan An-Nasa'i
Sunan An-Nasa'i

قَالَ الْاِمَامُ النَّسَائيُّ فِيْ بَابِ تَأْوِيلُ قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ { إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ}

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي وَضُوئِهِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Al-Imam An-Nasa’i berkata pada bab tafsir firman Allah Azza wa Jalla (Jika kalian berdiri untuk shalat, maka basuhlah wajah)

َQutaibah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Nabi saw. bersabda,

Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, jangan mencelupkan tangannya ke tempat wudhunya sehingga ia mencuci tangannya sebanyak tiga kali, karena sesungguhnya salah seorang dari kalian tidak tahu di mana tangannya bermalam.”

Hadis tentang Fenomena Penolakan Istri atas Ajakan Suami untuk Melakukan Hubungan Badan

0
Penolakan Istri Atas Ajakan Suami Berhubungan Badan
Penolakan Istri Atas Ajakan Suami Berhubungan Badan

Hadispedia.id – Membangun rumah tangga yang harmonis dan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah tentu itu merupakan idaman dari banyak pasangan. Namun, siapa sangka rumah tangga yang harmonis, sejatinya juga tidak terlepas dengan cobaan. Baik itu cobaan internal maupun eksternal.

Sebab itu, sesama pasangan harus mampu menjaga tanggung jawab masing-masing, kebahagiaan bisa terjaga jika sesama pasangan menyadari atas kewajibannya. Layaknya istri yang memiliki hak dalam islam yaitu membahagiakan suami bisa dengan memenuhi dan melayani secara lahir dan batin. Lalu, bolehkan sang istri menolak ajakan suami melakukan hubungan intim, lantaran capek atau sedang sakit?

Teks Hadis Malaikat Melaknat Istri yang Menolak Ajakan Suami untuk Berhubungan Badan

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda, Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (H.R. Al-Bukhari)

Hadis di atas memang seringkali digunakan untuk menyudutkan istri yang menolak ajakan suami. Padahal kita perlu memahami tidak hanya kompleksitas saja, akan tetapi juga memahami secara konteks secara khusus dan umum. Di dalam hadis di atas ada lafal فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ (suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri). Dari sini kita bisa memahami jika suami tidak marah, maka malaikat pun tidak melaknat istri hingga Shubuh.

Bisa jadi ketika istri menolak ajakan suami untuk berhubungan intim, karena sang istri sedang merasa sakit. Bisa jadi ada perihal lainnya yang menjadikannya dia tidak menerima ajakan suami. Ketika suami bisa menerima alasan sang istri, sehingga tidak terjadi suatu amarah pada suami dan suami juga memahami posisi dari istrinya, maka istri tidak terkena laknat dari malaikat hingga Shubuh.

Baca juga: Sayyidah Aisyah dan Kepakarannya dalam Bidang Hadis

Memang tidak dapat dipungkiri, dalam realitas bahwa ada sebagian “oknum” atau orang-orang yang menjadikan hadis-hadis di atas untuk senjata memaksa istrinya melayaninya, padahal kondisi istrinya sedang sakit, haid, baru melahirkan, kecapaian kerja dan lain sebagainya. Jika itu terjadi, ingatlah dengan firman Allah swt. surat An-Nisa’ ayat 19:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan bergaullah dengan mereka secara patut.

Kemudian dapat diambil kesimpulan bahwa hadis terkait larangan istri menolak ajakan suami berhubungan badan masih relevan untuk senantiasa diamalkan. Meskipun sekilas matan hadis tersebut memojokkan dan merugikan pihak wanita namun jika dikaji lebih mendalam lagi, terdapat beberapa hikmah di dalamnya khususnya dalam menjaga keharmonisan keluarga.

Penolakan istri terhadap ajakan suami berhubunga badan akan banyak menimbulkan banyak dampak negatif. Di antaranya adalah suami akan merasa minder dan merasa istrinya sudah tidak setia lagi. Tetapi, sesama pasangan baik itu dari suami maupun istri harus memiliki nilai kepekaan masing-masing, saling memahami serta saling menghormati apa yang diinginkan dari pasangan. Yaitu mencoba mengajak hubungan intim dengan keadaan sama-sama rela. Wallahu a’lam.

 

 

Benarkah Perempuan Lewat Dapat Membatalkan Shalat? Berikut Penjelasan Hadisnya!

0
Benarkah Perempuan Dapat Membatalkan Shalat
Benarkah Perempuan Dapat Membatalkan Shalat

Hadispedia.id – Kajian hadis misoginis sebagaimana masih ragib dibicarakan sepanjang masa, terutama pada kalangan feminis. Seperti hadis tentang perempuan lewat dapat membatalkan shalat. Hadis ini memang banyak melahirkan pendapat, baik itu dari kalangan ulama. Akan tetapi, jika kita menelisik dari sisi historitas dari kisah Aisyah. Bahwa Aisyah mengungkapkan sendiri dalam riwayatnya pernah tidur di hadapan Rasulullah yang sedang shalat.

