Beranda blog Halaman 51

Hadis No. 14 Shahih Muslim

0
Shahih Muslim
Shahih Muslim

Hadispedia.id – Al-Imam ِAbu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi berkata dalam kitab Al-Iman bab penjelasan iman yang dengannya seseorang dimasukkan ke surga dan sungguh orang yang berpegang teguh dengan apa yang diperintahkan padanya, dia masuk surga,

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِىُّ أَخْبَرَنَا أَبُو الأَحْوَصِ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِى أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْنِينِى مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِى مِنَ النَّارِ. قَالَ « تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ » فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أُمِرَ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ». وَفِى رِوَايَةِ ابْنِ أَبِى شَيْبَةَ إِنْ تَمَسَّكَ بِه

Yahya bin Yahya At-Tamimi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al-Ahwash telah mengabarkan kepada kami, ha’ (at-tahwil/percabangan sanad), dan Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami (Al-Imam Muslim), ia berkata, Abu Al-Ahwash telah menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Musa bin Thalhah, dari Abu Ayyub, dia berkata, “Seorang laki-laki mendatangi Nabi saw. seraya bertanya, ‘Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang mendekatkanku dari surga dan menjauhkanku dari neraka?’ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah, tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturrahim dengan keluarga.” Ketika dia pamit maka Rasulullah saw. bersabda, “Jika dia berpegang teguh pada sesuatu yang diperintahkan kepadanya niscaya dia masuk surga.” Dalam suatu riwayat Ibnu Abi Syaibah, “Jika dia berpegang teguh dengannya.”

Hadis No. 13 Shahih Muslim

0
Shahih Muslim
Shahih Muslim

Hadispedia.id – Al-Imam ِAbu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi berkata dalam kitab Al-Iman bab penjelasan iman yang dengannya seseorang dimasukkan ke surga dan sungguh orang yang berpegang teguh dengan apa yang diperintahkan padanya, dia masuk surga,

وَحَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بِشْرٍ قَالاَ حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ وَأَبُوهُ عُثْمَانُ أَنَّهُمَا سَمِعَا مُوسَى بْنَ طَلْحَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِى أَيُّوبَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- بِمِثْلِ هَذَا الْحَدِيثِ

Dan Muhammad bin Hatim dan Abdurrahman bin Bisyr telah menceritakan kepada saya, mereka berkata, Bahz menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Usman bin Abdullah bin Mauhab dan ayahnya; Usman telah menceritakan kepada kami, bahwa mereka mendengar Musa bin Thalhah menceritakan dari Abu Ayyub dari Nabi saw. dengan semisal hadis ini.

Mukhtalith, Rawi yang Mengalami Penurunan Kualitas Ketsiqahannya

0
Mukhtalith, Rawi yang Mengalami Penurunan Kualitas Ketsiqahannya
Mukhtalith, Rawi yang Mengalami Penurunan Kualitas Ketsiqahannya

Hadispedia.id – Rawi tsiqah merupakan salah satu syarat diterimanya suatu hadis. Yakni rawi/periwayat hadis yang memiliki sifat adil (kredibel) dan dhabith (kapabel/bagus ingatannya). Namun, seiring berjalanannya waktu, ada rawi-rawi yang mengalami penurunan pada kualitas ketsiqahannya lantaran suatu alasan, misalnya pikun, hilangnya daya indra, atau karena alasan lainnya.

Pada diskursus kajian ilmu hadis, pembahasan ini disebut dengan ikhtilath (الاختلاط). Sedangkan rawi yang mengalami ikhtilath disebut mukhtalith. Secara bahasa, ikhtilath berarti rusaknya akal. Misalnya dikatakan ikhtalatha fulan (اختلط فلان) artinya Dia akalnya rusak. Secara istilah, Dr. Mahmud Thahhan dalam kitab Taisir Musthalah Al-Hadis mendefinisikan sebagaimana berikut.

فساد العقل أوعدم انتظام الأقوال بسبب خرف أوعمى أو احتراق كتب أو غير ذلك

“Rusaknya akal, tidak teratur perkataannya sebab tua, buta, terbakar kitab-kitabnya, atau sebab lain.”

Macam-Macam Mukhtalith

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mukhtalith atau rawi yang mengalami penurunan kualitas ketsiqahannya itu bermacam-macam sebabnya,

Pertama, sebab tua, seperti: Atha’ bin As-Sa’ib Ats-Tsaqafi Al-Kufi. Periwayatan Atha’ ini baru bisa dijadikan hujjah jika didukung oleh rawi-rawi senior, seperti Sufyan Ats-Tsauri dan Syu’bah. Itupun masih dikecualikan dua hadis yang diriwayatkan Syu’bah melalui jalur lain.