Lantas bagaimana sebenarnya pandangan para ulama terkait hadis berikut, yang ada pada kitab Shahih Muslim karya Imam Muslim:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ، فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ، فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلَاتَهُ الْحِمَارُ، وَالْمَرْأَةُ، وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ» قُلْتُ: يَا أَبَا ذَرٍّ، مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْكَلْبِ الْأَحْمَرِ مِنَ الْكَلْبِ الْأَصْفَرِ؟ قَالَ: يَا ابْنَ أَخِي، سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ: الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

Abdullah bin Samit meriwayatkan dari Abu Dzar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berdiri shalat, bila di hadapannya ada benda setinggi tiang pelana unta, maka hal tersebut telah menjadi pembatas dirinya (dalam shalat). Dan apabila di hadapannya tidak ada benda setinggi tiang pelana unta, maka shalatnya bisa diputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam (bila lewat di hadapannya).”

Tulisan ini hanya memfokuskan untuk mengumpulkan beberapa pendapat dari para ulama, sebagaimana berikut.

Pertama dari As-Sindiy r.a. menjelaskan dalam Hasyiyah As-Sindi ’ala Sunan Ibni Majah terkait makna perempuan dalam hadis di atas adalah wanita yang telah mencapai usia haid. Maka dengan itu, lewatnya perempuan yang belum baligh tidak merupakan cakupan hukum dalam hadis di atas.

Baca juga: Hadis Menjadi Hamba Allah yang Sebenar-benarnya

Kedua, datang dari Imam As-Suyuthiy r.a. yang dikutip dari Ad-Dibaj ’ala Shahih Muslim, bahwa dia berkata:

الجمهور على أنه لا تبطل الصلاة بمرور شيء من هؤلاء

Jumhur ulama berpendapat bahwa shalat tidaklah batal dengan lewatnya ketiga objek yang ada dalam hadis tersebut.

Ketiga, pendapat lain datang dari Ibnul-Jauzi r.a. pada kitab Kasyful-Musykil min Hadits Ash-Shahihain, berkata :

فإن لم يفعل ذلك ومر بين يديه كلب أسود بهيم وهو الذي جميعه أسود فإنه يقطع صلاته وهذا مذهب الحسن ومجاهد وعطاء وعكرمة وطاوس ومكحول وأحمد بن حنبل وقال أبو حنيفة ومالك والشافعي لا يقطع فأما الحمار والمرأة ففيهما عن أحمد روايتان والحديث صريح في القطع

Apabila ia tidak melakukannya (yaitu meletakkan sutrah di depannya), dan kemudian jika ada anjing hitam legam – yaitu secara keseluruhan berwarna hitam – lewat di depannya, dapat memutuskan shalatnya. Inilah madzhab Al-Hasan, Mujahid, ‘Atha’, ‘Ikrimah, Thawuus, Makhul, dan Ahmad bin Hanbal. Kemudian Abu Hanifah, Malik, dan Asy-Syafi’i berkata, “Tidak dapat memutuskan shalat”. Adapun keledai dan wanita, maka Ahmad mempunyai dua pendapat tentangnya. Hadisnya sendiri sangat jelas menunjukkan putusnya shalat.

Keempat dari Imam At-Tirmidzi, pada kitab At-Tahqiq fi Ahaditsi Al-Khilaf ia berkata bahwa Imam Ahmad berkata, ‘Yang tidak ada keraguan di dalamnya adalah anjing hitam itu dapat memutuskan shalat. Adapun tentang keledai dan wanita, menurut dia masih terdapat keganjalan’. Dan dari Jumhur fuqahaa’ berkata, “Ketiga objek yang ada dalam hadis tersebut tidak dapat memutuskan shalat.”

Lalu Bagaimana Kita Mengambil Kesimpulan dari Pendapat yang Berbeda?

Jadi, pada hadis di atas dan beberapa pendapat ulama semuanya benar, baik itu dibuktikan dari kualitas matan dan sanad. Akan tetapi menurut Prof Ali Mustafa Ya’qub pada kitab At-Turuq Al-Shahihah fi Fahmi As-Sunnah An-Nabawiyah dijelaskan bahwa hadis itu tidak bisa dipahami langsung secara tekstual. Dalm ilmu hadis masih dibutuhkan penakwilkan yakni hadis bisa dipahami secara kontekstual. Dan Salah satu metode kontekstual hadis dengan melihat aspek kebahasaannya yaitu dinamakan dengan takwil dan ‘illat

Sebagaimana juga menurut Imam As-Suyuti pada kitab Ad-Dibaj, yang dimaksud dengan ”terputus” shalatnya dalam hadis ini karena tersibukkannya hati dengan hal-hal yang melewati tersebut (keledai, wanita, dan anjing hitam). Dengan begitu, bahwa hati yang tidak khusyu’ menjadikan tidak fokus, dan jika berlebihan dapat menyebabkan batalnya shalat. Wallahu a’lam.

Ternyata Rambut Rasulullah saw. Panjang. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-3.

0
Rambut Rasulullah
Rambut Rasulullah

Hadispedia.id- Ada banyak kalangan yang belum mengetahui bahwa rambut Rasulullah saw. panjang. Polemik ini berkeliaran di masyarakat awam yang belum mengetahui secara pasti dari sumber yang autentik.

Penjelasan hadis dalam kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah karya imam At-Tirmidzi di bawah ini akan memberikan informasi mengenai panjang dan kadarnya agar orang-orang awam mengetahui rambut Rasulullah saw. dan kadar panjangnya.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مَرْبُوعًا بَعِيدَ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبَيْنِ، عَظِيمَ الْجُمَّةِ إِلَى شَحْمَةِ أُذُنَيْهِ ، عَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ، مَا رَأَيْتُ شَيْئًا قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaq, ia berkata, “Aku mendengar Al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata,

Rasulullah saw. adalah seorang pria yang berperawakan sedang, bahunya bidang, rambutnya yang lebat mencapai daun telinganya. Beliau menggunakan pakaian merah, tiada seorang pun yang terlihat lebih tampan darinya.”

Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dan masih banyak lagi hadis dengan tema yang sama, seperti di dalam Shahih Al-Bukhari, Sunan Abi Daud, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, dan Sunan At-Tirmidzi.

Dalam menyifati rambut Rasulullah saw. ada beberapa riwayat yang terlihat bertentangan dari satu redaksi dan yang lainnya. Tetapi, dari berbagai riwayat tersebut telah dikompromokan oleh Al-Qadhi,  al-jam’u (kompromi) itu dikutip oleh Abu Zakariya An-Nawawi saat menjelaskan hadis tersebut dalam kitab syarah Shahih Muslim.

Baca juga: Rambut dan Gaya Berjalan Rasulullah saw.

Kompromi dari riwayat-riwayat yang dilakukan oleh Al-Qadhi berkesimpulan Rasulullah saw. memiliki rambut yang sampai pada kedua telinga yaitu di antara kedua telinga dan tengkuk, itu rambut beliau dari bagian samping. Sedangkan rambut pada bagian belakang menyentuh pada kedua bahu.

Mengenai hal ini ada pendapat lain yang menjelaskan adanya perbedaan waktu dalam beberapa riwayat tersebut. Apabila rambut beliau belum dipotong menyentuh bahu dan setelah dipotong sampai pada separuh kedua telinga. Saat menyampaikan pendapat ini Imam An-Nawawi tidak menyebutkan dari siapa pendapat tersebut.

Dalam menggambarkan beberapa sifat-sifat Rasulullah saw. sebagai manusia, Imam An-Nawawi menyampaikan hadis riwayat Ibrahim bin Harbi berikut ini.

كانَ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أحْسَنَ الناسِ وَجْهاً، وأحْسَنَهُ خَلْقاً، ليس بالطويلِ البائنِ، ولا بالقصيرِ

“Rasulullah saw. adalah manusia paling tampan wajahnya, paling indah sifat-sifat tubuhnya, tidak terlalu tinggi dan tidak pendek.” (H.R. Al-Bukhari).

Rambut dan Gaya Berjalan Rasulullah Saw. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-2

0
Rambut dan Gaya Berjalan Rasulullah
Rambut dan Gaya Berjalan Rasulullah

Hadispedia.id – Mengetahui seluruh sisi sifat jasmani Nabi saw. sangat menarik, usaha itu banyak dilakukan para ulama dengan cara menghimpun hadis Syamail. Salah satunya yang dilakukan oleh Imam At-Tirmidzi dalam kitabnya yang berjudul As-Syamail Al-Muhammadiyah, dan kitab inilah yang menjadi acuan penulis yang berusaha menjelaskan dengan beberapa pendapat ulama.

Hadis pertama dari kitab al-Syamail al-Muhammadiyah hampir mempunyai bahasan yang sama dengan hadis kedua ini, tetapi pada artikel ini akan menjelaskan rambut dan gaya berjalan Nabi saw. mengingat aspek lain dalam hadis ini sudah dibahas atau bahkan akan dibahas dalam tulisan selanjutnya. Berikut ini hadisnya.

حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَبْعَةً لَيْسَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالقَصِيرِ، حَسَنَ الجِسْمِ، أَسْمَرَ اللَّوْنِ، وَكَانَ شَعْرُهُ لَيْسَ بِجَعْدٍ وَلَا سَبْطٍ، إِذَا مَشَى يَتَكَفَّأُ

Telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mas’adah berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafi dari Humaid dari Anas ia berkata, “Rasulullah saw. adalah seorang laki-laki yang sedang, tidak tinggi dan tidak pendek, postur tubuhnya bagus dan berkulit cokelat. Rambut beliau tidak keriting dan tidak lurus, jika berjalan tegap.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya dan dapat ditemukan juga dalam sumber primer lainnya, seperti Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan al-Nasa’i, dan Muwatta’ Imam Malik.

Baca juga: Inilah Postur Tubuh Rasulullah Saw. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-1

Penjelasan hadis di atas akan dibahas melalui dua kitab syarah dari Sunan At-Tirmidzi dan pengarang yang berbeda. Pertama, karya Muhammad Anwar Syah, Al-‘Urf Al-Syadzi. Di dalam kitab tersebut mendeskripsikan bahwa rambut Rasulullah saw. sedang, tidak kriting, dan tidak lurus.

Sedangkan gaya berjalan Rasulullah saw. adalah tegap. Berjalan dengan tegap ada dua, tegap dengan gaya sombong dan tegap yang baik, yaitu dengan tidak menggertakkan kaki dan tidak terburu-buru. Dan Rasulullah saw. berjalan dengan gaya tegap yang baik.

Kedua, karya Abu Al-‘Ala Muhammad ‘Abd Al-Rahman Al-Mubarakfuri, Tuhfah Al-Ahwadzi. Kitab ini menjelaskan rambut Rasulullah saw. tidak kriting, tidak lurus dan tidak pendek selayaknya rambut orang-orang non-Arab.