Selain Atha’, Abu Ishaq As-Sabi’i, Sa’id Al-Jurairi, Ibnu Abi ‘Arubah, Abdurrahman bin Abdullah bin Utbah Al-Mas’udi, Rabi’ah Ar-Ra’yi (guru Imam Malik), dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi juga mengalami penurunan kualitas ketsiqahannya di akhir hidupnya. Demikian pula Sufyan bin ‘Uyainah yang terjadi pada dua tahun sebelum wafatnya.

Kedua, sebab buta/hilang penglihatan, seperti: Abdur Razzaq bin Hammam Ash-Shan’any. Disebabkan karena kebutaannya itu, maka ia hanya bisa membaca dengan bantuan orang lain.

Ketiga, sebab terbakar kitabnya, seperti: Abdullah bin Lahi’ah Al-Mishri. Sehingga, ia tidak dapat lagi membuka-buka kembali catatan-catatannya yang menjadi sumber kekuatan ingatannya.

Selain itu, rawi-rawi lain yang juga mengalami penurunan kualitas ketsiqahannya/ikhtilath adalah ‘Arim, Abu Qilabah Ar-Ruqasyi, Abu Ahmad Al-Ghithfiri, Abu Thahir; cucu Imam Ibu Khuzaimah, dan Abu Bakr Al-Qathi’i; rawi dalam kitab Musnad Ahmad.

Hukum Riwayat Mukhtalith

Bagaimana status kualitas periwayatan hadis yang diriwayatkan oleh para rawi mukhtalith tersebut? Apakah masih diterima meskipun ia mengalami penurunan kualitas ketsiqahannya? Dr. Mahmud Thahhan dalam kitab Taisir Musthalah Al-Hadis merinci jawabannya.

  1. Dapat diterima riwayatnya sebelum ia mengalami ikhtilath.
  2. Tidak dapat diterima riwayatnya, sesudah ikhtilath, begitu pula yang meragukan sebelum atau sesudah ikhtilath.

Urgensi dan Faidah Ilmu Ikhtilath

Pengetahuan tentang ikhtilath ini sangat penting sekali diketahui bagi pengkaji hadis. Hal ini dalam rangka agar dapat membedakan hadis-hadisnya rawi tsiqah yang diriwayatkan sesudah terjadinya ikthtilath untuk ditolak atau diterima.

Lalu, apakah Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim pernah meriwayatkan hadis-hadis yang bersumber dari rawi-rawi tsiqah yang mengalami ikhtilath? Jawabannya adalah iya. Mereka melakukan hal tersebut. Hanya saja, hadis-hadis tersebut diriwayatkan sebelum rawi-rawi tsiqah itu mengalami ikhtilath/penurunan kualitas ketsiqahannya. Sehingga, jika menemukan rawi-rawi mukhtalith dalam kitab Shahih Al-Bukhari atau Shahih Muslim, maka dapat dipastikan hadis itu dapat dijadikan hujjah.

Kitab-Kitab tentang Rawi Mukhtalith

Banyak ulama yang menyusun kitab dalam bidang ini, seperti Al-Ala’i dan Hazimy. Di antaranya adalah kitab Al-Ightibath bi Man Ruwiya bil Ikhtilath, karya Ibrahim bin Muhammad Sibthi Ibnu Ajami yang wafat pada tahun 841 H.

Pembahasan tersebut membuktikan bahwa betapa ulama sangat berhati-hati dalam memilah dan memilih hadis. Sehingga, periwayatan yang berasal dari orang yang telah mengalami penurunan kualitas ketsiqahannya baik disebabkan karena tua (pikun), buta, terbakar kitab, atau sebab lainnya. Wa Allahu a’lam bis shawab.