Sedangkan ketika Rasulullah saw. berjalan, beliau mengayunkan kaki dan tidak menyapukannya ke tanah, tidak juga mengangkat kaki dan meletakkannya dengan keras, dengan kata lain beliau tidak menggertakkan kaki ke tanah seperti orang-orang yang sombong.

Rasulullah saw. memiliki sifat-sifat yang menakjubkan, seperti mempunyai style hair yang tidak kriting dan tidak pula lurus dan gaya berjalan yang tegap tetapi tidak sombong serta mengayunkan kaki, bukan menghentakkannya.

Inilah Postur Tubuh Rasulullah Saw. Kajian Kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah Ke-1

0
Postur Tubuh Rasulullah
Postur Tubuh Rasulullah

Hadispedia.id – Sebuah adagium terkenal menyatakan“tak kenal maka tak sayang”. Ini juga berlaku untuk seseorang yang ingin mencintai Rasulullah saw. maka sudah seharusnya untuk mengenal Rasulullah saw. lebih intens lagi.

Pada masa awal Islam, seseorang mudah untuk mengenal dan mencintai Rasulullah saw. Hal itu disebabkan para sahabat gampang untuk bertemu langsung dengan Rasulullah saw. Seusai beliau wafat sampai saat ini kita tidak bisa melihat langsung pada beliau.

Meskipun tidak dapat tatap muka secara langsung, kita masih mempunyai gambaran-gambaran untuk mengenalinya lewat hadis-hadis yang diwariskan oleh para sahabat dan generasi setelahnya. Di antaranya adalah hadis yang terdapat dalam kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah yang disusun oleh imam At-Tirmidzi sebagai berikut.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلَا بِالْقَصِيرِ وَلَا بِالْأَبْيَضِ الْأَمْهَقِ وَلَيْسَ بِالْآدَمِ وَلَيْسَ بِالْجَعْدِ الْقَطَطِ وَلَا بِالسَّبْطِ بَعَثَهُ اللَّهُ عَلَى رَأْسِ أَرْبَعِينَ سَنَةً فَأَقَامَ بِمَكَّةَ عَشْرَ سِنِينَ وَبِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ فَتَوَفَّاهُ اللَّهُ وَلَيْسَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ

Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik bin Anas dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdur Rahman dari Anas bin Malik r.a., bahwa dia mendengarnya berkata,

Rasulullah saw. tidaklah berbadan tinggi dan juga tidak pendek. Kulit beliau tidak terlalu putih dan juga tidak terlalu kecoklatan. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak lurus. Beliau diutus oleh Allah swt. saat usia beliau empat puluh tahun lalu tinggal di Makkah selama sepuluh tahun dan menetap di Madinah selama sepuluh tahun lalu. Allah swt. mewafatkan beliau dan ada rambut yang beruban pada kepala dan jenggot beliau tidak lebih dari dua puluh helai“.

Postur tubuh Rasulullah saw. tidak sangat tinggi dan tidak pendek, melainkan di antara keduanya yaitu tinggi sedan. Rasulullah saw. tidak sangat putih seperti plaster, bukan putih yang tidak enak dipandang sehingga seseorang yang melihatnya terkadang menyangka terkena lepra. Tidak pula coklat kemerah-merahan, melainkan Rasulullah saw. putih berseri-seri. Ini pendapat Imam An-Nawawi dalam ِِِAl-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin Hajjaj.

Baca juga: Hadis Agama adalah Ketulusan

Kemudian pendapat Ibn Hajar dalam Fath Al-Bari bahwa Rasulullah saw. tidak sangat tinggi atau tinggi yang berlebihan dengan menggukan kalimat al-Mufrith, bukan tinggi yang labil, akan tetapi beliau mempunyai postur yang sedang, tinggi yang dekat.

Mengenai warna kulit beliau, Ibn Hajar mengupas panjang lebar, bahkan sampai pada perbedaan redaksi, penentuan kualitas matan dan sanad untuk menentukan kulit Rasulullah saw. Tetapi, pembahasan itu diselesaikan dengan mengkompromikan hadis riwayat Anas bin Malik r.a.

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أسمر

“Rasulullah saw. coklat kemerah-merahan”.

Masih menurut pendapat Ibn Hajar, seseorang yang punya warna kulit putih bercampur merah disebut Asmar oleh orang Arab. Pendapat ini sesuai dengan hadis tadi. Mengenai sanad hadis tersebut dishahihkan oleh Imam Ahmad, Ibn Mundah, Al-Bazzar, serta Ibn Hibban.

Hadis yang kedua, riwayat Rabi’ah dari Anas bin Malik yaitu hadis pertama kali yang dikutip penulis. Kemudian Ibn Hajar kompromikan melalui riwayat Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail, riwayat Anas bin Malik r.a. dari jalur lain:

قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ بَيَاضُهُ إِلَى السُّمْرَةِ

Anas berkata, “Rasulullah saw. putih agak coklat kemerah-merahan.

Diperkuat dengan hadis Yazid Az-Zarqany dari Ibn ‘Abbas r.a., “Rasulullah saw. adalah seorang laki-laki di antara dua laki-laki yang kulit dan dagingnya berwarna merah”. Pada riwayat lain, coklat kemerah-merahan agak putih. Dari beberapa uraian yang disampaikan oleh Ibn Hajar dalam Fath Al-Bari, warna kulit Rasulullah saw. coklat kemerah-merahan bercampur warna putih, yakni warna putih kemerah-merahan.