Hadis No. 30 Sunan At-Tirmidzi

0
Sunan At-Tirmidzi
Sunan At-Tirmidzi

Hadispedia.id – Al-Imam At-Tirmidzi berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab menyela-nyela jenggot,

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ حَسَّانَ بْنِ بِلاَلٍ عَنْ عَمَّارٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- مِثْلَهُ

قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِى الْبَابِ عَنْ عُثْمَانَ وَعَائِشَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَأَنَسٍ وَابْنِ أَبِى أَوْفَى وَأَبِى أَيُّوبَ

قَالَ أَبُو عِيسَى وَسَمِعْتُ إِسْحَاقَ بْنَ مَنْصُورٍ يَقُولُ قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ لَمْ يَسْمَعْ عَبْدُ الْكَرِيمِ مِنْ حَسَّانَ بْنِ بِلاَلٍ حَدِيثَ التَّخْلِيلِ

وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ أَصَحُّ شَىْءٍ فِى هَذَا الْبَابِ حَدِيثُ عَامِرِ بْنِ شَقِيقٍ عَنْ أَبِى وَائِلٍ عَنْ عُثْمَانَ

قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَالَ بِهَذَا أَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَمَنْ بَعْدَهُمْ رَأَوْا تَخْلِيلَ اللِّحْيَةِ. وَبِهِ يَقُولُ الشَّافِعِىُّ
وَقَالَ أَحْمَدُ إِنْ سَهَا عَنْ تَخْلِيلِ اللِّحْيَةِ فَهُوَ جَائِزٌ وَقَالَ إِسْحَاقُ إِنْ تَرَكَهُ نَاسِيًا أَوْ مُتَأَوِّلاً أَجْزَأَهُ وَإِنْ تَرَكَهُ عَامِدًا أَعَادَ

Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan bin Uyainah telah menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari Hassan bin Bilal, dari Ammar bin Yasir, dari Nabi saw. sebagaimana hadis tersebut (Hadis no. 29).

Abu Isa berkata, “Dalam bab ini juga terdapat riwayat dari Usman, Aisyah, Ummu Salamah, Anas, Ibnu Abi Aufa, dan Abu Ayyub.”

Abu Isa berkata, “Aku juga mendengar Ishaq bin Manshur ia berkata, ‘Ahmad bin Hanbal berkata, Ibnu Uyainah berkata, ‘Abdul Karim tidak mendengar dari Hassan bin Bilal hadis tentang menyela-nyela (jenggot).’

Muhammad bin Ismail berkata, “Hadis yang paling shahih dalam bab ini adalah hadis Amir bin Syaqiq dari Abu Wail dari Usman.”

Abu Isa berkata, “Banyak ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi saw. dan generasi setelahnya berkata dengan menggunakan hadis ini untuk berpendapat tentang menyela-nyela jenggot. Imam Asy-Syafi’i juga berkata dengan hadis ini.”

Ahmad berkata, “Jika lupa menyela-nyela jenggot, maka boleh.” Ishaq berkata, “Jika meninggalkannya karena lupa atau mentakwil, maka dianggap cukup. Namun, jika meninggalkannya dengan sengaja, maka harus mengulangi wudhunya.”

Hadis No. 29 Sunan At-Tirmidzi

0
Sunan At-Tirmidzi
Sunan At-Tirmidzi

Hadispedia.id – Al-Imam At-Tirmidzi berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab menyela-nyela jenggot,

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ بْنِ أَبِى الْمُخَارِقِ أَبِى أُمَيَّةَ عَنْ حَسَّانَ بْنِ بِلاَلٍ قَالَ رَأَيْتُ عَمَّارَ بْنَ يَاسِرٍ تَوَضَّأَ فَخَلَّلَ لِحْيَتَهُ فَقِيلَ لَهُ أَوْ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ أَتُخَلِّلُ لِحْيَتَكَ قَالَ وَمَا يَمْنَعُنِى وَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ

Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan bin Uyainah telah menceritakan kepada kami, dari Abdul Karim bin Abu Al-Mukhariq Abu Umayyah, dari Hassan bin Bilal, ia berkata, “Aku melihat Ammar bin Yasir berwudhu, lalu ia menyela-nyelahi jenggotnya. Maka ditanyakan kepadanya atau ia (Hassan) berkata, ‘Aku bertanya kepadanya, ‘Kenapa kamu menyela-nyela jenggotmu?’ Dia menjawab, ‘Apa yang menghalangiku, padahal aku telah melihat Rasulullah saw. menye-nyela jenggotnya.'”

Hadis No. 28 Sunan At-Tirmidzi

0
Sunan At-Tirmidzi
Sunan At-Tirmidzi

Hadispedia.id – Al-Imam At-Tirmidzi berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu cakupan (telapak tangan),

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى الرَّازِىُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدٍ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا.

قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِى الْبَابِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ

قَالَ أَبُو عِيسَى وَحَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ حَسَنٌ غَرِيبٌ

وَقَدْ رَوَى مَالِكٌ وَابْنُ عُيَيْنَةَ وَغَيْرُ وَاحِدٍ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى وَلَمْ يَذْكُرُوا هَذَا الْحَرْفَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدٍ. وَإِنَّمَا ذَكَرَهُ خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ. وَخَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ ثِقَةٌ حَافِظٌ عِنْدَ أَهْلِ الْحَدِيثِ

وَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ الْمَضْمَضَةُ وَالاِسْتِنْشَاقُ مِنْ كَفٍّ وَاحِدٍ يُجْزِئُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ تَفْرِيقُهُمَا أَحَبُّ إِلَيْنَا. وَقَالَ الشَّافِعِىُّ إِنْ جَمَعَهُمَا فِى كَفٍّ وَاحِدٍ فَهُوَ جَائِزٌ وَإِنْ فَرَّقَهُمَا فَهُوَ أَحَبُّ إِلَيْنَا

Yahya bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Musa Ar-Razi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, dari Amr bin Yahya, dari ayahnya, dari Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Aku melihat Nabi saw. berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu cakupan. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali.”

Abu Isa (Al-Imam At-Tirmidzi) berkata, “Dan bab ini terdapat riwayat dari Abdullah bin Abbas.”

Abu Isa berkata, “Hadis Abdullah bin Zaid derajat hadisnya adalah Hasan Gharib.”

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Malik dari Ibnu Uyainah juga selainnya dari Amr bin Yahya. Namun, mereka tidak menyebutkan lafadz bahwa Nabi saw. berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu cakupan telapan tangan. Hanya Khalid bin Abdullah yang menyebutkan itu. Menurut ahli hadis, Khalid bin Abdullah adalah tsiqah/seorang yang dipercaya dan hafidz/banyak hafalannya.

Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu cakupan telapak tangan adalah sah. Namun, sebagian yang lain mengatakan, “Memisahkan antara keduanya adalah lebih kami sukai.” Imam Asy-Syafi’i berkata, “Jika ia menghimpun dalam satu tangan, maka itu telah sah, namun jika ia memisahkan antara keduanya, maka hal itu lebih kami sukai.”

Hadis No. 27 Sunan At-Tirmidzi

0
Sunan At-Tirmidzi
Sunan At-Tirmidzi

Hadispedia.id – Al-Imam At-Tirmidzi berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab madhmadhah (berkumur) dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung),

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، وَجَرِيرٌ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ هِلاَلِ بْنِ يَسَافٍ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ قَيْسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا تَوَضَّأْتَ فَانْتَثِرْ، وَإِذَا اسْتَجْمَرْتَ فَأَوْتِرْ
قَالَ: وَفِي الْبَابِ عَنْ عُثْمَانَ، وَلَقِيطِ بْنِ صَبِرَةَ، وَابْنِ عَبَّاسٍ، وَالْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ، وَوَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ أَبُوْعِيْسَى: حَدِيثُ سَلَمَةَ بْنِ قَيْسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِيمَنْ تَرَكَ الْمَضْمَضَةَ وَالاِسْتِنْشَاقَ، فَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ: إِذَا تَرَكَهُمَا فِي الْوُضُوءِ حَتَّى صَلَّى أَعَادَ الصَّلاَةَ، وَرَأَوْا ذَلِكَ فِي الْوُضُوءِ وَالْجَنَابَةِ سَوَاءً، وَبِهِ يَقُولُ ابْنُ أَبِي لَيْلَى، وَعَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ، وقَالَ أَحْمَدُ: الاِسْتِنْشَاقُ أَوْكَدُ مِنَ الْمَضْمَضَةِ

قَالَ أَبُوْعِيْسَى: وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ: يُعِيدُ فِي الْجَنَابَةِ، وَلاَ يُعِيدُ فِي الْوُضُوءِ، وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، وَبَعْضِ أَهْلِ الْكُوفَةِ
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ: لاَ يُعِيدُ فِي الْوُضُوءِ، وَلاَ فِي الْجَنَابَةِ، لأَنَّهُمَا سُنَّةٌ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلاَ تَجِبُ الْإِعَادَةُ عَلَى مَنْ تَرَكَهُمَا فِي الْوُضُوءِ، وَلاَ فِي الْجَنَابَةِ، وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ فِيْ آخِرَةٍ

Qutaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Zaid dan Jarir telah menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Hilal bin Yasaf, dari Salamah bin Qais, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu wudhu, maka masukkanlah air ke dalam hidung lalu keluarkan, dan jika kamu istinja’, maka lakukalah dengan bilangan ganjil.”