Gambaran Hadis Mursal Khafi

0
Mursal Khafi
Mursal Khafi

Hadispedia.id – Di pagi hari, Ahmad bertemu dengan Baidhowi di warung kopi. Keduanya adalah sahabat dekat ketika masa-masa kuliah di salah satu kampus terkenal di Indonesia. Mereka bercengkrama dengan asyik, mengenang masa-masa indah kala itu; dari mulai dosen, mata kuliah, hingga kantin di kampus mereka yang harga jajanannya terjangkau.

Ada cerita menarik yang disampaikan Ahmad kepada Baidhowi tentang satpam di kampusnya. Cerita tersebut membuat Baidhowi tertawa terbahak-bahak. Baidhowi bertanya kepada Ahmad.

“Serius Mat, beneran cerita itu wkwkwk?” ia biasa memanggilnya Mamat.

“Dari Sopyan, teman kita yang duduknya sering di pojokkan” Jawab Ahmad.

“Oalah, dia rumahnya deket rumahku lho sekarang”

“Oya?”

Keduanya kemudian berpisah setelah lama mengobrol, Ahmad mentraktir Baidhowi karena baru saja kemarin lusa gajian. Tak sengaja di perjalanan pulang, Baidhowi bertemu dengan tetangganya, Sopyan. Keduanya mengobrol ringan.

“Serius ga pernah cerita soal satpam tadi ke Mamat?”

“Nggak, tahu lah saya kan orangnya pendiam dulu di kelas, jarang cerita, cuma ke beberapa orang terdekat saja, mungkin dia tahu cerita dari orang lain hehe”

“Oke Pyan, saya duluan ya”

**********

Cerita di atas dalam ilmu hadis disebut Mursal Khafī, apa itu Mursal Khafī?. Secara bahasa ia adalah isim maf’ūl dari kata alirsāl yang berarti alithlāq (melepaskan), seakan seorang pelaku irsāl (mursil) membiarkan sanad tidak bersambung. Sedangkan khafī (samar) adalah lawan dari kata jalī (jelas), karena irsāl ini tidak nampak. Sehingga hal ini tidak diketahui kecuali dengan penelitian.

Adapun secara istilah ilmu hadis, Mursal Khafī adalah seorang perawi meriwayatkan dari seseorang yang semasa dengannya atau pernah bertemu dengannya, tetapi hadis yang ia sampaikan tidak pernah didengarnya dari orang tersebut. Ia meriwayatkannya dengan lafaz yang menunjukkan adanya ‘kemungkinan’ (ketidakpastian) bahwa ia mendengar dari orang tersebut. (Dr. Mahmud al-Thahhān, Taysīr Musthalah al-Hadīts, Surabaya: Penerbit Al-Hidayah, hal 85)

Contohnya adalah:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ. أنْبَأنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ صَالِحِ بْنِ مُحَمَّدِ اِبْنِ زَائِدَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ للَّهِ صَلَّي اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رَحِمَ اللَّهُ حَارِسَ الْحَرَسِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Shabbāh, telah mengabarkan kepada kami ‘Abdul ‘Azīz bin Muhammad dari Shālih bin Muhammad bin Zāidah dari ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azīz dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhanī, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati askar-askar yang menjaga (keselamatan)”. (HR Ibnu Majah)

Jika dicermati pada sanadnya, terdapat ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azīz yang meriwayatkan dari ‘Uqbah. Al-Mizzī mengomentari bahwa sebenarnya ‘Umar belum pernah bertemu dengan ‘Uqbah. (Dr. Mahmud al-Thahhān, Taysīr Musthalah al-Hadīts, Surabaya: Penerbit Al-Hidayah, hal 85)

Bagaimana cara mengetahui hadis Mursal Khafī?

  1. Adanya keterangan dari para muhaddits bahwa si rawi tidak pernah menerima atau mendengar hadis tersebut darinya sama sekali.
  2. Pernyataan dari si rawi sendiri bahwa ia tidak pernah menerima hadis tersebut atau pun bertemu dengannya.
  3. Terdapat hadis dari arah lainnya, sebagai tambahan (sanad) yang terletak antara si rawi dengan sumber rawi. Poin ini menjadi topik perbedaan pendapat di kalangan ulama hadis, karena termasuk jenis tambahan pada kesinambungan sanad (al-mazīd fī muttashil al-asānid)

Hukum hadis Mursal Khafī adalah dha’if sebagaimana hadis munqathi’. Wallahu a’lam bis shawab.

Dibuka Sekolah Hadis Tiga Level! Buruan Daftar!

0
Sekolah Hadis
Sekolah Hadis

Hadispedia.id – Beberapa tahun lalu, beredar video wawancara Dian Yuliana, terduga pelaku bom panci yang akan melakukan aksinya pada 11 Desember 2016. Ketika diwawancara, ia mengaku bahwa paham keagamaan yang dianutnya adalah perkara asing yang dilandasi oleh Hadis Nabi berbunyi:

بدأ الإسلام غريبا وسيعود غريبا فطوبى للغرباء

Islam itu awalnya asing dan akan kembali menjadi asing, maka berbahagialah mereka orang-orang yang asing. (H.R. Muslim)

Merujuk kepada sanad-nya, hadis tersebut bernilai shahih karena diriwayatkan oleh para periwayat yang tsiqah dan bersambung (muttashil) hingga ke Rasulullah saw. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana hal tersebut bisa diketahui? Apa pengertian sanad, shahih, rawi, tsiqah, dan muttashil itu? Dan bagaimana pemahaman di atas (seperti yang disampaikan oleh terduga pelaku bom panci) bisa disimpulkan?