Dia (Al-Imam At-Tirmidzi) berkata, “Dalam bab ini ada riwayat dari Usman, Laqith bin Shabirah, Ibnu Abbas, Al-Miqdam bin Ma’dikariba, Wa’il bin Hujr, dan Abu Hurairah“.

Abu Isa (Al-Imam At-Tirmidzi) berkata, “Hadis riwayat Salamah bin Qais adalah berderajat hasan shahih”.

Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan berkumur dan istinsyaq. Sebagian kelompok mengatakan, “Jika seseorang meninggalkannya hingga ia melaksanakan shalat, maka ia harus mengulangi shalatnya. Mereka berpendapat bahwa hal itu berlaku dalam wudhu dan mandi janabah. Pihak yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abi Laila, Abdullah bin Mubarak, Ahmad, dan Ishaq. Sedangkan Ahmad berpendapat bahwa melakukan istinsyaq lebih ditekankan pada wudhu.”

Abu Isa berkata, “Dan sekelompok ahli ilmu yang lain berpendapat bahwa hal itu berlaku dalam keadaan junub, bukan dalam wudhu.” Ini adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan sebagian dari penduduk Kufah.

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa hal itu tidak berlaku dalam wudhu dan junub, karena keduanya (berkumur dan istinsyaq) adalah sunnah Nabi saw., maka tidak ada kewajiban untuk mengulangi bagi seseorang yang meninggalkan keduanya. Ini adalah pendapat Malik dalam Asy-Syafi’i dalam qaul jadidnya (pendapatnya ketika berada di Mesir).

 

Hadis No. 26 Sunan At-Tirmidzi

0
Sunan At-Tirmidzi
Sunan At-Tirmidzi

Hadispedia.id – Al-Imam At-Tirmidzi berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab menyebut nama Allah (membaca basmalah) ketika berwudhu,

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ عِيَاضٍ، عَنْ أَبِي ثِفَالٍ الْمُرِّيِّ، عَنْ رَبَاحِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ بْنِ حُوَيْطِبٍ، عَنْ جَدَّتِهِ بِنْتِ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِيهَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ

Al-Hasan bin Ali Al-Hulwani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Iyadh, dari Abu Tsifal Al-Murri, dari Rabah bin Abdurrahman bin Abu Sufyan bin Huwaithib, dari neneknya binti Sa’id bin Yazid, dari bapaknya, dari Nabi saw. semisal hadis tersebut (Hadis No. 25).

Hadis No. 25 Sunan At-Tirmidzi

0
Sunan At-Tirmidzi
Sunan At-Tirmidzi

Hadispedia.id – Al-Imam At-Tirmidzi berkata di dalam Sunan-nya pada kitab bersuci bab menyebut nama Allah (membaca basmalah) ketika berwudhu,

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ وَبِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَقَدِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَرْمَلَةَ عَنْ أَبِي ثِفَالٍ الْمُرِّيِّ عَنْ رَبَاحِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ بْنِ حُوَيْطِبٍ عَنْ جَدَّتِهِ عَنْ أَبِيهَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ

قَالَ: وَفِي الْبَاب عَنْ عَائِشَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَسَهْلِ بْنِ سَعْدٍ وَأَنَسٍ

قَالَ أَبُوْ عِيْسَى: قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ لَا أَعْلَمُ فِي هَذَا الْبَابِ حَدِيثًا لَهُ إِسْنَادٌ جَيِّدٌ

وقَالَ إِسْحَقُ إِنْ تَرَكَ التَّسْمِيَةَ عَامِدًا أَعَادَ الْوُضُوءَ وَإِنْ كَانَ نَاسِيًا أَوْ مُتَأَوِّلًا أَجْزَأَهُ

قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ أَحْسَنُ شَيْءٍ فِي هَذَا الْبَابِ حَدِيثُ رَبَاحِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ

قَالَ أَبُوْ عِيْسَى: وَرَبَاحُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ جَدَّتِهِ عَنْ أَبِيهَا وَأَبُوهَا سَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ

وَأَبُو ثِفَالٍ الْمُرِّيُّ اسْمُهُ ثُمَامَةُ بْنُ حُصَيْنٍ

وَرَبَاحُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ هُوَ أَبُو بَكْرِ بْنُ حُوَيْطِبٍ مِنْهُمْ مَنْ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ حُوَيْطِبٍ فَنَسَبَهُ إِلَى جَدِّهِ

Nashr bin Ali Al-Jahdhami dan Bisyr bin Mu’adz Al-‘Aqadi telah menceritakan kepada kami, mereka berkata, Bisyr bin Al-Mufadhdhal telah menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Harmalah dari Abu Tsifal Al-Murri, dari Rabah bin Abdurrahman bin Abu Sufyan bin Huwaithib dari neneknya dari bapaknya, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak (sempurna) wudhu’ bagi seseorang yang tidak menyebut nama Allah.'”