Nah untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, setidaknya ada tiga cabang Ilmu Hadis yang harus kita miliki, yaitu pengetahuan tentang istilah-istilah Ilmu Hadis (Musthalah al-Hadits), cara melacak sumber keberadaan hadis dan mengkaji kualitas mata rantainya (Ilmu Takhrij al-Hadits wa Dirasah al-Asanid), serta ilmu tentang cara memahami Hadis (Thuruq Fahm al-Hadits).

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan istilah hadis shahih, hasan dan dhaif serta syarat dan pengaruhnya terhadap hukum, maka kita harus belajar Ilmu Musthalah al-Hadits. Kemudian, untuk menarik kesimpulan tersebut kita perlu melakukan penelitian secara komprehensif, apakah hadis tersebut hanya mempunyai satu ragam redaksi saja atau ada hadis lain yang semakna dengannya?

Untuk itu, perlu adanya proses jam’u al-riwayah dan dirasah al-asanid, yaitu pengumpulan hadis-hadis yang semakna dengan hadis tersebut dan analisis kualitas perawi serta ketersambungan sanadnya. Tahapan ini dilakukan melalui ilmu khusus yang disebut dengan Ilmu Takhrij al-Hadits wa Dirasah al-Asanid.

Setelah itu, baru kita dapat menarik kesimpulan berupa pemahaman dari hadis-hadis yang telah diteliti tadi. Namun untuk menarik kesimpulan tersebut tidak bisa dilakukan begitu saja. Ada banyak alat bantu serta metode khusus yang diperlukan dalam memahaminya. Hadis-hadis tersebut harus dipahami secara komprehensif dari berbagai perspektif yang ada.

Kita harus mengkaji aspek kebahasaannya, maqashid-nya, sababul wurud-nya, konteks serta dalalah-nya serta banyak hal lainnya. Nah, untuk menguasai itu semua, kita harus matang dalam kajian khusus yang disebut dengan Ilmu Thuruq Fahm al-Hadits.

Tampaknya apa yang dikemukakan terduga pelaku bom panci tersebut belum melalui tahap penelitian panjang seperti yang disampaikan di atas. Padahal, kalau kita mengkaji hadis tersebut lebih jauh, akan dijumpai riwayat lain yang lebih utuh yang dapat menjelaskan siapa sebenarnya orang asing (ghuraba) yang dimaksud oleh Rasulullah saw. pada hadis tersebut. Dalam riwayat lain Rasulullah saw. bersabda:

إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا قالوا: ومن الغرباء يا رسول الله؟
الذين يصلحون إذا فسد الناس

Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing sebagaimana awal mula kedatangannya. Para sahabat bertanya, “Siapakah orang asing yang engkau maksud wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuat kebajikan di saat yang lain merusak (muka bumi).” (H.R. At-Thabarani).

Berdasarkan riwayat ini, kita dapat memahami bahwa yang dimaksud ghuraba (orang asing) tersebut adalah mereka yang berbuat kebaikan di saat yang lain melakukan kerusakan. Bukan malah berbuat kerusakan semisal pengeboman sebagaimana yang hendak dilakukan oleh Dian Yuliana tersebut.

Karena pentingnya ilmu ini, maka sejak tahun 2016 yang lalu, el-Bukhari Institute membuka Program Sekolah Hadis dalam tiga jenjang. Pertama, Musthalah Hadis. Di sini peserta akan mendapatkan pemahaman terkait istilah-istilah dalam Ilmu Hadis seperti Mursal, Maudhu’, Maqthu’, dan Jarh.

Kedua, Takhrij dan Analisis Sanad. Di sini peserta akan diajak untuk menelusuri sumber utama hadis dan bagaimana menentukan kualitas sebuah hadis. Ketiga, Thuruq fahm al-Hadits (Metode Pemahaman Hadis). Di sini peserta akan mendiskusikan bagaimana metode-metode yang benar dalam memahami hadis.

Pada priode kali ini, sekolah hadis el-Bukhari Institute membuka tiga program sekaligus. Berikut informasi lengkapnya :

Menu Program :
1 Kelas Ilmu Hadis Dasar.
2. Kelas Takhrij.
3. Kelas Metode Memahami Sunnah.

Output Program :
Menguasai materi-materi dasar terkait Ilmu Musthalah, Ilmu Takhrij Hadis dan Dirasah Sanad, serta Metode Pemahaman Hadis.

Mulai Belajar :
Senin, 1 Februari 2021.

Jadwal Belajar :
1. Ilmu Hadis Dasar.
👉 Senin & Selasa, Jam 16.00 Wib.
2. Ilmu Takhrij.
👉 Rabu & Kamis, Jam 16.00 Wib.
3. Metode Memahami Sunnah.
👉 Sabtu & Ahad, Jam 16.00 Wib.

Kuota Maksimal Kelas :
Hanya 20 Orang/Kelas.

Total Pertemuan :
8x Pertemuan/Program.

Fasilitas Program :
1. Buku Panduan.
2. Materi (PPT/Word).
3. E-Sertifikat.
4. Tutor Berpengalaman.
5. Daurah Bulanan Lembaga.

Media Pengajaran :
Aplikasi Zoom Cloud Meeting

Investasi Pendidikan :
350K/Program (Diskon 50K/Program kalau mengambil 3 program sekaligus)

Info Pendaftaran :
http://bit.ly/SekolahHadisEl-Bukhari

Zaid bin Tsabit, Sahabat yang Menjadi Sekretaris Nabi

0
Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit

Hadispedia.id – Zaid bin Tsabit adalah salah seorang dari sahabat Nabi saw. yang sangat cerdas. Ia memiliki nama lengkap Zaid bin Tsabit bin Dhahhak bin Ludzan bin Amr bin Abd’ Auf bin Ghannan bin Malik bin An-Najjar Al-Anshari An-Najjari Al-Madani. Sedangkan ibunya bernama An-Nawwar binti Malik bin Sharmah.

Ia memiliki cukup banyak keturunan dari beberapa istrinya. Adapun beberapa istrinya ialah Ummu Jamil, Ummu Sa’d, dan ‘Amrah binti Mu’ad. Zaid bin Tsabit memiliki nama kunyah Abu Kharijah, Abu Sa’id. Ia termasuk golongan Anshar dari suku Khazraj. Saat Nabi Muhammad saw. tiba di Madinah, Zaid masih berusia 11 tahun. Adapun peperangan yang pertama kali diikuti oleh Zaid adalah perang Khandaq, saat itu ia berusia 15 tahun.

Zaid bin Tsabit merupakan salah satu sahabat yang ahli dalam berfatwa dan paling tinggi ilmunya. Disebutkan dalam Siyar A’lam An-Nubala bahwa ia meninggal pada tahun 45 H, sedangkan Ahmad bin Hanbal dan ‘Amru bin Ali berpendapat bahwa Zaid wafat pada tahun 51 H. Sementara Al-Madini dan Yahya bin Ma’in berpendapat bahwa tahun 55 H adalah tahun kematian Zaid bin Tsabit.

Cerdas Sejak Dini

Semenjak Nabi Muhammah saw. hijrah ke Madinah, beliau sudah melihat potensi yang ada pada diri Zaid. Zaid pernah berkisah bahwa suatu ketika Nabi saw. memerintahnya untuk mempelajari bahasa dari kitab orang-orang Yahudi untuk beliau.

Beliau bersabda, “Demi Allah, aku tidak percaya Yahudi atas suratku”. Kemudian Zaid berkata, “Setengah bulan berlalu hingga aku dapat menguasainya untuk beliau”. Hingga saat Zaid menguasainya, apabila Nabi saw. hendak mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, Zaid menuliskannya kepada mereka. Apabila mereka mengirim surat kepada Nabi saw., maka Zaid membacakan surat mereka untuk beliau.

Nabi saw. memang cukup memberi perhatian pada bahasa asing (selain Arab). Lantas beliau meminta Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Ibrani (kitab Taurat) dan bahasa Suryani (Kitab Injil). Alasan Nabi saw. menyuruh Zaid adalah karena selain kecerdasannya, beliau tidak bisa mempercayai orang-orang yahudi untuk membacakan surat yang ditujukan kepada beliau atau menuliskan surat dari beliau. Di sisi lain, Nabi saw. juga khawatir apabila menyuruh orang dari kalangan Yahudi maka akan diubah redaksinya.

Seusai diperintah Nabi saw. untuk mempelajari bahasa kaum Yahudi, setengah bulan kemudian Zaid bin Tsabit sudah menguasai bahasa Ibrani. Adapun dalam Tahdzib Al-Kamal, Al-Mizzi menukil riwayat Al-A’masy yang mengatakan bahwa Zaid bin Tsabit mempelajari bahasa Ibrani atau Suryani dalam waktu 17 malam.

Nabi saw. selalu meminta bantuan Zaid ketika hendak menyurati orang-orang Yahudi, begitu pun ketika Nabi saw. mendapat surat dari kaum Yahudi, maka Zaid yang membacakan suratnya.

Kecerdasannya tidak hanya cukup pada kemampuanya dalam menguasai bahasa asing, melainkan Zaid juga menjadi penghafal Al-Qur’an sejak remaja. Hingga di era Khulafa’ Al-Rasyidin, ia menjadi salah satu anggota yang diperintahkan untuk menulis Al-Qur’an.

Salah Satu Perawi Hadis

Hampir seluruh sahabat Nabi saw. merupakan perawi hadis. Ini menjadi bukti akan perjuangan para sahabat untuk selalu melestarikan ajaran Islam, terlebih melalui Al-Qur’an dan sunnah. Zaid bin Tsabit juga menjadi salah seorang sahabat yang turut andil dalam menyebarkan hadis.

Selain berguru langsung kepada Nabi saw., tradisi para sahabat pada masa itu adalah saling berguru satu sama lain. Tanpa terkecuali Zaid bin Tsabit yang juga masih berguru kepada Abu Bakar r.a., Umar bin Al-Khattab r.a., dan Usman bin Affan r.a. Begitu pula Abu Hurairah r.a. dan Ibn ‘Abbas r.a. yang juga berguru kepada Zaid.