Dia (Al-Imam At-Tirmidzi) berkata, “Dalam bab ini terdapat riwayat dari Aisyah r.a., Abu Sa’id r.a., Abu Hurairah r.a., Sahl bin Sa’d r.a., dan Anas r.a.

Abu Isa (Al-Imam At-Tirmidzi) berkata, “Ahmad bin Hanbal berkata, ‘Aku tidak mengetahui dalam bab ini hadis yang memiliki sanad yang bagus.”

Abu Ishaq berkata, “Jika ia meninggalkan bacaan basmalah dengan sengaja maka harus mengulang wudhunya, namun jika lupa atau karena mentakwil maka wudhunya tetap sah.”

Muhammad bin Isma’il berkata, “Hadis yang paling baik dalam bab ini adalah hadis Rabah bin Abdurrahman.”

Abu Isa berkata, “Rabah bin Abdurrahman menceritaka dari neneknya, dari bapaknya. Sedangkan nama bapaknya adalah Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail.

Abu Tsifal Al-Murri namanya adalah Tsumamah bin Hushain.

Rabah bin Abdurrahman namanya adalah Abu Bakr bin Huwaithib. Di antara mereka ada yang meriwayatkan hadis ini. Lalu ia berkata, ‘Dari Abu Bakr bin Huwaithib’. Lalu, ia menisbatkannya kepada kakeknya.”

Penjelasan:

Dalam madzhab Syafi’i, membaca basmalah ketika wudhu tidaklah menjadi bagian dari rukun-rukun wudhu’. Sehingga, jika seseorang meninggalkan bacaan basmalah, wudhunya tidak batal alias tetap sah.

Meskipun begitu, dalam madzhab Syafi’i membaca basmalah masuk dalam kategori sunnah-sunnahnya wudhu’. Sehingga, orang yang melakukannya akan mendapatkan pahala, sementara orang yang meninggalkannya tidak mendapat siksa. Oleh sebab itu, agar wudhu yang kita lakukan semakin sempurna, maka hendaknya mengawalinya dengan basmalah.

Hadis No. 12 Shahih Muslim

0
Shahih Muslim
Shahih Muslim

Hadispedia.id – Al-Imam ِAbu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi berkata dalam kitab Al-Iman bab penjelasan iman yang dengannya seseorang dimasukkan ke surga dan sungguh orang yang berpegang teguh dengan apa yang diperintahkan padanya, dia masuk surga,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ طَلْحَةَ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو أَيُّوبَ أَنَّ أَعْرَابِيًّا عَرَضَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي سَفَرٍ، فَأَخَذَ بِخِطَامِ نَاقَتِهِ – أَوْ بِزِمَامِهَا ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ – أَوْ يَا مُحَمَّدُ – أَخْبِرْنِي بِمَا يُقَرِّبُنِي مِنَ الْجَنَّةِ، وَمَا يُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ، قَالَ: فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ نَظَرَ فِي أَصْحَابِهِ، ثُمَّ قَالَ: «لَقَدْ وُفِّقَ، أَوْ لَقَدْ هُدِيَ»، قَالَ: كَيْفَ قُلْتَ؟ قَالَ: فَأَعَادَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تَعْبُدُ اللهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ، دَعِ النَّاقَةَ

Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami, ia berkata, bapakku telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Usman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Musa bin Thalhah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ayyub telah menceritakan kepadaku bahwa ada seorang Arab Badui menghalangi Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan, lalu dia mengambil tali kendali untanya atau tali kekangnya, kemudian dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, atau wahai Muhammad kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang mendekatkanku dari surga dan sesuatu yang menjauhkanku dari neraka?’ Abu Ayyub berkata, ‘Lalu Nabi saw. berhenti kemudian melihat para sahabat-sahabatnya kemudian bersabda, ‘Dia telah diberi taufik atau telah diberi hidayah.’ Dia bertanya, ‘Apa yang kamu katakan?’. Abu Ayyub berkata, ‘Lalu dia mengulanginya.’ Maka Nabi saw. bersabda, ‘Kamu menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahim, lalu tinggalkanlah unta tersebut.’