Beberapa murid dari golongan tabi’in yang menyebarkan hadis dari jalur Zaid seperti Sa’id bin Al-Musayyib, Sulaiman bin Yasar, dan Marwan bin al-Hakam. Beberapa putranya juga menjadi muridnya sehingga mereka juga meriwayatkan hadis dari Zaid, seperti Kharijah bin Zaid dan Sulaiman bin Zaid. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Bahaya Manusia yang Tidak Mampu Menjaga Lisannya dalam Hadis Nabi

0
Menjaga Lisan
Menjaga Lisan

Hadispedia.id – Banyak orang yang terjerat masalah karena perbuatan lisannya. Hal ini memicu banyaknya tulisan yang membahas tentang bahaya bagi orang yang tidak menjaga lisannya. Bagi orang awam, masih sulit jika harus menjaga lisannya setiap saat.

Terkadang, manusia juga penuh dengan kekhilafan. Apalagi jika pikiran sedang runyam ditambah terkena lisan yang menyakitkan dari orang lain, sepertinya sesegera mungkin kita ingin membalasanya dengan lisan yang demikian juga.

Namun, hal tersebut tidaklah disukai oleh Allah swt. dan Rasululllah saw., sebagaimana terdapat dalam hadis berikut ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا، فَيَرْضَى لَكُمْ: أَنْ تَعْبُدُوهُ، وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةِ الْمَالِ

Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah), serta menyia-nyiakan harta.” (H.R. Muslim)

Pada hadis di atas dijelaskan bahwa Allah tidak meridhai hamba-Nya yang melakukan tiga perkara berikut ini yaitu, bagi kalian yang suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta. Yang pertama disebutkan tentang berkata tanpa berdasar ini sama saja dengan orang yang tidak menjaga lisanya. Perkataannya yang suka melantur dan mampu menyakiti perasaan orang lain.

Bahaya Lidah Menurut Imam Al-Ghazali

Dalam kitabnya Ihya Ulumiddin, Imam Al-Ghazali, mengemukakan ada 14 macam bahaya lidah yang harus diperhatikan manusia. Pertama, perkataan yang tidak bermanfaat yang bisa membuat hati kasar. 

Kedua, mereka yang banyak omong, maka ia banyak bohong. Ketiga, omong kosong. Padahal ciri-ciri orang beriman (QS 23:3) adalah mereka yang senantiasa menghindarkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.

Keempat, menyebabkan pertengkaran dan dendam kesumat. Kelima, banyak bicara akan menimbulkan permusuhan antarkelompok dan golongan. Keenam, mereka yang berbohong dengan mengaku sebagai pakar suatu bidang. Ketujuh, ucapan yang mengandung hujatan dan cacian. 

Baca juga: Muslim yang Baik Adalah Menjaga Lisan dan Tangannya, Berikut Hadisnya!

Kedelapan, ucapan yang mengutuk seseorang atau satu golongan. Kesembilan, ungkapan syair atau nyanyian porno yang membangkitkan nafsu kebinatangan seseorang. 

Kesepuluh, senda gurau dengan memperolok-olok orang lain. Rasulullah saw. bersabda: ”Sesungguhnya mereka yang menertawakan teman-temannya, mereka akan jatuh ke dalam neraka, lebih jatuh dari bintang surya.”

Kesebelas, mengejek orang lain. Allah swt. berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan (menertawakan) kaum yang lain. Boleh jadi (yang ditertawakan itu) lebih baik dari mereka (yang menertawakan). Jangan pula sekelompok wanita menertawakan kelompok wanita yang lain, boleh jadi (yang diperolok-olok itu) lebih baik dari mereka dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu memanggil dengan gelar-gelar yang buruk,” (QS 49: 11).

Kedua belas, membuka rahasia orang lain. Ketiga belas, berjanji palsu. Keempat belas, bersumpah palsu. Semua itu akan merusak nilai-nilai amanah. Rasulullah bersabda, ”Waspadalah terhadap pembohong! Sebab pembohong dan orang-orang yang dzalim sama-sama dalam neraka.” (H.R. Ibnu Majah)

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw., ”Apa penyebab terbesar orang masuk neraka?” Beliau menjawab, ”Karena lidah dan kemaluannya.” (H.R. Tirmidzi). Mudah-mudahan kita semua dapat mengendalikan diri.

Lisan Pandangan Kesehatan

Menurut imam Zamakhsyari, ketika mengartikan ayat tentang lisan, beliau memberi tafsiran bahwa lisan merupakan alat untuk mengungkapkan sesuatu yang ada di hati. Kemudian jika menurut medis, di dalam lisan terdapat ribuat zat yang dapat membantu pencernaan dan melemahkan zat-zat yang berbahaya untuk lambung.

Selain itu, lisan mempunyai fungsi sebagai pendekteksi masuknya racun ataupun virus ke dalam tubuh. Dan dokterpun mampu mendiagnosa setelah mengetahui kondisi lisan atau lidahnya. Hal ini dikutip dari Buku Terjemah Fisiologi Kedokteran, karya William F. Ganong. Dengan begitu, kita bisa menyimpulkan bahwa lisan memiliki peran penting dalam penentuan diagnosa dokter. Wa Allahu a’lam bis shawab.